Mohon tunggu...
ANNA JULIANTO
ANNA JULIANTO Mohon Tunggu... Wiraswasta - manusia biasa

orang biasa saja

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Praktik Nakal dalam Pengurusan Sertifikat Tanah

27 Februari 2019   10:27 Diperbarui: 27 Februari 2019   10:28 1853
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Untuk itulah perlu tindakan pencegahan yaitu pertama ada alur waktu yang jelas dan tegas sebab penentuan BPHTB dan Pajak tiap waktu berubah bahkan tiap daerah berbeda cara penentuannya. Seperti di kabupaten Sukoharjo dahulu, penentuannya berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi Bangunan (SPPT PBB) terbaru yang diterima oleh pemilik tanah tapi untuk beberapa tahun ini penentuanya lebih rumit dan butuh waktu yang lama karena harus meminta validasi dari BPN dan kantor pajak selain itu ada peninjauan langsung dari petugas  disertai pemotretan lokasi untuk menentukan posisinyanya di Global Positioning System ( GPS ), untuk diketahui GPS adalah sistem untuk menentukan letak di permukaan bumi dengan bantuan penyelarasan (synchronization) sinyal satelit.

Untuk itulah maka perlu standar waktu yang jelas dan tegas  di setiap daerah untuk menyelesaikan pengurusan sertifikat misal : ketika dokumen sudah lengkap masuk ke notaris/PPAT/oknum pemerintah hingga masuk ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) perlu waktu maksimal berapa hari dan di BPN diproses maksimal berapa hari ( syukurlah sekarang BPN sudah berubah dimana setiap dokumen yang masuk mendapat nomer antrian yang bisa dilacak prosesnya di komputer bahkan untuk proses jual beli tanah dengan tidak mengganti sertifikat waktunya kurang dari 1 (satu) bulan sudah jadi) dan semua proses wajib dilaporkan ke konsumen termasuk juga rincian BPHTB, Pajak dan pemberitahuan nomer antrian di kantor BPN.

Kedua notaris/PPAT atau oknum pemerintah yang mengurus sertifikat wajib merinci biaya yang dikeluarkan dan konsumen juga diperbolehkan untuk membayar sendiri BPHTB dan pajak.

Kenakalan para oknum dalam pengurusan sertifikat harus bisa diminimalisir bahkan dihilangkan dengan kebijakan dari pemerintah yaitu membuat peraturan  bagi semua pejabat pemerintah jika menerima pembayaran uang dari masyarakat atau lembaga wajib membuat kwitansi atau tanda terima yang diberikan kepada si pemberi. Dan juga diseluruh lembaga negara dan pemerintah harus mencantumkan pelayanan yang berbayar disertai tarifnya bahkan seharusnya seluruh pembayaran via bank sehingga tidak ada lagi pembayaran tunai di lembaga pemerintah maupun negara.

Selain itu juga harus ada alur waktu yang jelas dan tegas dalam setiap prosedur pengurusan. Semoga Indonesia menjadi lebih baik.     

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun