Mohon tunggu...
Isna Puryanta
Isna Puryanta Mohon Tunggu... -

Barangkali, sayalah guru gagal itu. Gagal setia pada keadaan menjadi suruhan pelaksanaan kebijakan. Gagal paham dengan arah kejujuran pendidikan. Dan gagal berpasrah pada buruknya keadaan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Guru Katrok?

16 Maret 2012   13:23 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:57 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Menjelang pukul sebelas siang, ada seorang ibu datang ke sekolah.

“Pak, mau bertemu Kepala Sekolah, ruangannya di mana, ya?”, tanya ibu itu. Saya yang kebetulan sedang duduk-duduk di bangku guru piket sambil asyik mencari sambungan wi-fi gratis dari sebelah segera beranjak.

“Mari, Bu!”, saya antar ibu itu ke Kepala Sekolah.

Setengah jam berlalu, tiba-tiba saya dipanggil Kepala Sekolah. Beliau mengirim SMS ke ponsel saya.

“Pak, ke ruangan saya sebentar!”

Tanpa menjawab saya langsung bergegas menuju ke sana. Maklum jarak saya duduk dengan ruangan Kepala Sekolah hanya sekitar tiga meter.

“Ibu memanggil saya?”, tanya saya begitu sampai ruangan.

“Iya, sini Pak!”

“Nah, Bu, ini Bapak Guru yang saya bilang tadi. Beliau salah satu guru kami yang aktif menggunakan internet dalam pelajaran. Bahkan tidak hanya itu, beliau juga aktif menulis di beberapa website!”, demikian Kepala Sekolah saya menjelaskan kepada ibu itu.

Ibu itu terlihat manggut-manggut.

“Coba Bapak tunjukkan bagaimana caranya pembelajaran dengan internet, Pak!”

Saya segera mengambil netbook saya. Saya tunjukkan grup facebook anak-anak, tulisan anak-anak di berbagai blog, dan tak lupa saya jelaskan betapa interaksi saya dengan anak-anak di sosmed begitu intens dan menyenangkan.

“Baiklah, saya mantab kalau begitu!”, kata ibu itu begitu saya selesai menunjukkan semuanya.

“Cukup, Bu?”, tanya saya kepada Kepala Sekolah.

“Oke, silakan diteruskan berburu online-nya!”, kata Kepala Sekolah sambil tersenyum.

Tak lama setelah ibu itu pergi, Kepala Sekolah mendatangi saya.

“Ada-ada saja, Pak, masak mau mendaftarkan anaknya di sini pakai tanya di sini gurunya katrok-katrok tidak?”, tanpa saya minta Kepala Sekolah menyampaikan apa yang ditanyakan ibu tadi.

“Ha..ha..ha.....tapi penting lho, Bu, saya merasakan kok anak saya gurunya katrok. Lha itu, waktu ada ‘Landak bertelur’?”

“Oh, yang Bapak tulis waktu itu? Lah, itu beneran, to?”

“Ya, Ibu ini, dikira bohong?”

“Saya pikir pintar-pintarnya Bapak saja!”

“Kok bisa?”

“Kan, kata anak-anak Bapak suka ngarang!”

He..he..he.. saya meringis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun