Monumen Pancasila Sakti dipersembahkan bagi 7 Pahlawan revolusi  korban kebiadaban gerakan 30 September PKI yang mencoba menghianati Pancasila yang sah.
"cita-cita perjuangan  kami untuk menegakan  kemurnian pancasila  tidak  mungkin  dipatahkan hanya dengan mengubur kami dalam sumur ini" Lubang Buaya, 01 Oktober 1965
Peristiwa penganiayaan  ini terjadi pada tanggal 13 Januari 1965 sekitar subuh di desa kaligoro yang terletak tidak  jauh dari kota kediri, ribuan orang-orang PKI menyerbu tempat cleaning center pelajar islam Indonesia kecuali melakukan pemukulan terhadap seorang kiyai dan beberapa orang guru mereka menginjak-nginjak kitab suci al-quran.
Dua hari kemudian pada tanggal 15 Januari 1965 di suatu desa juga di kediri ribuan  orang-orang PKI menyerang petani sudarno dengan dalih sengketa sawah. kepala desa yang mencoba meleraikan dan menngahi tidak luput pula dari pengeroyokan dan penganiayaan.Â
pada tahun yang sama di sumatra utara terjadi aksi sepihak PKI yang dikenal sebagai peristiwa betsi. dalam peristiwa ini seorang petugas peltu sujono tewas karena dikroyok dan dianiaya. Â aksi-aksi sepihak yang didalangi PKI Â ini juga terjadi di indramayu Boyolali Klaten dan berbagai tempat lainnya di Indonesia.
Sejak D.N. Aidit terpilih menjadi  ketua PKI tahun 1951, ia dengan cepat membangun kembali PKI yang porak-poranda akibat kegagalan pemberontakan tahun 1948.  usaha yang dilakukan D.N. Aidit berhasil dengan baik, sehingga dalam pemilihan umum tahun 1955, PKI berhasil meraih dukungan rakyat dan menempatkan diri menjadi satu dari empat besar di Indonesia, yaitu PNI, Masyumi, dan NU.
Tampaknya PKI berkeinginan merebut kekuasaan melalui parlemen pada masa Demokrasi Terpimpin.
pimpian PKI menetapkan bahwa gerakan 30 September 1965 secara fisik dilakukan dengan kekuatan militer yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Untung.  sebagai pemimpin dari Gerakan 30 September 1965, letnan kolonel untung  mengambil suatu keputusan dan memerintahkan kepada seluruh anggota gerakan untuk siap dan mulai bergerak pada dini hari 01 oktober 1965. pada dini hari itu mereka melakukan serangkaian penculikan dan pembunuhan terhadap 6 perwira tinggi dan seorang perwira pertama dari AD. Mereka dibawa ke Lubang Buaya yang terletak  di sebelah selatan pangkalan udara utama Halim Perdana Kusuma. selanjutnya para korban itu dimasukan ke dalam satu sumur tua, kemudian ditimbun dengan sampah dan tanah.
ketujuh korban dari TNI-AD adalah sebagai berikut:
1. letnan jenderal ahmad Yani
2. Mayor Jenderal R.SoepraptoÂ
3. Mayor Jenderal Haryono Mas Tirtodarmo
4. Mayor Jenderal Suwondo Parman
5. Brigadir Jenderal Donald Izacus Panjaitan
6. Brigadir Jenderal Soetojo Siswomiharjo
7. Letnan  Satu Pierre Andreas Tendean
dalam gerakan pembersihan ke kampung-kampung sekitar Lubang Buaya, Ajun  Brigadir Polisi (abriptu/kopral satu) sukitman yang sempat ditahan oleh regu penculik brigjen D.I. Panjaidtan berhasil meloloskan diri. kemudian pada tanggal 3 Oktober 1965 berhasil menemukan jenazah para perwira tinggi AD yang dikubrkan dalam sumur tua. pengangkatan jenazah baru berhasil dilaksanakan pada tanggal 4 Oktober 1965 oleh anggota RPKAD dan KKOAL (marinir). seluruh jenazah dibawa ke RSPAD (sekarang RSPAD Subroto) untuk dibersihkan dan kemudian disemayamkan di Markas Besar Angkatan Darat. Keesokan Harinya bertepatan dengan hari ulang tahun ABRI tanggal 5 Oktober 1965,jenazah para perwira tinggi AD itu dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Mereka dianugerahi gelar Pahlawan Revolusi, serta diberi kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi, anumerta.
Â
 Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H