Mohon tunggu...
Sindy Aritonang
Sindy Aritonang Mohon Tunggu... Penulis - Aku menulis, maka Aku ada

Enjoying writing stuffs in my Fortress of Solitude..

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Biopori, Solusi Menabung dan Mendaur Air Hujan di Lahan Jakarta

11 September 2019   23:21 Diperbarui: 14 September 2019   14:59 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menabung Air.

Kalimat tersebut mungkin cukup membingungkan, mungkin bahkan terdengar lucu bagi masyarakat awam.


Bagaimana tidak? Sebagian besar masyarakat, terlebih masyarakat Jakarta lebih familiar menabung uang, ketimbang menabung komponen alam, penyokong segala kebutuhan mahkluk hidup ini.
Tidak perlu berbasa-basi berbicara tentang data saintifik, atau mengutip kalkulasi sumber berita hanya untuk menyadari seberapa pentingnya air dalam hidup kita. Jawabannya sederhana, kita sebagai mahkluk hidup selalu membutuhkan air. Banyak maupun sedikit. Terlebih di Jakarta.


Jakarta memang sudah memiliki problem lama terkait isu air, mulai dari problem banjir, hingga problem ketersediaan pasokan air bersih dimana sebagian besar masyarakat bahkan sudah terbiasa membeli air untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Kondisi lahan Jakarta memang sudah didominasi oleh bangunan. Aspal hampir menutupi seluruh tanah Jakarta. Seakan tak mengizinkan air meresap dan merayap di celah-celah lapisan tanah. Ketika hujan tiba dengan tak terduga jumlahnya, air pun hanya bisa tergenang tanpa manfaat. Padahal hujan tersebut bisa menjadi salah satu upaya menjaga ketersediaan air untuk masa depan.

Air Bersih: Antara Hak dan Kewajiban


Mengembalikan daur air di tanah Jakarta memang bukan perkara yang mudah dan cepat. Butuh waktu yang cukup panjang, dan upaya yang konsisten dari tiap lapisan masyarakat. Banyak cara yang dilakukan pemerintah daerah dan warga yang memiliki perhatian khusus terhadap problem ini. namun bukan berarti masyarakat tidak bisa mengambil peran secara akar rumput untuk membantu mengatasi problem bersama ini.


Setiap warga masyarakat mempunyai hak dan kewajiban terhadap air bersih. Dibutuhkan keseimbangan antara hak dan kewajiban perihal pemanfaatan air. Caranya dengan memanfaatkan air bersih disertai pelaksanaan tanggung jawab dalam menjaga ketersediaan air bersih.

Sering kita tak acuh pada fakta bahwa ketersediaan air bersih selalu berkaitan dengan daur air atau hidrologi. Daur air adalah salah satu daur biogeokimia yang terjadi di bumi ini. Daur air adalah daur pergerakan air melalui tiga fase (gas, cair dan padat) di dalam empat lapisan bumi yakni atmosfer, litosfer, hidrosfer dan biosfer. Daur air memiliki banyak manfaat yaitu mengatur suhu lingkungan, mengatur perubahan cuaca, menciptakan hujan, dan menciptakan keseimbangan dalam biosfer bumi.


Adapun dalam daur air ini, air melalui tujuh proses yang berjalan secara sistematis dan beraturan. Ketujuh proses tersebut meliputi evaporasi, transpirasi, sublimasi, kondensasi, pengendapan, limpasan (run off), dan infiltrasi.
Secara singkat, tujuh proses daur air tersebut menyebabkan air bergerak meninggalkan tanah ke udara. Selanjutnya, air turun lagi ke tanah dalam bentuk air hujan. Air yang turun ke tanah ini ada yang masuk ke sungai. Aliran air di sungai ini akan terkumpul kembali di laut. Selain masuk ke sungai dan mengalir ke laut, ada juga air yang tergenang membentuk danau.


Air yang turun ke tanah ada yang masuk dan bergerak ke dalam tanah melalui celah-celah dan pori-pori tanah serta batuan. Air yang masuk ke dalam tanah ini kemudian menjadi air cadangan (sumber air). 

Proses ini yang dinamakan dengan Infiltrasi. Problem ketersediaan air bersih dalam tanah terkait dengan proses Infiltrasi tersebut. Menabung air bisa diartikan dengan bagaimana cara kita mengusahakan air bisa terserap di dalam tanah.


Masyarakat sebagai pengguna air, pun berkewajiban untuk memperhatikan keberlangsungan daur air yang berdampak pada ketersediaan air. Untuk itu, masyarakat memerlukan teknik yang tepat agar mereka pun dapat menabung air di dalam lapisan tanah Jakarta secara efisien. Salah satu alternatifnya ialah pembuatan Biopori.

Menilik Biopori sebagai Alternatif


Jakarta menghadapi tiga isu yang cukup menjadi problem bagi masyarakatnya, yaitu: Air bersih, Sampah, dan Banjir. Biopori bisa jadi alternatif yang sesuai dalam membantu mengendalikan problem tersebut. Biopori adalah teknologi alternatif dan sederhana untuk penyerapan air hujan. Selain sebagai resapan air, biopori juga berguna sebagai pengolah sampah rumah tangga yang dapat diterapkan di lahan pemukiman perkotaan yg sempit.


Biopori adalah lubang silindris yang dibuat secara vertikal ke dalam tanah. Tidak perlu halaman yang luas untuk membuat biopori. Biopori dapat dibuat di rumah yang halamannya terbatas karena ukuran diameternya hanya sekitar 10 cm, dan dengan kedalaman 80-100 cm. Bahkan bisa dilakukan di bangunan-bangunan modern yang halamannya telah di beton atau di semen. Tentu saja harus ada pengorbanan yang dilakukan, yaitu dengan melakukan pelubangan terhadap beton dan semen.


Di dalam lubang biopori, masyarakat dapat membuang sampah organiknya. Sampah-sampah organik yang dimasukkan ke dalamnya untuk memancing binatang-binatang, semut, cacing atau rayap masuk. Sampah yang membusuk nantinya, akan menjadi tempat bagi biota tanah tersebut untuk menggemburkan tanah, dan mengembalikan unsur hara. Kemudian akan terbentuk lubang-lubang kecil yang terjadi karena aktivitas organisme. Lubang-lubang itu akan terisi udara dan menjadi tempat serapan air di dalam tanah yang bisa memperlancar jalur air yang meresap. Dalam proses alami, biopori adalah tempat lewatan aktivitas biota tanah seperti akar, cacing, atau semut yang akan membentuk lubang di dalam tanah.


Air hujan yang tertampung dalam biopori ini nantinya dapat "tersimpan" ke dalam lapisan tanah dan menambah jumlah cadangan air tanah di daerah itu, alih-alih menggenang di jalan.

Epilog: Tak ada yang sia-sia dari limpahan air hujan


Tidak ada salahnya berdamai dengan hujan deras. Tidak perlu ada rasa was-was ketika ia datang tanpa kita duga. Masyarakat yang dapat mengelolanya dengan baik, dapat mengubah air hujan menjadi lebih bermanfaat dari sekedar penghalau debu jalan raya.


Penulis ingin menyasar potensi air hujan untuk mengisi pundi-pundi air tanah di masa depan. Bagaimanapun canggihnya penemuan teknologi komunikasi informasi, tidak dapat menggantikan kebutuhan kita terhadap air bersih.

Air hujan bukanlah hal yang datang secara sia-sia. Air hujan bisa menjadi suatu pemberi manfaat apabila kita melihatnya dalam perspektif yang berbeda. Program menabung air hujan menjadi salah satu contoh dari sisi positif dari limpahan air hujan sebagai sumber daya alam.

Pemerintah provinsi DKI Jakarta sendiri sudah memulai gerakan menabung air hujan dengan dibangunnya sumber drainase vertikal dimana air hujan dimasukkan ke dalam tanah. Terhitung tanggal 31 Maret 2019, semua gedung pemprov tak boleh lagi mengalirkan air hujan keluar wilayahnya (zero run off) dan air hujan masuk di tanahnya sendiri.

Langkah ini tentu bisa menjadi referensi masyarakat untuk dapat dicontoh, sekaligus sebagai sarana edukasi. Di sisi yang sama, biopori pun bisa menjadi alternatif pendamping drainase vertikal. Dengan penerapan penggunaan Biopori di lingkungan tempat tinggal masing-masing warga diharapkan dapat menumbuhkan rasa peran serta masyarakat dalam menjaga pemakaian air secara bijak, serta kembali menghidupkan daur air yang sempat terganggu.

Sumber Referensi:
https://zerowaste.id/waste/membuat-lubang-resapan-biopori/
https://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/pn5cd2366/anies-akan-gencarkan-gerakan-menabung-air-hujan-di-jakarta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun