Mohon tunggu...
Singgih Kusuma Dewi
Singgih Kusuma Dewi Mohon Tunggu... Guru - Guru IPA SMP Negeri 25 Batam

Guru IPA yang suka belajar dan mengetahui hal-hal baru.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Best Practice: Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis pada Materi Gangguan Sistem Pencernaan dengan Model PBL

5 Oktober 2022   15:45 Diperbarui: 5 Oktober 2022   16:12 1248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Best Practice ini diambil dari kegiatan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL)  Aksi 2yang sudah saya lakukan di SMP N 25 Batam dalam kegiatan Program Profesi Guru Dalam Jabatan (PPG Daljab) tahun 2022 di Universitas Negeri Malang. Praktik baik ini saya jabarkan dengan metode STAR (Situasi, Tantangan, Aksi, dan Refleksi Hasil dan Dampak).

Latar belakang permasalahan pada kegiatan PPL aksi 2 ini yang menjadi SITUASI adalah rendahnya keterampilan berpikir kritis pada peserta didik. Hal ini terindikasi pada:
1. Proses pembelajaran belum berorientasi pada pemecahan masalah, dibuktikan dengan hasil observasi bahwa pembelajaran yang digunakan masih belum terpusat pada peserta didik.
2. Pada kegiatan pembelajaran peserta didik tidak diberikan kebebasan untuk melaksanakan investigasi, menganalisis dan mengevaluasi kegiatan penyelidikan. Hal ini dikarenakan masih belum ada pembelajaran yang memfasilitasi kemampuan berpikir kritis peserta didik.
3. Peserta didik kesulitan menyelesaikan soal pada level HOTS. Dibuktikan pada hasil evaluasi pembelajaran terkait soal HOTS pencapaian peserta didik masih di bawah 50%.
4. Peserta didik belum mampu menganalisis suatu masalah dengan baik. Hal ini dibuktikan pada hasil evaluasi pembelajaran pada butir soal dengan level C4 ketuntasannya masih di bawah 70%.
5. Peserta didik belum mampu memberikan argumentasi ilmiah pada suatu masalah. Hal ini dibuktikan pada hasil evaluasi pembelajaran pada butir soal essay dimana peserta didik diminta untuk memberikan argumentasi ilmiah, namun 75% peserta didik masih sekedar memberikan komentar bukan argumentasi.


Dari beberapa poin di atas, praktik pembelajaran inovatif ini perlu dilakukan untuk memfasilitasi peserta didik agar memiliki keterampilan berpikir kritis.  Hal ini dikarenakan, salah satu learning outcome yang diharapkan dari pembelajaran IPA dan tuntutan pembelajaran abad ke-21 adalah berpikir kritis. 

Pembelajaran IPA memiliki karakteristik yang sangat kompleks karena memerlukan berpikir kritis dalam melakukan analisis terhadap suatu masalah. Hal ini juga senada dengan pernyataan bahwa pembelajaran IPA yang sebaiknya dilakukan adalah pembelajaran yang dapat menyiapkan peserta didik untuk memahami IPA dan teknologi, mampu berpikir logis, kritis dan kreatif, berpikir secara komprehensif dalam memecahkan berbagai persoalan dalam kehidupan nyata (Depdiknas, 2011). Dengan begitu dapat diimplikasikan bahwa salah satu tujuan pembelajaran IPA yaitu menciptakan peserta didik yang mampu berpikir kritis.

Dalam hemat saya, mengapa praktik pembelajaran ini sangat penting untuk dibagikan adalah : 1) Praktik pembelajaran ini bisa memotivasi saya sendiri untuk mampu mendesain pembelajaran yang inovatif untuk melatihkan keterampilan berpikir kritis peserta didik; 2) Praktik pembelajaran ini juga bisa memotivasi guru lain dalam mendesain pembelajaran yang inovatif; dan 3) Praktik pembelajaran ini bisa menjadi referensi dan inspirasi guru-guru lain tentang bagaimana cara mengatasi pemasalahan pembelajaran ini.

Peran saya sebagai guru IPA di SMP Negeri 25 Batam mempunyai tanggung jawab untuk mendesain pembelajaran yang inovatif, kreatif dan menyenangkan serta melakukan proses pembelajaran ini secara efektif, dengan menggunakan metode, model dan media pembelajaran yang tepat dan inovatif sehingga tujuan pembelajaran dan hasil belajar siswa bisa tercapai sesuai yang diharapkan.

Agar dapat mengeksplorasi lebih jauh lagi tentang permasalahan yang saya temukan, saya melakukan kegiatan wawancara dengan sesama guru IPA, kemudian wakil kepala sekolah bidang kurikulum, kepala sekolah, pengawas sekolah dan juga dengan pakar. Saya juga melakukan kegiatan penelusuran informasi atau kajian pustaka yang relevan dengan permasalahan saya.  

Dari hasil wawancara dan studi literatur ada beberapa penyebab masalah yang saya hadapi : 1) Proses pembelajaran yang dirancang pendidik belum memfasilitasi peserta didik untuk memiliki keterampilan berfikir kritis; 2) Media pembelajaran yang digunakan pendidik belum memfasilitasi peserta didik untuk memiliki keterampilan berpikir kritis; dan 3) Konteks permasalahan yang dimunculkan tidak sesuai dengan keseharian peserta didik (pembelajaran tidak kontekstual)

Berdasarkan penyebab dari permasalahan diatas, TANTANGAN yang dihadapi, yaitu:

  • Guru belum terbiasa dengan penggunaan model pembelajaran yang berorientasi pada pemecahan masalah untuk memfasilitasi peserta didik untuk berlatih keterampilan berpikir kritis, misalnya dengan PBL dan PjBL.
  • Guru harus mampu menstimulus peserta didik dengan permasalahan yang sesuai dengan kesehariannya (pembelajaran kontekstual).
  • Guru harus menggunakan pemanfaatan teknologi yang mendukung pembelajaran sesuai karakteristik peserta didik abad 21 yang sarat dengan penggunaan teknologi. Sedangkan sarana dan prasarana teknologi di sekolah masih terbatas dikarenakan tidak semua kelas memiliki sumber listrik.
  • Peserta didik belum terbiasa melibatkan proses keterampilan berpikir kritis dalam proses pembelajaran.
  • Peserta didik harus melaksanakan investigasi, menganalisis dan mengevaluasi hasil penyelidikan.
  • Peserta didik belum terbiasa melakukan kegiatan diskusi secara langsung dikarenakan dampak pandemi yang mengharuskan peserta didik untuk menjaga jarak termasuk pada saat pembelajaran.

Berdasarkan tantangan diatas bisa disimpulkan bahwa tantangan yang dihadapi berkaitan dengan proses pembelajaran yang belum memfasilitasi peserta didik dalam upaya meningkatkan keterampilan berpikir kritis

Tantangan yang dihadapi tersebut perlu segera diatasi, jika tidak, maka akan mengganggu proses pembelajaran, untuk itu saya melakukan beberapa langkah AKSI  yaitu:

 1) Penggunaan model pembelajaran PBL

Model PBL dapat mengatasi masalah rendahnya kemampuan berpikir kritis peserta didik adalah dengan menggunakan model pembelajaran PBL. Hal ini terkait dengan sintaks pada PBL yaitu: a) Mengorientasikan masalah: Pada tahap mengorientasikan masalah, peserta didik mengidentifikasi masalah dalam bentuk pertanyaan, mencari informasi yang relevan dan semua dugaan tentang masalah tersebut. Ini termasuk kesadaran akan kemungkinan adanya lebih dari satu solusi pada setiap masalah. Salah satu indikator kemampuan berpikir kritis, yaitu membuat pertanyaan yang menunjukkan kemampuan berpikir kritis dapat dimunculkan pada tahap ini; b) Mengorganisasikan peserta didik untuk belajar: pada tahap mengorganisasikan peserta didik untuk belajar, peserta didik menentukan berbagai solusi terkait hasil identifikasi masalah berdasarkan pengetahuan awal yang telah dimiliki. 

Hal ini terkait dengan salah satu indikator kemampuan berpikir kritis yaitu mampu menjawab pertanyaan sesuai dengan konteks pertanyaan; 3) Membimbing peserta didik untuk melaksanakan investigasi: peserta didik melakukan telaah informasi yang diketahui dan tidak diketahui dimana peserta didik harus dapat memilih informasi mana yang tepat. Pada tahap ini, kemampuan menganalisis argumen dan kemampuan memecahkan masalah dapat terlaksana; 4) Menganalisis serta mengevaluasi proses pemecahan masalah: pada tahap ini, peserta didik menggunakan hasil investigasi atau penyelidikan yang telah dilakukan untuk dapat mencari solusi yang tepat terkait masalah yang dihadapi serta melakukan analisis dan evaluasi terhadap hasil pemecahan masalah dari kelompok lain. Hal ini dibuktikan bahwa terjadi diskusi dan tanya jawab ketika tahap ini terlaksana dengan baik. Peserta didik aktif dalam memberikan pertanyaan dan memberikan tanggapan terhadap hasil pemecahan masalah kelompok lain.

Dokpri
Dokpri

2) Pemilihan media pembelajaran

Guru mempersiapkan media PPT interaktif, dimana pada PPT tersebut terdapat beberapa video terkait materi maupun terkait dengan kemampuan berpikir kritis sehingga dapat terjadi interaksi saat penggunaan media pembelajaran tsb. Selain itu, penggunaan aplikasi IdeaBoardz sebagai media digital untuk pelaksanaan brainstorming. Aplikasi ini dapat melatih peserta didik untuk dapat menuliskan ide maupun pendapatnya pada aplikasi tersebut secara online dan di waktu yang bersamaan peserta didik yang lain dapat melihat dan juga saling menanggapi terkait argumen dari sesama peserta didik. Kemudian pelaksanaan evaluasi pembelajaran menggunakan aplikasi Quizziz. Dimana aplikasi ini merupakan platform interaktif yang memungkinkan guru untuk melakukan pelajaran dan kuis interaktif dengan peserta didik.

Dokpri
Dokpri

Pada prosesnya, beberapa pihak terlibat dalam keterlaksanaan kegiatan praktik baik ini yaitu saya sendiri sebagai guru, peserta didik, dosen pembimbing, guru pamong, rekan-rekan sesama peserta PPG, kepala sekolah, dan guru di sekolah tempat pelaksanaan praktik. Sumber daya atau materi yang diperlukan dalam kegiatan praktik ini adalah materi terkait model PBL, keterampilan berpikir kritis, dan materi gangguan sistem pencernaan yang saya dapatkan dari buku, jurnal, dan referensi di internet.

Adapun hasil REFLEKSI dan dampak pemilihan model pembelajaran inovatif Problem-Based Learning yang diterapkan pada pembelajaran IPA yaitu dapat merangsang dan meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik, terlihat pada hasil observasi keterampilan berpikir kritis pada diagram di bawah ini:

Dokpri
Dokpri
Proses pengembangan keterampilan berpikir kritis dapat dilakukan pada fase-fase pada PBL, yaitu

1) Orientasi peserta didik pada masalah: pada langkah pertama ini peserta didik disajikan 2 artikel terkait gangguan pada sistem pencernaan.  Guru memberikan pengarahan kepada peserta didik untuk mengidentifikasi masalah dalam bentuk pertanyaan.  

Kemudian peserta didik dirangsang dengan pertanyaan pemantik tentang masalah tersebut, sehingga ada beberapa dari siswa yang menyampaikan data, informasi-informasi serta pertanyaan terkait artikel yang akan dibuat menjadi  rumusan masalah. Berdasarkan hasil observasi pada tahap ini ada sekitar 77,27% peserta didik sudah dapat membuat pertanyaan yang mengarah pada kemampuan berpikir kritis; 2) Mengorganisasikan peserta didik untuk belajar: peserta didik sudah berada pada kelompok yang heterogen sehingga terdapat perbedaan kemampuan kognitif antar anggota kelompok. 

Pada tahap ini peserta didik menuliskan beberapa solusi terkait hasil identifikasi masalah yang telah dibuat berdasarkan pengetahuan awal mereka masing-masing. Selain menuliskan solusi pada LKPD, peserta didik juga menuliskan solusi yang sama pada aplikasi IdeaBoardz menggunakan HP maupun Chrome Book yang sudah dibagikan masing-masing 1 buah di tiap kelompok. Berdasarkan hasil observasi terlihat bahwa 80,3% peserta didik sudah dapat melaksanakan salah satu indikator berpikir kritis yaitu dapat menjawab pertanyaan sesuai dengan konteks dan disertai alasan yang logis. 

Hal ini tampak pada saat peserta didik menuliskan solusi disertai alasan sesuai dengan identifikasi masalah yang mereka telah buat; 3) Membimbing penyelidikan kelompok: Pada pertemuan 1, peserta didik melakukan penyelidikan menggunakan berbagai sumber informasi yang mereka miliki. Guru memberikan alternatif terkait sumber informasi dalam penyelidikan yang akan peserta didik lakukan. Adapun alternatif penyelidikan yang dapat dilakukan dengan berbagai sumber, yaitu: penggunaan aplikasi ARPEN (Augmented Reality Sistem Pencernaan), internet, buku Paket IPA, dan awancara narasumber terkait. Pada tahap ini peserta didik sudah tampak bisa melaksanakan investigasi, dengan melakukan telaah informasi yang diketahui dan tidak diketahui serta dapat memilih informasi mana yang tepat untuk penyelesaian masalah. 

Dibuktikan dari hasil observasi kemampuan berpikir kritis pada indikator memecahkan masalah bahwa terdapat 77,27% peserta didik telah melaksanakan kegiatan pemecahan masalah melalui tahap investigasi atau penyelidikan. 

Begitu juga dengan indikator menuliskan kesimpulan sebanyak 80,3% peserta didik sudah mampu menuliskan kesimpulan sesuai dengan hasil penyelidikan; 4). Mengembangkan dan menyajikan hasil karya: pada tahap ini peserta didik melakukan kegiatan diskusi dengan menuliskan hasil penyelidikan melalui aplikasi IdeaBoardz; dan 5)Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah: Pada tahap ini peserta didik  mempresentasikan di depan kelas tentang hasil penyelidikanya, kemudian peserta didik lain menyimak dan guru mengarahkan untuk menganalisis,  mengevaluasi dan apresiasi kepada kelompok yang sedang mempresentasikan hasil penyelidikanya. Teknis penilaian yaitu setiap kelompok yang maju ada 1 kelompok yang memberikan komentar atau pertanyaan. Dengan seperti ini peserta didik menjadi lebih tertantang dalam memberikan respon dan penilaiannya. 

Namun ada beberapa peserta didik juga yang masih melakukan kegiatan yang lain saat kelompok lain presentasi. Namun berdasarkan hasil observasi keterampilan kemampuan berpikir kritis, ditemukan bahwa 77,27% peserta didik telah dapat menganalisis argumen dan 78,79% peserta didik sudah dapat melaksanakan kegiatan menganalisis dan mengevaluasi.

Faktor pendukung keberhasilan pembelajaran ini karena menggunakan model pembelajaran PBL yang berpusat pada siswa, informasi pada pembelajaran menggunakan media power point yang menarik sehingga menambah minat belajar peserta didik. Pada pembelajaran ini juga aplikasi ARPEN dan IdeaBoardz yang baru bagi peserta didik untuk melakukan kegitan penyelidikan. Guru juga membuat bahan ajar yang mendukung keterlaksanaan pembelajaran. Selain faktor diatas faktor pendukung keberhasilan juga karena adanya bimbingan dari Dosen Pembimbing, Guru Pamong, Kepala Sekolah, teman sejawat sebagai observer, peserta didik dan narasumber yang diwawancarai serta sarana berupa Chrome book yang dimiliki sekolah sehingga bisa dimanfaat dalam proses pembelajaran.

Pelajaran lain yang bisa diambil dari kegiatan yang sudah dilakukan adalah pentingannya pengembangan kompetensi pada guru. Guru senantiasa belajar dalam menciptakan proses pembelajaran yang menyenangkan dan sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan peserta didik pada abad 21, salah satunya yaitu keterampilan berpikir kritis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun