Mohon tunggu...
Isna Puryanta
Isna Puryanta Mohon Tunggu... -

Barangkali, sayalah guru gagal itu. Gagal setia pada keadaan menjadi suruhan pelaksanaan kebijakan. Gagal paham dengan arah kejujuran pendidikan. Dan gagal berpasrah pada buruknya keadaan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Redaksional itu Penting

28 Desember 2012   01:07 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:56 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tajamnya pena bisa lebih tajam dari pedang, begitu kira-kira bnyi sebuah pepatah. Untuk sekarang, mungkin bisa berganti menjadi “Tajamnya keybord lapi lebih tajam dari pedang”. Apapun, yang jelas, hal itu dimaksudkan untuk mengatakan bahwa tulisan bisa mengalahkan tajamnya pedang. Oleh karena itu, butuh kehati-hatian dalam menulis.

Tulisan bisa membangun diri sendiri dan orang lain. Namun, bila tidak hati-hati, tulisan bisa menghancurkan diri sendiri maupun orang lain. Minimal, tulisan bisa membuat penulisnya terjebak dalam persoalan yang berlarut-larut dan secara tragis menghancurkan harga dirinya.

Seperti yang baru saja terjadi di blog keroyokan ini. Seorang member menuliskan sebah berita yang cukup menohok, berjudul “Mayat Bayi Cantik di Pelukan Ibunya”. Tulisan itu dimuat pada 27/12/2012 kemarin. Mengisahkan bahwa sang penulis ketika dalam perjalanan dengan KA menuju ke suatu daerah, menemui kejadian yang sangat mengharukan. Di sebelahnya, seorang ibu menggendong bayinya. Anehnya, ketika kereta mulai sesak, bayi itu tetap saja tenang tanpa terusik. Singkat kata, sang penulis mempertanyakan hal itu kepada ibu tersebut. Jawabannya sungguh mencengangkan karena ternyata bayi yang dalam gendongannya sudah meninggal dunia.Berhubung si ibu itu hanya seorang pemulung, maka ia terpaksa membawa bayinya dengan cara seperti itu karena tidak kuat menyewa ambulans.

Sontak tulisan itu menyengat emosi pembaca,termasuk saya. Apalagi, di sebelah sana ada tokoh pemimpin yang sedang bersuka bahagia menyambut kelahiran cucu keduanya dengan segala kesempurnaannya. Berbagai ratapan,doa, bahkan hujatan muncul dari segenap pembaca. Banyak pula yang menilai kisah itu inspiratif. Dan sang penulis begitu menikmati pujian yang dilayangkan oleh pembacanya.

Akan tetapi,ada yang aneh. Meski banyak yang merating bagus dan menyebarkankan berita itu, termasuk saya, toh tulisan itu tidak juga masuk HL ataupun trending topic. Maka mulailah bermunculan komentar yang mempertanyakan kebenaran berita tersebut. Sampai kemudian ada pembaca yang memberikan link tulisan senada tapi sudah terjadi beberapa waktu lalu.

Waktu terus berjalan, dan kemudian admin blog tersebut menghapus tulisan tersebut sambil mengeluarkan pernyataan bahwa member dilarang menuliskan kembali sebuah tulisan yang pernah dituliskan. Maka, terbukalah semuanya. Apalagi kemudian, sang penulis mengakui bahwa kisah yang dituliskannya memang dialaminya sendiri, tetapi memang terjadi sudah beberapa waktu yang lalu. Lantas di mana persoalannya?

Kalau kita membaca tulisan itu, sangat terasa bahwa kisah itu terjadi baru-baru saja. Aktual, istilahnya. Rupanya, entah sengaja atau tidakada persoalan redaksional yang kurang tepat dalam tulisan tersebut. Hal ini membuat pembaca terbawa pada pemahaman bahwa kisah itu terjadi baru-baru saja. Ini lepas dari kemungkinan bahwa sang penulis sengaja melakukannya demi meraih popularitas dari tulisannya.

Barangkali, dari kasus ini kita bisa belajar untuk selalu memperhatikan redaksional tulisan kita. Bagaimana agar tulisan mampu menghadirkan pesan yang sesuai dengan keadaan sebenarnya sehingga pembaca tidak terjebak pada pemahaman yang salah. Dan satu hal lagi, menulis memang bisa membuat kita populer, namun sangat penting meraih kepopuleran dengan cara yang bermartabat. Salam!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun