Mohon tunggu...
Ir. Sukmadji Indro Tjahyono
Ir. Sukmadji Indro Tjahyono Mohon Tunggu... Ilmuwan - Pengamat Sosial, Politik, dan Militer

Eksponen Gerakan Mahasiswa Angkatan 1977-1978 dan Pengarah Jaringan Aktivis Lintas Angkatan (JALA). Menempuh pendidikan di Institut Teknologi Bandung (ITB) dan menjadi Presidium Pejabat Ketua Dewan Mahasiswa ITB pada 1977. Selama berkuliah, aktif dalam gerakan mahasiswa serta ditahan dan diadili pada 1978. Dalam pengadilan, ia menuliskan pleidoi legendarisnya, berjudul Indonesia di Bawah Sepatu Lars. Pernah menjabat Staf Ahli Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Bidang IPTEK dan Lingkungan Hidup (2000). Sampai saat ini, Indro aktif dalam organisasi lingkungan hidup (SKEPHI) yang peduli dengan kelestarian hutan dan sumber daya air. Di samping itu, berminat dengan isu Hak Asasi Manusia, sosial, politik, dan militer.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kado Tragis Hari Tani Nasional: Impor Beras Petani Asing

23 September 2015   13:43 Diperbarui: 23 September 2015   14:03 444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keberadaan Badan Urusan Logistik (Bulog) sebagai super body sangat strategis dalam hal ini, tetapi syaratnya harus steril dari intervensi kepentingan kartel pangan. Kedua, Bulog dibebaskan dari kapitalisme birokrat yang memanfaatkan kebijakan pemerintah dengan menunggangi upaya melakukan stabilisasi harga dan stok pangan. Jika Bulog tidak kredibel, maka mustahil kedaulatan pangan dapat terwujud.

Bulog Tampaknya Sudah Masuk Angin

Namun jika menganalisis diterbitkannya Inpres Nomor 5 Tahun 2015 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah, Bulog tampaknya sudah “masuk angin” dan sengaja mendisain satu mission imposible. Tujuannya jelas untuk menguras stock dan sebaliknya menahan pembelian gabah/beras dari petani dengan target akan dilakukan kembali impor beras dari petani asing. Salah satu indikasinya adalah lagi-lagi ditetapkannya harga tunggal untuk HPP (Harga Pembelian Pemerintah) dan bukan harga dasar dengan stratifikasi harga dan mutu beragam.

Hal ini menyebabkan penyerapan gabah hanya berkisar 13,61 persen dari target, sementara ada kesengajaan mengistirahatkan 90% dari 132 UB-PGB (Unit Bisnis Penggilingan Gabah Beras) dan melumpuhkan angkutan logistik yang diselenggarakan oleh PT Jasa Prima Logistik Bulog. Bulog juga memberikan restriksi persyaratan derajat sosoh dan butir menir yang sulit dipenuhi pengadaannya oleh pabrik-pabrik beras tradisional dan berskala kecil. Selain itu Bulog tidak membeli beras langsung ke petani, tetapi justru melalui mitra kerja-nya.

Keadaan inilah yang menggiring stok beras tinggal 50 – 60 ribu ton pada akhir tahun nanti. Padahal tahun sebelumnya, pada akhir tahun, Bulog bisa memiliki stok 1,4 juta ton. Aba-aba impor sudah diteriakkan pada pertemuan antara Kabulog, Wakil Presiden, dan Meneg BUMN beberapa hari lalu. Ini artinya peringatan Hari Tani Nasional 24 September 2015 lebih tepat jika dijadikan perayaan Hari Tani Asing.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun