Sejak Februari 2022, Rusia senantiasa menjadi perbincangan hangat dunia. Hal ini dikarenakan invasi Rusia terhadap Ukraina untuk membebaskan empat wilayah Ukraina yang bertujuan untuk mendemilitarisasi dan mendenazifikasi Ukraina.
Rusia yang kita tahu saat ini dahulunya merupakan negara dengan ekonomi yang boleh dikatakan cukup amburadul. Keadaan ekonomi Rusia ini dimulai dengan pecahnya Uni Soviet pada 1990-an yang mengakibatkan hiperinflasi.
Adanya transisi sistem ekonomi dari yang tadinya dikontrol penuh oleh pemerintah Uni Soviet menjadi ekonomi pasar menyebabkan pasar Rusia terkejut. Akibatnya, terjadi kenaikan harga barang dan jasa serta kelangkaan barang dan jasa dasar. Tindakan pemerintahan Rusia baru yang memberlakukan kebijakan pencetakan uang dalam jumlah besar berujung pada inflasi besar-besaran dan jatuhnya nilai mata uang Rubel.
Sementara itu, reformasi ekonomi dari ekonomi terpusat ke ekonomi pasar memunculkan para oligarki yang menguasai perekonomian Rusia. Kekacauan ini makin diperparah dengan banyaknya praktik korupsi di tubuh pemerintah Rusia saat itu.
Selama periode pertama kepemimpinan presiden Putin pada tahun 2000 menggantikan Boris Yeltsin yang menjabat dari masa runtuhnya Uni Soviet, Rusia mengalami kenaikan ekonomi yang cukup besar. Hal ini ditandai dengan naiknya pertumbuhan PDB 7% per tahun yang berhasil mengangkat ekonomi Rusia dari urutan 22 ke urutan 11 di dunia.
Pada pertengahan 2014, Rusia memutuskan untuk menganeksasi Krimea dari Ukraina, yaitu bagian wilayah yang sebelumnya diberikan kepada Ukraina pada 1954. Tindakan ini membuat Uni Eropa, Amerika Serikat, dan 36 negara lainnya menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap Rusia. Bentuk sanksi itu berupa pengurangan kuantitas ekspor dan impor, pengenaan otoritas tertentu pada produk ekspor yang berkenaan dengan teknologi dan pangan, serta pelarangan kerjasama perusahaan dari Uni Eropa terhadap bank Rusia dan perusahaan senjata Rusia.
Menurut perdana menteri Rusia Dimitri Medvedev, Hal ini berdampak pada kerugian ekonomi sebesar $26,7 miliar pada tahun 2014 dan $80 miliar pada tahun 2015, serta perlambatan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,7% PDB sebelum naik lagi sebesar 2%. Sanksi tersebut juga mengakibatkan perdagangan internasional Rusia pun mengalami penurunan sebesar 30%.
Ada banyak masalah ekonomi yang Rusia alami akibat sanksi tersebut, seperti pelarian modal, depresiasi Rubel, dan tingkat inflasi yang tinggi. Namun, setelah mengalami penyusutan ekonomi terendah pada tahun 2016, ekonomi Rusia justru mengalami kenaikan sebesar 2,81%. Bahkan, pada tahun 2022 ekonomi Rusia terus naik menjadi 4,81%. Hal ini menimbulkan pertanyaan bagaimana Rusia bisa selamat dari sanksi yang dijatuhkan Barat?
Mengutip dari artikel Foreign Policy Research Institute pada tahun 2018, terdapat empat hal yang dilakukan pemerintah Rusia untuk bertahan dari sanksi ekonomi, yaitu:
Stabilisasi makroekonomi
Sejak krisis ekonomi pada tahun 1991 dan 1996, pemerintah Rusia memfokuskan stabilisasi makroekonomi dengan membatasi defisit dan menjaga tingkat utang pemerintah tetap rendah. Pemerintah menjaga defisit anggaran serendah mungkin.
Devaluasi Rubel
Sanksi yang dijatuhkan Barat dan jatuhnya harga minyak, komoditas andalan Rusia, memaksa Rusia mendevaluasi Rubel dengan mengatur harga minyak berdasarkan Rubel dan bukan Dollar. Pada tahun 2014-2015, Rusia membiarkan pergerakan harga Rubel bergantung pada harga minyak. Dengan ini, Rusia bisa dengan mudah mendapatkan Rubel untuk setiap pembelian minyak.
Dengan begitu, pemerintah Rusia bisa membayar anggaran dalam Rubel dengan lebih mudah. Namun, devaluasi Rubel ini berdampak negatif terhadap daya beli masyarakat Rusia. Akibatnya, barang impor yang dihargai dengan Dollar maupun Euro menjadi lebih mahal.
Menyelamatkan industri melalui pinjaman bank
Sanksi yang dijatuhkan pada tahun 2014 membuat banyak industri di Rusia hampir bankrut. Pemerintah Rusia melalui bank sentralnya memberikan pinjaman Dollar kepada bank-bank swasta yang kemudian dipinjamkan kembali kepada industri yang terancam bankrut. Langkah ini berdampak pada berkembangnya bank-bank swasta Rusia pada tahun itu.
Selain kebijakan moneter dan fiskal, Rusia juga menerapkan kebijakan self sufficiency dan import substitution yaitu kebijakan untuk menggantikan barang kebutuhan impor dengan produksi dalam negeri. Dengan dua kebijakan ini, Rusia berhasil mengurangi ketergantungan terhadap barang impor. Salah satunya di bidang agro industri gandum, kentang, susu, daging dan telur, buah-buah serta sayur-sayuran dan
Lalu, bagaimana Rusia akan menghadapi sanksi yang diterapkan oleh Uni Eropa, Amerika Serikat, dan negara lain baru-baru ini?
Setelah menginvasi Ukraina pada bulan Februari lalu, Uni Eropa, Amerika Serikat, dan beberapa negara lainnya memberlakukan sanksi berupa larangan impor dan ekspor sejumlah produk, seperti teknologi, transportasi, barang dan jasa terkait dengan industri minyak, energi, aviasi dan industri penerbangan. Tak cukup dengan itu, larangan bepergian dan pembekuan aset bagi sebagian warga Rusia juga diberlakukan terutama oleh Uni Eropa, dan Amerika Serikat.
Untuk menanggulangi dan mencegah gejolak ekonomi yang diakibatkan oleh sanksi dan perang di Ukraina, Rusia diperkirakan akan mengandalkan ekspor gas dan minyak senilai $235,6 miliar, dana dari cadangan bank sentral, dan dana kekayaan negara yaitu National Wellbeing Fund yang diperkirakan mencapai $630 Miliar.
Joachim Klement, dalam artikel berjudul How Long Can Russia Withstand the Sanctions? yang terbit pada 15 Maret 2022 menyatakan, “Selama Rusia dapat terus mengekspor minyak dan gas, dengan itu Rusia dapat membiayai kekurangan pendapatan yang dihasilkan oleh sanksi untuk waktu yang lama.” Namun, hal tersebut diprediksi dapat membuat turunnya PDB Rusia sebesar 10% dalam kurun waktu 12 bulan dan dapat terus menurun.
Referensi
(2022). Retrieved 7 October 2022, from https://jsis.washington.edu/wordpress/wp-content/uploads/2018/02/Russia_Yeltsin_Years_ii.pdf
Albats, Y., Belton, C., Borogan, I., Glasser, S., Kara-Murza, V., & Kendall-Taylor, A. et al. (2022). How Putin Changed Russia Forever. Retrieved 7 October 2022, from https://foreignpolicy.com/2020/05/07/how-putin-changed-russia-forever/
EU sanctions against Russia explained. (2022). Retrieved 7 October 2022, from https://www.consilium.europa.eu/en/policies/sanctions/restrictive-measures-against-russia-over-ukraine/sanctions-against-russia-explained/#sanction
Kirby, P. (2022). Why has Russia invaded Ukraine and what does Putin want?. Retrieved 7 October 2022, from https://www.bbc.com/news/world-europe-56720589
Klement, J. (2022). How Long Can Russia Withstand the Sanctions?. Retrieved 7 October 2022, from https://blogs.cfainstitute.org/investor/2022/03/15/how-long-can-russia-withstand-the-sanctions/
Russia GDP 1988-2022. (2022). Retrieved 7 October 2022, from https://www.macrotrends.net/countries/RUS/russia/gdp-gross-domestic-product
Russia - Post-Soviet Russia. (2022). Retrieved 7 October 2022, from https://www.britannica.com/place/Russia/Post-Soviet-Russia
Top 15 Countries by GDP in 2022 | Global PEO Services. (2022). Retrieved 7 October 2022, from https://globalpeoservices.com/top-15-countries-by-gdp-in-2022/
What Caused the Russian Financial Crisis of 2014 and 2015. (2022). Retrieved 7 October 2022, from https://www.thebalancemoney.com/what-caused-the-russian-financial-crisis-of-2014-and-2015-1979012
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H