[caption id="" align="aligncenter" width="277" caption="dok pri"][/caption]
Sabtu, 21 Maret 2015
Suhu AC di kereta Commuter Line siang ini yang menembus 23’C mampu menghalau hawa terik dari luar gerbong. Saya berdiri mematung tepat disamping seorang bapak muda yang mengajak saya untuk melakukan sesuatu yang berbeda di hari Sabtu siang. Beliau bernama Pak Taufik, salah seorang “punggawa” PKBM Nurul Jannah, Citayam, yang sama sekali tidak memungut biaya untuk para anak didik di PKBM tersebut.
Walau laju kereta Commuter Line mencapai 60km/jam namun saya masih mampu berdiri tegak di dekat pintu keluar dan memandang keluar jendela sembari sesekali melihat Pak Taufik yang terus-menerus menjamah gadget miliknya. Kereta baru saja melepas diri dari St. Bojong Gede untuk mengangkut kami menuju St. Bogor.
[caption id="" align="aligncenter" width="648" caption="dok pri"]
Dan lamunan pun menyeruak dalam deru kereta tersebut,
“Saya memang sudah cukup lama terjun dalam dunia pendidikan kurang mampu, namun apakah saya benar-benar siap untuk membantu Pak Taufik bersama teman-teman Flohope Indonesia dengan dunia pendidikan yang akan ditemui ini?”
“Sudah sejak kelas 1 SMA atau sekitar tahun 2005 saya diperkenalkan oleh kakak-kakak ROHIS SMAN 26 untuk bergabung membantu kegiatan pendidikan di daerah perkampungan kumuh Pasar Gembrong. Saya ingat betul (karena mereka menggunakan jaket kuning dengan makara berwarna biru muda) ada beberapa mahasiswi Psikologi UI yang turut membantu mengajar anak-anak SD-SMP dalam 1 basecamp berukuran mushola kecil kapasitas 25 orang. Mereka benar-benar menginspirasi saya, namun sesuatu yang dihadapi ini nampak berbeda.”
“Tahun 2012 hingga 2014 pun dilewati dengan berbagai pengalaman seru dalam mengajar dunia pendidikan bagi anak-anak kurang mampu. Selama 1 bulan ditempatkan di pelosok Garut untuk menjadi tim Gerakan UI Mengajar bagi 6 sekolah dasar di 3 desa, kemudian menjadi pengajar bagi anak-anak kurang mampu paket C di Rumah Belajar BEM UI hingga PKBM Nurul Jannah, Citayam, semuanya memiliki kesan sendiri & tidak ada kendala berarti selain senyuman, pemahaman, hingga hubungan antar pengajar dan murid yang semakin meningkat, namun saya tidak memiliki ide bagaimana cara menghadapi situasi yang akan dihadapi ini.”
Masinis kereta commuter line membuyarkan ingatan masa lalu saya bahwa akan tiba di Stasiun Bogor. Pak Taufik mengatakan bahwa tempat yang menjadi target kegiatan belajar mengajar tim Flohope Indonesia hanyalah sepelemparan batu dari Stasiun Bogor atau tinggal menyeberang dengan jembatan disamping. Hanya butuh waktu 2 menit dengan berjalan kaki.
[caption id="" align="aligncenter" width="368" caption="dok pri"]
Tempat mengajar kami adalah Lapas Paledang, Bogor.
[caption id="" align="aligncenter" width="651" caption="dok pri"]
Ya. Unik memang.
Hari ini saya beserta Pak Taufik dan 2 rekan Flohope Indonesia yaitu Luluk Nuriyah dan Feisal Karim akan melakukan #LapasHijacked untuk memberikan pengajaran paket A, B, dan C bagi para tahanan di Lapas Paledang, Bogor. Mengajar bagi para tahanan merupakan sesuatu yang baru dan sama sekali tidak terbayang dalam diri saya seumur hidup, terlebih jika program ini berjalan dengan terarah hingga mampu mengajak orang lain untuk ikut serta.
[caption id="" align="aligncenter" width="482" caption="dok pri"]
Awalnya kami direncanakan akan mengajar dalam 1 ruang kecil berukuran 10*20m untuk 3 kelas paket, terdiri dari 37 orang namun mendadak kami dipindahkan ke aula besar dengan tulisan Griya Winaya Jamna Warga Laksa Dharmesti atau dapat diartikan sebagai rumah untuk pendidikan manusia yang salah jalan agar patuh kepada hukum dan berbuat baik.
[caption id="" align="aligncenter" width="461" caption="dok pri"]
Tim Flohope Indonesia yang mendapat pengarahan dari Pak Taufik bermaksud untuk memberikan dukungan pendidikan bagi para tahanan muda yang bisa mengakses ujian paket A, B, hingga C agar ketika mereka keluar dari penjara maka teman-teman tersebut bisa memanfaatkan ijazah yang dimiliki sebagai legalitas ketika ingin bekerja.
Secara filosofis, kami ingin memberikan “keseimbangan” berpikir bahwa mereka bisa memanfaatkan pengetahuan yang didapat untuk diaplikasikan kepada masa depan mereka, sehingga ketika teman-teman tahanan muda keluar dari Lapas Paledang, Bogor, bukan menjadi seseorang ditakuti, dijauhi, dan memanfaatkan jaringan informasi di dalam lapas untuk berbuat kejahatan yang lebih besar.
[caption id="" align="aligncenter" width="581" caption="dok pri"]
Untuk minggu pertama ini kami ber-3 akan melakukan pengenalan diri kepada para tahanan secara kelompok besar dan akan dipetakan menjadi paket A, B, C sesuai pendidikan terkahir yang dijalani. Rasa grogi sama sekali tidak bisa dihindari oleh diri ini. Walaupun mata ini memandang ornamen pendukung yang menunjukkan sebagai ciri khas humanisme berada di aula besar tersebut mulai dari rak-rak buku yang berjajar hingga spanduk rincian aktivitas dalam lapas namun hati ini masih berdebar karena yang akan dihadapi adalah rekan-rekan yang sama sekali berbeda dari pengalaman sebelumnya.
[caption id="" align="aligncenter" width="581" caption="dok pri"]
Jam sudah menunjukkan pk 13.30,
Sekitar 37 orang penghuni lapas berkumpul di aula besar Lapas Paledang dengan mayoritas adalah tahanan pria, walau ada segelintir 6-7 orang tahanan wanita.
[caption id="" align="aligncenter" width="582" caption="dok pri"]
Setelah melakukan perkenalan singkat secara umum, saya mendapatkan “jatah” sesuai pengalaman untuk membentuk kelompok sendiri dan sama sekali tidak saya duga, ada sekitar 23 tahanan muda yang harus saya lakukan proses pengajaran.
Tibalah saatnya,
Dihadapkan pada hal yang tidak direncanakan maupun terpikirkan
Bagaimana mengajar ekonomi paket C dengan tanpa satupun alat tulis (seperti whiteboard)kepada sekitar 22 tahanan muda pria & 1 tahanan wanita? Menyedihkan…
Disaat 2 rekan saya yang lain mengajar paket A dan paket B yang masing-masing hanya berisi sekitar 6-7 orang maka saya kebalikannya. Namun setelah berbasa-basi sejenak akhirnya dibentuklah lingkaran besar kelompok C dan dilakukan pendataan 3 hal, yakni lulusan SMA/SMK/STM, apa pelajaran terakhir yang diingat, dan apa harapan kedepan dengan belajar paket C Ekonomi. Saya sama sekali tidak menyentuh aspek persoalan hukum karena bagi saya hal tersebut sangat sensitif terlebih ada 1 tahanan wanita dalam paket C, waau memang alasan utamanya saya tidak ingin mengambil resiko kalau-kalau menyinggung beberapa orang yang tidak berkenan berbicara hal tsb dalam kelompok besar.
Sementara di jendela aula besar nampak para tahanan lain berkisar 20-25 orang berjejer memandang kami dari luar karena penasaran, sembari memegang terali besi. Banyak dari mereka yang ingin mengikuti kegiatan ini namun tersandung rasa malu hingga tidak percaya diri yang dikatakan oleh salah seorang tahanan muda asal SMK kepada saya.
Setelah melakukan perkenalan dan pendataan selama 60 menit,
Tercatat bahwa ada sekitar 8 anak SMK, 8 murid SMA, dan 7 murid STM. Saya mendapat pengetahuan baru bahwa ada anak SMK yang belajar mengenai manajemen seperti halnya saya namun spesifik seperti melakukan analisa tulisan tangan atau disebut grafologi. Terdapat juga mayoritas lulusan STM yang lebih memahami onderdil kendaraan dibanding masalah perhitungan, dan anak-anak SMA lebih mengingat pelajaran Akuntansi seperti jurnal umum hingga jurnal besar dibanding mata pelajaran ekonomi.
Mayoritas teman-teman paket C berumur sekitar 16-22 tahun namun ada beberapa outlier yang berumur 25, 31, dan 33 tahun yang berasal dari Jawa.
[caption id="" align="aligncenter" width="369" caption="Tahanan SMA"]
Tepat setelah selesai pendataan dan perkenalan, masuk waktu adzan Ashar dan sesi siang hari itu cukup membuat saya berkeringat deras di panasnya ruang aula tersebut belum lagi ketegangan yang saya coba redam dengan gaya bercandaan yang terkadang ditanggapi dingin atau senyuman yang sering mereka balas.
[caption id="" align="aligncenter" width="516" caption="dok pri"]
Setelah melakukan shalat Ashar berjamaah di aula besar, maka selanjutnya giliran Pak Taufik mengajarkan Akuntansi kepada seluruh paket C dengan cara menggunakan mikrofon dan dicatat oleh para murid sejak pk 16.00 - 17.30. Cara mengajar ini memang dirasa tidak efektif sebab saya saja yang memandang dari dekat merasa kurang greget untuk memahami namun inilah realita ketika dihadapkan pada kekurangan alat tulis maupun tenaga relawan yang mengajar paket C Ekonomi dalam jumlah besar.
[caption id="" align="aligncenter" width="442" caption="dok pri"]
Ketika selesai pk 17.30,
Seluruh tahanan muda masuk ke dalam masing-masing sel ataupun bermain di lapangan futsal samping aula besar.
[caption id="" align="aligncenter" width="585" caption="dok pri"]
Kami ber-4 melakukan evaluasi dengan sekenanya, berdiri di luar aula besar untuk menilai seberapa efektif proses hari ini, mengingat kami ber-3 merupakan bocah baru dalam proses pengajaran tersebut sedangkan Pak Taufik sebelumnya sudah pernah melakukan kegiatan belajar mengajar seorang diri.
Betul. Seorang diri! Superman!
[caption id="" align="aligncenter" width="587" caption="dok pri"]
Beliau berujar bahwa proses pengajaran kepada para tahanan muda janganlah seperti kegiatan di bangku sekolah maupun ruang kuliah namun bertahap saja tidak apa-apa, bahkan 1 tema dalam 1 hari tidak masalah mengingat beban hidup di sel penjara tidaklah mudah.
[caption id="" align="aligncenter" width="589" caption="dok pri"]
Hari Sabtu ini menjadi sesuatu yang membuka mata saya kembali bahwa kebodohan dapat menjadi cikal bakal terbentuknya kejahatan dikemudian hari jika tidak ada orang yang peduli lagi satu sama lain.
Jika ada teman-teman maupun rekan-rekan yang ingin membantu mengajar di Lapas Paledang, Bogor, bisa mengontak tim Flohope Indonesia di 0822-4762-7254 atau @flohope_ID. Terlebih kebutuhan untuk kelas paket C yang sangat sulit ditangani oleh 1 orang saja :)
Namun sekedar bertanya tidak apa-apa untuk berjejaring terlebih dahulu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H