Mohon tunggu...
Agung Maulana
Agung Maulana Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Tua Penggemar Man United

Masih Belajar

Selanjutnya

Tutup

Bola

Kerasnya Sepakbola Indonesia

5 Mei 2017   22:00 Diperbarui: 5 Mei 2017   22:06 477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Gelora persepakbolaan Indonesia kembali riuh. Rasa dahaga akan hadirnya kompetisi resmi di tanah air akhirnya telah hilang. Para suporter sudah kembali mulai memenuhi stadion memenuhi hasrat untuk menyaksikan perjuangan tim kesayangannya berlaga. Walaupun sebelumnya telah di gelar sebuah “pra-musim” yang justru waktunya menghabiskan satu musim penuh, tetap saja itu tidak cukup. Bagaikan matahari yang baru muncul dari langit yang mendung, Gojek-Traveloka liga 1 seolah memberikan secercah sinar dan harapan untuk perkembangan sepakbola Indonesia pada umumnya dan perkembangan Tim Nasional Indonesia pada khususnya−yang pada update terbaru peringkat FIFA bulan Mei 2017 menempati peringkat 177.

Hadirnya Liga 1 adalah harapan besar bagi persepakbolaan tanah air. Selain kembali menghidupkan hegemoni akan hadirnya kompetisi resmi, hadirnya mantan pemain Liga Inggris seperti Michael Essien, Charlton Cole, maupun Peter Odemwingie juga semakin menambah daya tarik baik dari dalam negara maupun mancanegara. Marquee player. Sebuah regulasi baru dari PSSI yang mengizinkan setiap peserta Liga 1 untuk meminang 4 pemain asing (3+1 pemain Asia), yang salah satunya haruslah memenuhi syarat yang telah ditetapkan PSSI. Apakah marquee player benar-benar memberi pengaruh ke sepakbola Indonesia? Menarik untuk ditunggu.

Tidak ada sesuatu yang terjadi langsung berjalan sempurna. Begitu juga dengan liga 1. Banyak masalah yang merundung kehadiran liga 1, mulai dari aturan baru PSSI yang banyak tidak disetujui sebagian besar klub peserta hingga permasalahan dengan BOPI (Badan Olahraga Profesional Indonesia) baik itu masalah KITAS ataupun lainnya. Apalagi jika kita melihat jadwal pertandingan yang di lakoni setiap klub yang berpartisipasi. Memasuki pekan ke-5, sudah banyak klub yang mengeluh akan jadwal yang telah disusun sedemikian rupa tersebut. Banyak klub yang harus melakoni away days ke Pulau Kalimantan, kemudian menjalani laga kandang di Pulau Jawa, kemudian menghadapi lawan yang bermarkas di Pulau Sumatera seminggu kemudian. Tentu saja ini bukan masalah sepele. Padatnya jadwal dan jauhnya jarak yang harus diterima setiap pemain liga 1 merupakan masalah yang tidak bisa dianggap remeh. Baik itu oleh pelatih, manajemen, maupun pemain itu sendiri. Para pemain jadi gampang cedera dan kelelahan dan itu berdampak bagi hasil pertandingan.

Kita ambil contoh disini klub asal Kalimantan yang dimiliki oleh Nabil Husein, Borneo FC. Klub yang baru saja berganti nama tersebut−sebelumnya Pusamania Borneo FC bermarkas di Stadion Segiri, Samarinda. Pada pekan pertama, Borneo FC melakoni away days ke kandang PS TNI di Cibinong. Setelah Cibinong, Borneo FC melanjutkan away days mereka ke Stadion Jakabaring Palembang, dan menemui kekalahan perdana. Setelah melakoni dua partai tandang Pesut Etam pulang kandang untuk menjamu Persegres Gresik United dan mendapatkan 3 poin pertama mereka dengan style. Keesokan harinya Pesut Etam sudah harus bersiap dan menuju bandara sepinggan untuk bertolak ke Jayapura yang memakan waktu tidak pendek. Fisik para pemain sangat dituntut disini. Setelah menjalani laga ke empat mereka di Gojek-Traveloka liga 1, mereka kembali harus bersiap menjalani laga berat lainnya yang menunggu di Theatre of Hell melawan Semen Padang.

Bisa anda bayangkan perjuangan para pemain Borneo FC dan mungkin masih banyak klub peserta lainnya yang mengalami kejadian serupa. Bisa dibilang pesut etam telah “Berkeliling Indonesia” dalam waktu kurang lebih satu bulan. Sebuah hal yang luar biasa, bukan?

Di tinjau dari letak geografis Indonesia yang negaranya berbentuk kepulauan, tentu saja mengadakan sebuah kompetisi−apalagi yang harus mendatangi setiap kota setiap peserta bukan lah hal yang mudah. Selain fisik pemain, klub-klub Indonesia juga harus mapan dalam mengatur  pengeluaran khususnya untuk transportasi. Sebernarnya ada dua opsi untuk menangani masalah ini. Opsi yang mungkin bisa menjadi saran untuk PSSI atau pengelola liga adalah mengikuti Liga Indonesia zaman dahulu yang dibagi menjadi 2 wilayah, yaitu wilayah barat dan wilayah timur. Hal ini tentu saja dapat mengurangi pengeluaran untuk transportasi, akan tetapi opsi ini juga akan berpengaruh terhadap persaingan kompetisi di negeri ini. Banyaknya tim kuat yang berasal dari Pulau Jawa dan Sumatera akan beradu, sedangkan Persipura Jayapura dengan kedigdayaannya akan dengan mudah merebut wilayah timur. Anggap saja kita mencoret opsi ini.

Opsi lainnya adalah, Jadwal pertandingan diatur sebagaimana zaman ISL dengan 18 tim. Dimana setiap klub akan mengalami dua atau tiga laga beruntun di kota yang berdekatan. Hal ini tentu saja akan sangat mengurangi beban finansial yang harus ditanggung manajemen. Mungkin ini adalah opsi terbaik dengan tetap menjalankan laga setiap akhir pekan (tidak ada pertandingan tengah pekan).

Bisa kita lihat betapa kerasnya jadwal laga yang harus dilakoni. Semoga seluruh klub peserta tetap istiqomah dalam menjalani keseluruhan kompetisi. Dan juga semoga PSSI dan operator liga 1 dapat berbenah dan menjadikan liga 1 menjadi liga terbaik di Asia, atau bahkan dunia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun