Mohon tunggu...
Sindi Putri
Sindi Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pembelajar | Menulis Seadanya

Menuangkan pikiran dalam tulisan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Menu Hijau: Membangun Masa Depan Berkelanjutan pada Setiap Gigitan

4 Februari 2024   16:20 Diperbarui: 4 Februari 2024   16:35 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perubahan iklim dan keberlanjutan lingkungan menjadi isu yang mendesak. Bagaimana tidak ? Planet yang kita huni ini sedang dipertanyakan masa depannya, karena kerusakan lingkungan yang semakin menjadi-jadi. Keputusan sederhana yang dapat kita lakukan sebagai pribadi yang peduli terhadap isu tersebut yakni dapat dimulai dari makanan yang kita konsumsi sehari-hari, seperti yang kita tahu bahwa makanan adalah kebutuhan primer bagi semua makhluk hidup, khususnya adalah manusia. Kita tentu membutuhkan makanan sebagai asupan gizi dan energi untuk dapat melakukan aktivitas. Nah, berikut upaya apa yang dapat kita lakukan untuk ikut andil sebagai agen perubahan lingkungan hijau.

1) Memilih pangan lokal

Negara kita ini kaya akan pangan lokal seperti jagung, kentang, ubi jalar, porang, singkong, talas, gembili, sagu, sukun dan masih banyak lagi. Konsumsi pangan lokal ini akan mendorong pelestarian keanekaragaman hayati dan mendongkrak petani serta produsen lokal sehingga perekonomian juga dapat meningkat. Dimana pangan impor sendiri memiliki jarak yang lebih jauh, sehingga semakin banyak bahan bakar yang digunakan dalam transportasinya. Selain itu dengan memilih pangan lokal maka dapat mengurangi pula ketergantungan impor dari negara lain.

2) Memperbanyak konsumsi makanan dari sumber nabati

Makanan yang berasal dari sumber hewani menyumbang setidaknya 18% emisi gas rumah kaca, dikarenakan pada proses produksinya membutuhkan energi yang lebih besar dibandingkan dengan makanan dari sumber nabati. Energi tersebut digunakan untuk memproduksi pakan ternak, aktivitas peternakan yang meliputi penggunaan listrik dan peralatan kemudian biaya operasional serta terjadinya kondisi alih lahan menjadi pusat peternakan. Sementara jika pada produksi makanan sumber nabati jauh lebih efisien dan efektivitas waktu serta tenaga yang tinggi. Selain itu, pengonsumsian sumber nabati yang tinggi penting dilakukan untuk mendapatkan sumber zat besi, antioksidan, serat, vitamin dan mineral, terhindarkan dari risiko terkena obesitas, kanker dan jantung.

3) Menerapkan prinsip beli dan habiskan

Selalu habiskan produk makanan dan minuman yang kita beli. Batasi hanya ada dua pilihan yakni beli dan habiskan atau lebih baik tidak membeli. Berpegang pada prinsip ini akan mengurangi pemborosan dan pengelolaan yang lebih baik. Membeli produk apa yang benar-benar dibutuhkan dan menghabiskan sepenuhnya akan menghemat pengeluaran serta memastikan bahwa makanan atau minuman tidak terbuang sia-sia sehingga tidak terjadi penumpukan limbah. Alasan lainnya yakni sebagai apresiasi kepada mereka yang mengolah makanan dari hulu hingga ke hilir dan bentuk rasa syukur kita terhadap berkah yang Tuhan anugerahkan. Sungguh, boros itu tidaklah keren.

4) Membawa wadah sendiri ketika membeli

Persoalan makanan tak jauh-jauh dari cara penyajian dan pengemasannya, seperti halnya yang kita ketahui saat ini bahwasannya masih banyak sekali penjual mengemas barang jualannya dengan menggunakan bahan yang kurang ramah lingkungan misalnya plastik dan sterofoam. Kedua jenis bahan itu, populer sekali digunakan. Bahan pengemas yang sifatnya sustainable atau ramah lingkungan masih jarang sekali diproduksi di Indonesia dan kalaupun ada tentunya harganya jauh lebih mahal. Maka sebagai konsumen yang bijak kita bisa membawa wadah bekal atau minum sendiri ketika membeli makanan di luar. Mungkin hal ini masih sangat jarang dilakukan, akan tetapi mengapa kita tak mencoba ? Berawal dari diri sendiri saja dulu.

5) Melakukan pemilahan sampah dirumah

Coba kelola sendiri sampah kita sebelum membuangnya. Kita dapat mengkategorikan sampah tersebut dengan menggunakan warna kantong sampah yang berbeda, tergantung dengan jenisnya. Hijau untuk sampah organik, kuning untuk sampah an-organik, merah untuk limbah B3, biru untuk sampah daur ulang dan abu-abu untuk sampah residu. Miris bukan melihat kawasan sekitar tempat tinggal yang sampahnya menumpuk-numpuk, menimbulkan pencemaran udara berupa bau tak sedap, menurunkan estetika lingkungan, belum lagi bisa membuat banjir apabila dibuang sembarangan. Bayangkan saja, mereka yang bekerja di tempat pengelolaan sampah juga kewalahan apabila kita tidak mengklasifikannya dahulu. Entah harus berapa lama waktu yang digunakan untuk pemilahan, pengelolaan dan daur ulang sampah sebanyak itu. 

Itulah yang dapat ku bagikan dengan kalian, ingat kita hidup berdampingan dengan lingkungan ini. Maka dari itu, yuk ciptakan kepedulian pada setiap apa yang kita lakukan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun