masyarakat Hukum Adat (MHA) Manggarai merupakan komunitas yang terdiri atas puluhan atau bahkan ratusan suku yang berbeda-beda. Hampir seluruh wilayah Manggarai didiami oleh MHA. Setiap persoalan yang terjadi dalam kehidupan MHA memiliki potensi menimbulkan dampak luas. Kondisi tersebut membutuhkan perlindungan terhadap MHA Manggarai yang juga bermakna perlindungan terhadap masyarakat Manggarai secara luas termasuk tanah Ulayat. Kehidupan masyarakat Manggarai sebagian besar masih lekat dengan pranata adat terutama kehidupan masyarakat di pedesaan. Masyarakat Hukum Adat atau masyarakat tradisional. Walau demikian, hingga saat ini belum terdapat pengakuan secara formal terkait keberadaan Masyarakat Hukum Adat di wilayah Manggarai. Adapun hingga saat ini peraturan terkait MHA Manggarai berupa Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Manggarai Timur No. 1 Tahun 2018 tentang Pengakuan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat. Selain itu juga terdapat Perda Kabupaten Manggarai No. 1 Tahun 2018 tentang Penyelesaian Sengketa Berbasis Adat. Di antara ke dua peraturan tersebut belum menunjuk MHA tertentu sebagai subjek pengakuan dan perlindungan masyarakat adat, sedangkan MHA Manggarai sendiri terdiri atas puluhan
bahkan ratusan komunitas adat yang berbeda-beda.
Lemahnya perlindungan terhadap
masyarakat adat Manggarai tersebut tidak hanya bermakna belum adanya pengakuan dari negara tetapi juga menyebabkan keberadaaan dan kekayaan Masyarakat Hukum Adat termasuk di dalamnya tanah
Ulayat menjadi rentan terhadap beragam kepentingan baik dari dalam Masyarakat Hukum Adat sendiri maupun desakan dari pihak luar.
Saat ini, dinamika MHA Manggarai dan problematika tanah Ulayat khususnya di Desa golo lobos, kecamatan Lamba Leda Selatan, Manggarai Timur. Secara umum dapat dikatakan Keberadaan tanah Ulayat masih ada namun jumlahnya semakin terbatas bahkan terdapat beberapa wilayah yang tidak lagi memiliki tanah Ulayat. Â
Keberadaan MHA di Desa Golo LobosÂ
Desa golo Lobos tergolong seba
gai desa berkembang di wilayah Kecamatan Lamba Leda Selatan karena terletak di lintas luar jalan kabupaten dari ibukota kabupaten.
Secara garis keturunan, masyarakat Desa Golo Lobos merupakan perpaduan dari berbagai macam
wa'u(keturunan) di wilayah Manggarai yang telah membaur bersama
pendatang dari berbagai wilayah. Pranata adat di Desa Golo Lobos semakin tidak terlihat kecuali dalam hal yang sifatnya sosial seperti gotong royong dalam acara kematian, pernikahan, dan keagamaan. Ritual-ritual adat semakin sulit ditemukan hanya tersisa kesenian budaya yang ditampilkan pada upa-cara-upacara penting yang sesekali dilakukan. Kelembagaan adat di Desa compang wesang pun hampir tidak berfungsi sebab otoritas adat dari garis keturunan tidak lagi memiliki peran yang signifikan dalam masyarakat. Namun demikian sebagai MHA, Desa Golo Lobos masih memiliki mbaru gendang(rumah adat) sebagai penanda bahwa eksistensi MHA masih ada di Desa Golo Lobos, meskipun sedang berjuang menghadapi arus modernisasi.Saat ini mbaru gendang Golo Lobos dihuni oleh keturunan dari tu'a golo (ketua adat). Meskipun secara garis keturunan masih jelas diketahui siapa saja yang merupakan ketu-runan dari tu'a adat, namun peran keturunan tu'a adat ini tidak lagi signifikan dalam masyarakat. Keberadaan mbaru gendang tetap merupakan simbol keberadaan MHA namun peran kelembagaan adat yang hampir hilang dalam masyarakat menyebabkan keberadaan mbaru gendang terbatas hanya sebagai simbol semata. Â
Menurut data Kantor Pertanahan
Kabupaten Manggarai Timur, di Desa Golo Lobos terdapat sebanyak 726
sertifikat hak milik yang meliputi tanah pertanian maupun non pertanian. Sebanyak 451 sertifikat hak milik merupakan hasil sertifikasi
tahun 2017 dengan total luas 1.133.023 m2. Data tersebut belum
terinventaris dengan baik karena keterbatasan sistem pengelolaan arsip serta keberadaan arsip sertifikat
tanah pertanian yang hingga saat ini belum dipegang oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Manggarai Timur.
Berdasarkan data sertifikasi diketahui bahwa proses individualisasi tanah Ulayat di Desa Golo Lobos belum seluruhnya teradministrasi. Meskipun sebagian tanah telah dibagikan kepada anggota MHA melalui pembagian adat, bidang-bidang tanah perorangan tersebut belum seluruhnya tersertifikat. Karena belum teradministrasi dengan baik, tidak diketahui berapa jumlah bidang tanah milik perorangan yang belum tersertifikat di Desa Golo Lobos.Â
MHA dan Model Perlindungan Negara
MHA Manggarai yang masih memiliki tanah Ulayat relatif terbatas. desa yang masih memiliki tanah Ulayat, keberadaannya terancam berbagai macam kondisi seperti keinginan MHA sendiri untuk dibagi serta desakan dari pihak lain di luar MHA. Menguatnya dorongan individualisasi atas tanah Ulayat disebabkan oleh berbagai faktor, utamanya ialah keinginan untuk memperoleh kesejahteraan individu melalui tanah. Dalam kondisi tersebut, jalan terbaik untuk menghindari terjadinya konflik sekaligus memberikan perlindungan kepada anggota MHA ialah dengan mendukung upaya individualisasi tersebut.
Dalam hal MHA yang ingin mempertahankan hak Ulayatnya, model perlindungan terhadap MHA dapat diberikan melalui beberapa mekanisme. Pertama, melalui mekanisme pemberian hak atas tanah bersama. Dengan mengacu pada pendapat Zakaria (Zakariya, 2016), pengakuan hak MHA yang lebih bersifat privat dan/atau yang bersifat keperdataan, cukup langsung melalui proses pengadministrasian yang dilakukan oleh instansi teknis terkait tanpa perlu didahului dengan tindakan penetapan subjek hukumnya. Subjek hak dalam hal ini dapat berupa para Ketua adat pangayang mewakili keseluruhan dalam MHA. Dengan demikian, MHA diberikan Hak Milik bersama yang prosedur pemberiannya sebagaimana diatur dalam PP No. 24/1997.
Kedua,, melalui pendaftaran tanah Ulayat. Kondisi ini dapat diterapkan dalam MHA yang masih memiliki hak Ulayat dengan kewenangan publik dan privat. Menurut Sumardjono (Sumardjono, 2016)dengan mengacu pada Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penye-lesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat, hak Ulayat perlu didaftar dengan tahapan penelitian, pengukuran, pemetaan, pendaftaran, lalu penerbitan surat ukur untuk kemudian disahkan tanpa penerbitan sertifikat sehingga pendaftarannya bersifat deklaratif.
Â
Wacana perlindungan terhadap MHA Manggarai harus ditindaklanjuti melalui penerbitan peraturan daerah tentang pengakuan dan perlindungan terhadap komunitas MHA tertentu sebagai subjek pengakuan dan perlindungan tersebut. Namun sebelumnya, Pemerintah Daerah perlu segera melakukan pengadministrasian terhadap MHA yang berada di dalam wilayah administrasinya sebagai langkah awal untuk menyusun kebijakan terkait MHA. Pengadministrasian terhadap MHA juga harus meliputi inventarisasi dan pemetaan terhadap tanah Ulayat milik MHA guna memastikan batasan tanah Ulayat sebagai upaya menghindari konflik. Selain itu, inventarisasi terhadap tanah individu bekas hak Ulayat juga perlu dilakukan sebagai salah satu upaya MHA Manggarai untuk tertib administrasi serta mengenalkan literasi sebagai bagian dari budaya. Selain itu, Pasca individualisasi hak, MHA perlu pendampingan lebih lanjut guna pemberdayaan MHA agar perbuatan hukum atas tanah yang terjadi tidak menyebabkan MHA justru kehilangan akses terhadap sumber penghidupannya. Perlindungan negara terhadap MHA Manggarai Timur sebagaimana contoh di desa Golo Lobos di atas dapat dilakukan dalam berbagai bentuk. perlu dilakukan penegasan terhadap keberadaan MHA tersebut melalui penerbitan peraturan daerah sebagai wujud perlindungan formal dari negara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H