Mohon tunggu...
Ir. Sukmadji Indro Tjahyono
Ir. Sukmadji Indro Tjahyono Mohon Tunggu... Ilmuwan - Pengamat Sosial, Politik, dan Militer

Eksponen Gerakan Mahasiswa Angkatan 1977-1978 dan Pengarah Jaringan Aktivis Lintas Angkatan (JALA). Menempuh pendidikan di Institut Teknologi Bandung (ITB) dan menjadi Presidium Pejabat Ketua Dewan Mahasiswa ITB pada 1977. Selama berkuliah, aktif dalam gerakan mahasiswa serta ditahan dan diadili pada 1978. Dalam pengadilan, ia menuliskan pleidoi legendarisnya, berjudul Indonesia di Bawah Sepatu Lars. Pernah menjabat Staf Ahli Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Bidang IPTEK dan Lingkungan Hidup (2000). Sampai saat ini, Indro aktif dalam organisasi lingkungan hidup (SKEPHI) yang peduli dengan kelestarian hutan dan sumber daya air. Di samping itu, berminat dengan isu Hak Asasi Manusia, sosial, politik, dan militer.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mafia Pangan Lebih Mengerikan Daripada Mafia Pelabuhan

22 September 2015   14:47 Diperbarui: 22 September 2015   15:17 575
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

SHUTTERSTOCK Ilustrasi

Gebrakan Menko Maritim Rizal Ramli untuk memberantas mafia pelabuhan bisa diberikan acungan jempol. Namun, “Mafia Pangan” tidak kalah mengerikan dibanding dengan “Mafia Pelabuhan”.  Usia kedua mafia itu sama saja. Tapi mafia pelabuhan tidak berpengaruh langsung terhadap kehidupan rakyat. Sementara mafia pangan bisa menimbulkan krisis pangan yang bermuara pada krisis politik.

Mafia pangan yang dimaksudkan sudah beroperasi sejak proses produksi pangan (on farm). Secara teknis, mereka bisa mempengaruhi biaya produksi dan stok pangan di tingkat petani. Para mafia pangan juga menguasai benih dan pupuk serta mengendalikan harga dan distribusinya. Permainan mafia pupuk sudah kita alami sebelumnya, sehingga menyulitkan para petani menyuburkan tanaman mereka.

Mafia pangan ini juga mengendalikan distribusi dan harga pangan seenaknya. Peristiwa yang berlangsung akhir akhir ini adalah ulah mafia daging yang mampu membuat harga daging melejit hingga 30 persen. Mafia daging yang sebelumnya bermain dalam impor daging sapi, saat ini menahan distribusi daging sapi dengan menyembunyikan 20.000 seekor sapi lebih di penampungan mereka.

Bahkan belum selesai daging sapi distabilkan harganya, harga cabe juga dipermainkan oleh mafia cabe . Harga cabe ini bisa naik 300 persen, sehingga mengganggu sistem kuliner masyarakat. Para mafia pangan ini tidak segan segan pula menggarap kebutuhan pangan pelengkap seperti jengkol dan bawang merah.

Beberapa hari terakhir mafia ayam ( ayam potong) juga menaikkan harga jual daging ayam, sehingga mengakibatkan 5000 penjual ayam di Jawa Barat mogok berjualan. Tindakan kejahatan para mafia pangan ini sudah sangat keterlaluan pada saat pemerintah tidak memiliki otoritas pangan yang bisa diandalkan. Apalagi jika pemerintah membiarkan mafia pangan ini mengangkangi badan pangan startegis seperti Bulog.

Para mafia pangan akhir akhir ini terlihat ingin menjajal kebijakan dan kewibawaan pemerintah dalam mewujudkan stabilitas pangan. Ulah mafia menggangu semua sektor pangan yang mempermainkan distribusi dan harga ayam, persediaan kedele untuk kebutuhan produksi tahu tempe juga dibuat langka. Semua ini adalah akibat dari pemerintah yang memandang sebelah mata urusan pangan.

Lebih lanjut, rencana untuk mendirikan Badan Pangan Nasional (BPN) sesuai dengan amanat undang undang pangan juga bertele tele. Apalagi terdengar adanya isu bahwa Badan Pangan Nasional akan dijadikan ajang untuk main mata dengan mafia pangan. Orang orang yang mengetahui konsep kedaulatan pangan juga semakin disisihkan dan dijauhkan dari urusan pangan.

Soal akurasi data juga menjadi simpul permainan para mafia pangan. Apalagi menilik adanya data-data yang tidak akurat soal stok pangan, khususnya beras, baik di masyarakat dan gudang. Kini para mafia beras bergerilya untuk menampung padi dan gabah petani, dengan harga di atas HPP yang ditetapkan Bulog. Berdasarkan investigasi yang dilakukan, pembelian yg di lakukan oleh mafia beras ini sudah di luar batas dan disinyalir terjadi juga tindak pencucian uang terjadi dalam pembelian stok pangan ini.

Akibatnya jika ini semua terjadi, maka harga beras akan meningkat lagi, dan bisa terjadi krisis beras di masyarakat, serta dampaknya petani tidak bisa berproduksi secara maksimal. Presiden Jokowi harus segera mencermati masalah ini. Kondisi sekarang ini diperkirakan merupakan ulah dari mafia beras agar pemerintah terus melakukan impor beras. Korupsi yang dihasilkan dari impor beras ini sangat besar, karena mark up harganya bisa sebesar 100 persen. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun