Mohon tunggu...
Sindi Lestari Ayu Febrianti
Sindi Lestari Ayu Febrianti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Jurusan Jurnalistik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mahasiswi semester dua yang tertarik pada bahasa dan sedang belajar menulis artikel.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Membangun Keselarasan Antara Adab dan Ilmu dalam Retorika Dakwah

26 Juni 2024   11:25 Diperbarui: 26 Juni 2024   11:46 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Syamsul Yakin dan Sindi Lestari Ayu Febrianti (Dosen retorika dan mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

Dalam retorika dakwah, penting untuk menyatukan adab dan ilmu. Retorika dakwah tidak hanya berhubungan dengan ilmu berdakwah secara efektif dan efisien, tetapi juga melibatkan aturan kesopanan, keramahan, dan budi pekerti yang agung. Meskipun dakwah dan retorika merupakan ilmu bebas nilai, namun tetap harus mempertimbangkan kebenaran dan implikasi yang terjadi. Oleh karena itu, adab yang bersumber dari ajaran agama dan budaya juga menjadi penting dalam retorika dakwah.

Dalam praktiknya, retorika dakwah tidak hanya berkaitan dengan ilmu berdakwah yang efektif dan menarik, tetapi juga melibatkan aturan kesopanan, keramahan, dan budi pekerti yang tinggi. Awalnya, dakwah bersifat subjektif, dogmatik, dan bernilai. Retorika juga berasal dari budaya dan sistem nilai tertentu. Namun, ketika retorika berkembang menjadi seni bertutur, pengetahuan, dan diakui sebagai ilmu, penting bagi retorika tersebut untuk diikat dengan adab. Adab harus dipadukan dengan budaya, seni, pengetahuan, dan ilmu manusia.

Hal yang sama berlaku untuk dakwah. Dakwah awalnya berdasarkan dogma atau ajaran agama, kemudian berkembang menjadi pengetahuan berdasarkan pengalaman yang belum teruji secara ilmiah, dan akhirnya menjadi ilmu dakwah. Namun, dakwah juga harus didampingi oleh adab. Dalam berdakwah, terdapat kesopanan, keramahan, dan budi pekerti yang melekat pada seorang dai.

Memadukan adab dan ilmu dalam retorika dakwah memiliki dua tujuan. Pertama, untuk mencegah komodifikasi dakwah. Komodifikasi dakwah menjadikan dakwah sebagai komoditas atau barang dagangan. Dai yang berilmu dan beradab menolak komodifikasi dakwah. Kedua, memadukan ilmu adab dan ilmu dalam retorika dakwah akan membuat dai menjadi profesional dalam pengertian yang sebenarnya. Seorang dai profesional tidak hanya terkenal, memiliki manajer, atau harus dibayar, tetapi juga memiliki adab dan ilmu dalam berdakwah dan beretorika.

Seorang dai profesional tidak berarti tidak memiliki pekerjaan sebagai dai. Seorang dai dapat bekerja dalam bidang apa pun tanpa meninggalkan aspek profesionalisme. Makna sebenarnya dari menjadi dai profesional adalah menghayati sepenuh hati apa yang dikatakan dan mengamalkannya berdasarkan adab dan ilmu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun