Mohon tunggu...
sindirohliani
sindirohliani Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - pelajar

membaca

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Berdamai Dengan Takdir

21 November 2024   13:11 Diperbarui: 21 November 2024   13:29 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Lelaki tua itu tersenyum lagi, kali ini dengan senyuman yang lebih lebar. "Dengan menerima kenyataan bahwa kita bukanlah mesin yang tak pernah lelah. Dengan memberi ruang untuk istirahat, untuk bernafas. Dengan tidak menyalahkan dunia karena kita tidak mendapatkan apa yang kita inginkan, tapi lebih kepada menerima dan berusaha untk terus bangkit. Ketika kamu menerima bahwa kelemahanmu adalah bagian dari dirimu, kamu akan lebih kuat untuk melawan."

Ardi terdiam, merenung. Kata-kata lelaki tua itu begitu sederhana, tapi terasa sangat dalam. Ia merasa selama ini dirinya selalu menganggap dunia sebagai musuh, padahal yang ia lawan sesungguhnya adalah dirinya sendiri kelemahannya, ketakutannya, rasa tidak cukup yang selalu menghantuinya.

Hari-hari berikutnya, Ardi mencoba untuk tidak terlalu keras pada dirinya. Ia mulai menulis jurnal, menuliskan segala perasaan dan keluhannya. Ia mulai belajar untuk memberi diri ruang untuk bersantai dan mengingat kembali mengapa ia memulai perjuangannya bukan hanya untuk mencapai tujuan, tetapi untuk menjadi lebih baik di setiap langkah, meskipun dunia tidak selalu berpihak padanya.

Suatu hari, saat beristirahat di sebuah taman, Ardi bertemu lagi dengan lelaki tua itu. Kali ini, Ardi tersenyum lebar, senyum yang penuh makna. "Pak, terima kasih. Aku sudah mulai mengerti."

Lelaki tua itu mengangguk. "Ingat, dunia memang tidak selalu adil. Tapi kita memiliki kekuatan untuk memilih bagaimana kita meresponsnya. Dunia bisa jahat, tapi jangan biarkan kelemahan kita menjadikan kita lebih lemah."

Ardi mengangguk, kali ini dengan penuh keyakinan. Ia tahu, jalan hidup tak akan pernah mudah, tapi ia akan lebih kuat menghadapinya, tidak karena dunia berubah, tapi karena ia mulai belajar untuk tidak merasa terlalu lemah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun