Mohon tunggu...
Inovasi

Gagal Paham Bupati Kudus Sewenang-wenang Paksa Pentas Seni Berhenti

28 Mei 2017   19:12 Diperbarui: 28 Mei 2017   19:39 26016
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Dia juga mengungkapkan, pementasan tersebut antara perpaduan sandratari dan teater. Pementasan tersebut melibatkan sejumlah kelompok teater yang ada di Kudus. Di antaranya, Teater Samar, Teater Tiga Koma, Teater Sekam, Teater Gatang, Teater Tali Jiwa, Teater Sembilan.

“Selain itu ada juga Komunitas Kansu dan Komunitas Pojok Kidul. Kami juga dibantu sanggar tari Ciptaning Asri dan Forum Komunikasi Terbang Papat (FKTP),” tambah warga Desa Besito, Kecamatan Gebog, Kudus itu.

Menurut Gunadi, narasi atau prolog yang dimaksud bupati sebenarnya sudah ada. Hanya saja narator memaparkan dalam bahasa Jawa yang mungkin tidak dipahami bupati.

“Tadi memang sempat dihentikan Pak Bupati. Mungkin ada sedikit miskomunikasi karena naratornya menggunakan Bahasa Jawa,” kata dia.

Peristiwa bupati menghentikan pementasan seni di tengah-tengah permainan menggemparkan publik seni Jawa Tengah. Video tentang peristiwa ini diunggah di facebook oleh Rais Musthafa Ibrahim, seorang pegiat seni asal Jepara. Baru beberapa jam menggunggah, videonya telah ditonton lebih dari 6000 views.

Sejumlah pelaku seni dari berbagai daerah di Jateng mengomentari bupati Kudus sebagai pejabat yang tidak paham kesenian.

Ady Maulana misalnya. Ia mengatakan “Memotong pementasan berlangsung iku gak beretika babar blas ngunu kug tekenne bupati”.

Febrina Dyah Ayu menimpali “Belajar kesenian sik kudune bupatine... Ben menghargai sebuah pertunjukan seni yang kaya makna kehidupan... Lak mempertunjukkan hal sing d mudengi tok yo mana bisa punya wawasan luas... Ngisin"i awak e dwe sbg bupati... Gitu kok maunya jadi gubernur.... Haha tak guyu pak... Piyeee???”

Ada juga akun bernama Ni’am yang berkomentar “Yang namanya pemimpin tuh jgn stengah2 jgn cuma tau masalah politik, hukum, dan agama. Budaya dan seni harus tau juga. Toh budaya dan seni bisa di jadikan pemasukan daerah, wisata, event2 bulanan. toh itu semua bisa jadi pemasukan daerah.”  

Bisa dipahami “kemarahan” pegiat seni di Jateng terhadap tindakan Bupati Musthofa. Sebab bupati memperlakukan pertunjukan seni seperti teater dan pantomime layaknya orkes dangdut yang bisa dihentikan sewaktu-waktu, dikomentari, kemudian berlanjut lagi. Padahal, pertunjukan kesenian seperti ini sangat ketat dalam hal konsep, tempo, timing, dan artistik.

Selain tidak paham pada etika dan estetika berkesenian, Musthofa yang sedang getol mau nyalon Gubernur Jateng ini juga nampaknya tidak menempatkan diri sebagai penonton. Dalam menyaksikan pertunjukan, Musthofa tetap menempatkan diri sebagai bupati atau penguasa yang menurutnya bebas bertindak/memperlakukan seni dan seniman sebagai apapun dan bagaimanapun. Ia merasa bebas menghentikan, mengkritik, bahkan menertawakan karya seni seenak perutnya sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun