Informasi Buku:
Judul Buku : Dispensasi Perkawinan Dibawah Umur
Nama Pengarang: Dr. H. Khoirul Abror, M.H.
Nama Penerbit: DIVA Press - YogyakartaÂ
Tahun Terbit: 2019, Cetakan Pertama
Tebal Buku: 252 hlmn; 15, 5 x 24 cmÂ
ISBN 978-602-391-885-0
A.Latar Belakang
Pernikahan dini masih menjadi fenomena di negeri ini. Beberapa sumber menyebutkan bahwa angka perkawinan dini masih tinggi terjadi di Indonesia. Tingginya angka perkawinan dini di negeri ini disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya faktor budaya, faktor tradisi, faktor agama, faktor kemiskinan dan faktor pergaulan bebas. Memprihatinkan, faktor pergaulan bebas mendominasi terjadinya perkawinan di bawah umur di antara beberapa faktor tersebut. Tingginya angka pernikahan dini tersebut membuat kita prihatin, terlepas dari beberapa faktor dominan di atas. Keprihatinan inilah yang tampaknya ikut dirasakan oleh Mahkamah Konstitusi (MK), sehingga pada akhir tahun 2018 lalu menyatakan bahwa Indonesia darurat pernikahan anak. Oleh sebab itu, MK meminta DPR segera merevisi UU Perkawinan agar batasan minimal usia perkawinan dinaikkan. Pada tanggal 16 September 2019 lalu, DPR pun mengetuk palu adanya revisi UU Perkawinan, terutama mengenai batas minimal usia perkawinan bagi perempuan. Batas minimal usia perempuan dinilai masih diskriminatif karena terpaut 3 tahun lebih muda dibanding laki-laki yang batas usianya 19 tahun. Melalui penetapan tersebut, batas usia minimal perempuan menikah akhirnya disamakan dengan laki-laki, yaitu berusia minimal 19 tahun. Dispensasi perkawinan memang lahir untuk mengakomodir mereka yang ingin menikah sebelum memasuki batas usia minimal (dewasa) yang ditetapkan oleh Negara. Pengadilan akan melihat apakah syarat-syarat dan alasan untuk menikah dini dapat dilakukan sehingga mendapatkan izin dilakukannya sebuah perkawinan.
B.Isi Buku
Pada BAB 1, buku ini secara komprehensif membahas tentang perkawinan dalam konteks Islam dan hukum positif di Indonesia, dimulai dengan menjelaskan definisi perkawinan serta dasar hukumnya yang menjadi landasan bagi praktik perkawinan dalam masyarakat Muslim. Definisi perkawinan sebagai ikatan yang sah antara seorang pria dan seorang wanita dalam bingkai syariat Islam, bersamaan dengan rujukan kepada ayat-ayat Al-Quran dan hadis-hadis Nabi Muhammad SAW yang menjadi landasan utama hukum Islam. Selanjutnya, bab ini menguraikan syarat dan rukun perkawinan menurut perspektif Islam, yang meliputi ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi agar suatu perkawinan dianggap sah, seperti persetujuan kedua belah pihak, wali yang menjadi wakil wanita, mahar, serta saksi-saksi yang menyaksikan ijab dan qabul. Di samping itu, pembahasan juga mencakup aspek-aspek yang menjadi rukun perkawinan, seperti ijab dan qabul serta disertai dengan penjelasan mendalam mengenai implikasi hukumnya. Tidak hanya itu, bab ini juga menggali tujuan dan hikmah perkawinan dalam Islam, yang melampaui sekadar aspek fisik dan emosional, tetapi juga mencakup dimensi spiritual dan sosial. Perkawinan dipandang sebagai institusi yang dapat memberikan kebahagiaan dan kedamaian dalam membina rumah tangga serta menjadi landasan bagi pembentukan keluarga yang harmonis dan berkembang secara moral dan spiritual. Selanjutnya, bab ini menawarkan perbandingan yang mendalam antara perspektif Islam (fiqh) dan hukum positif di Indonesia terkait dengan perkawinan. Perbandingan ini mencakup perbedaan dan persamaan dalam pendekatan, syarat-syarat, serta implikasi hukum antara kedua sistem tersebut. Hal ini memungkinkan pembaca untuk memahami kompleksitas serta dinamika perkawinan dalam konteks hukum Indonesia yang mengakomodasi nilai-nilai agama dan kebutuhan masyarakat secara holistik. Dengan demikian, bab ini memberikan pemahaman yang mendalam dan menyeluruh mengenai perkawinan dalam perspektif Islam dan hukum positif di Indonesia, memberikan landasan yang kokoh bagi pembaca dalam memahami serta mengaplikasikan aturan-aturan yang berkaitan dengan institusi perkawinan.