Ketiga, perisai. Alat yang berfungsi untuk melindungi penari dari serangan lawannya. Perisai digunakan dengan cara dipegang pada sebelah tangan kemudian busur penangkis di tangan lainnya, penari dapat menangkis serangan lawan dengan penggunaan perisai yang tepat.Â
Perisai dibuat dari bambu yang berjalin rotan, sementara itu perisainya berbentuk bundar dengan lapisan kulit kerbau yang sudah dikeringkan. Laki-laki yang menjadi penangkis lecutan lawan disebut dengan ta'ang.Â
Keempat, topeng. Pada bagian kepala, penari mengenakan topeng/panggal dengan bentuk menyerupai tanduk kerbau. Topeng ini memang dibuat dari kulit kerbau yang sudah mengeras, kemudian ditambah dengan hiasan kain warna-warni Wajah penari akan ditutupi sebagian oleh topeng, namun sebelumnya telah dibalut dengan destar atau handuk untuk melindungi area tersebut.Â
Kelima, alat musik. Tidak lengkap jika tarian tidak disertai dengan iringan musik, apalagi meliputi adegan pertarungan yang menegangkan dan penuh semangat juang. Biasanya alat musik yang dipakai dalam tarian Caci adalah gong, gendang, serta nyanyian lagu dari daerah Manggarai. Musik ini bertempo cukup cepat sehingga dapat disesuaikan dengan jalannya pertarungan.Â
Keenam, giring-giring. Ini adalah gelang yang dipakai pada pergelangan kaki penari. Sebagai aksesori tambahan, setiap kali petarung bergerak lincah, bunyi pada giring-giring ini turut meramaikan pertarungan.
Tarian ini memiliki kenunikan tersendiri diamana banyak disertakan adegan mencambuk antara satu penari dengan yang lainnya. Bagi yang menonton, mungkin tidak ada yang ingin jika dicambuk. Lain halnya dengan pemuda penari caci. Â Cambukan dianggap sebagai kebanggaan, sukacita, dan kesenangan. Itulah perasaan yang terwujud ketika membawakan tarian Caci.
Cambukan tersebut merupakan keunikan dari tarian ini. Selain itu, tarian Caci juga dianggap sebagai proses pendewasaan pemuda.Â
Meski bernuansa pertarungan, keunikan tarian ini justru terletak pada filosofinya yang menjunjung kedamaian dan semangat yang sportif. Tidak ada rasa dendam antara petarung akan hasil pertarungannya, melainkan saling berbagi semangat dan menghargai.Â
Jika hanya menimbulkan rasa benci, tentu tidak sesuai dengan kebiasaan bermasyarakat di NTT yang dikenal bersahabat dan ramah antar sesama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H