Mohon tunggu...
sindirohliani
sindirohliani Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - pelajar

membaca

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Berdamai Dengan Takdir

21 November 2024   13:11 Diperbarui: 21 November 2024   13:29 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di sebuah kota yang ramai , di antara gedung-gedung tinggi dan jalanan yang padat, hidup seorang pria muda bernama Ardi. Ia bekerja sebagai seorang karyawan kantoran yang setiap hari terjebak dalam rutinitas monoton. Pagi-pagi, ia sudah berdiri di depan pintu rumah, menunggu angkutan umum yang selalu penuh sesak. Tidak jarang ia harus berdiri selama perjalanan panjang menuju kantor.

Satu hal yang selalu mengganggu pikirannya adalah ketidakadilan yang ia rasakan setiap hari. Ia melihat orang-orang kaya dengan mudahnya mendapat semua yang mereka inginkan, sementara ia seorang pekerja keras dan terjatuh dalam hidup yang terasa penuh perjuangan dan beban. Setiap hari, ia merasa semakin lelah, semakin kesal.

Suatu sore, setelah pulang kerja, Ardi berhenti di sebuah warung kopi kecil. Di sana, seorang lelaki tua duduk sendirian, mengenakan pakaian lusuh dan topi yang tampaknya sudah lama tidak dicuci. Ardi tak sengaja duduk di meja yang sama, dan mereka pun berbincang.

"Anak muda, kamu tampaknya lelah sekali," kata lelaki tua itu sambil mengisap rokoknya. "Apa yang membuatmu begitu letih?"

Ardi menghela napas panjang. "Dunia ini memang jahat, Pak. Tidak adil. Ada orang yang hidupnya enak, punya segalanya, sementara kita yang bekerja keras justru terus-menerus dihimpit kesulitan. Apa salah kami? Kenapa selalu terasa ada yang menghalangi jalan kami?"

Lelaki tua itu tersenyum, senyum yang lembut namun penuh makna. "Anak muda, kamu benar, dunia ini memang penuh ketidakadilan. Tidak semua orang diperlakukan dengan adil. Tetapi, kamu tahu apa yang lebih jahat dari dunia ini?"

Ardi mengernyit. "Apa itu, Pak?"

"Ketika kita menyerah karena merasa lemah," jawab lelaki tua itu. "Dunia bisa jadi kejam, memang. Tapi yang membuat kita benar-benar terhimpit adalah perasaan kita bahwa kita tidak bisa menghadapinya."

Ardi terdiam, tidak mengerti sepenuhnya. "Maksud Bapak?"

Lelaki tua itu menatap Ardi dalam-dalam. "Coba kamu lihat aku. Aku mungkin tidak punya banyak harta, tapi aku hidup dengan prinsip bahwa setiap kesulitan adalah ujian untuk membuat kita lebih kuat. Aku sudah melalui banyak hal dalam hidupku kehilangan, kegagalan, kemiskinan tapi aku tidak membiarkan itu membuatku kalah. Dunia ini tidak memberi kita banyak pilihan, anak muda, tetapi kita bisa memilih bagaimana kita bereaksi terhadapnya. Kekuatan itu ada dalam diri kita, bukan di luar sana."

Ardi terdiam, mencerna kata-kata lelaki tua itu. Untuk pertama kalinya dalam beberapa waktu, ia merasa ada secercah cahaya di ujung jalan. "Tapi, bagaimana kita bisa merasa cukup kuat untuk menghadapinya? Aku merasa selalu lelah, Pak."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun