Sebentar lagi kita akan memasuki bulan Mei. Bulan ini selalu menjadi momen penting bagi sepak bola selama bertahun-tahun.
Pada bulan Mei kompetisi domestik bersiap mengakhiri musim dan mendapatkan juaranya. Final turnamen mayor level klub juga digelar di bulan Mei. Rekor dan pencapaian terbaik dalam sepak bola kadang kita catat di bulan Mei.
Tapi pandemi Covid-19 telah merampas momentum Mei dari penggemar sepak bola. Sejak dua bulan terakhir, kita sudah tidak lagi melihat pertandingan sepak bola. Bahkan kita tidak sempat mengandai-andai bagaimana kelanjutan kompetisi yang tertunda.
Selama bertahun-tahun tatanan waktu sepak bola telah terbentuk. Beberapa peristiwa sejarah pernah berupaya menggesernya, tapi sepak bola mampu kembali tatanan waktu yang normal. Lalu bagaimana sepak bola kali ini bisa mengembalikan posisi waktunya?
Agustus hingga Mei adalah periode lazim sebuah kompetisi liga berjalan. Bagaimana pola waktu ini terbentuk?
Inggris adalah pelopornya. Sebagai negara yang menyempurnakan aturan sepak bola modern, Inggris dikenal revolusioner. Sebelum Liga Inggris dipertandingkan, FA Cup lebih dulu populer sekaligus menjadi turnamen tertua di dunia.
Menurut theleaguepaper.com pada 17 April 1988, sebuah rapat di Hotel Royal Manchester menyepakati terbentuknya Football League sebagai cikal bakal kompetisi liga di Inggris. 8 September 1988 menjadi kick off perdana liga yang beranggotakan 12 klub.
Masing-masing klub akan saling berhadapan dua kali secara home dan away. Pemenang pertandingan mendapat 2 poin, 1 poin untuk hasil imbang, dan 0 poin untuk yang kalah. Preston North End yang tidak tersentuh kekalahan menjadi juara Liga Inggris untuk pertama kalinya.
Tiap pertengahan bulan September, menjadi penanda bergulirnya musim baru. Bertambahnya jumlah peserta Liga Inggris membuat kompetisi dimulai lebih awal di bulan Agustus. Ini kemudian diikuti oleh kompetisi di negara-negara lain.
Peristiwa perang yang terjadi sejak Juli 1914 sempat memengaruhi kompetisi sepak bola di seluruh dunia. Perang yang melibatkan banyak negara yang kemudian disebut Perang Dunia I memaksa sepak bola berhenti sementara waktu.
Imperialis Britania yang terlibat perang membuat Liga Inggris harus dihentikan setelah menyelasaikan musim 1914/1915 secara penuh. Demikian juga dengan kompetisi di Perancis, Italia, dan seluruh negara yang berkonflik.
Di Inggris, liga kembali bergulir pada musim 1919/1920, atau empat tahun pasca jeda. Kalender sepak bola kembali seperti semula. 30 Agustus 1919 menjadi laga pembuka. Musim tersebut diakhiri 1 Mei 1920.
Peran FIFA sebagai induk sepak bola dunia juga turut memengaruhi kalender sepak bola dunia. Piala Dunia pertama yang digelar di Uruguay pada 1930 berlangsung 13-30 Juli. Gelaran Piala Dunia selanjutnya selalu dimulai Juni-Juli (kecuali Piala Dunia 1934 dimulai Mei). Sehingga kompetisi domestik di banyak negara dirampungkan sebelum bulan Juni, sebelum wakil terbaiknya dikirim ke Piala Dunia.
Perang Dunia II kemudian meletus di tahun 1939. Kali ini dampaknya terhadap kalender sepak bola lebih besar dibanding Perang Dunia I. Hampir semua aktivitas sepakbola di belahan dunia berhenti total selama lebih dari tujuh tahun.
Liga Inggris menghentikan kompetisi selama 1939-1946. 31 Agustus 1946 adalah pertandingan liga Inggris pertama sejak berakhirnya Perang Dunia II. Musim itu berjalan lancar dan berakhir di bulan Juni.
FIFA kemudian mengambil peran lebih banyak dalam mengatur kalender sepak bola dunia. FIFA menentukan kalender wajib internasional setiap musim.
Jika agenda wajib jatuh saat kompetisi domestik berjalan, maka klub wajib melepas pemain untuk bermain di pertandingan internasional. Oleh karena itu, penyelenggara liga domestik lalu mengatur jadwal kompetisi agar tidak berbenturan dengan jadwal pertandingan internasional.
Selain itu FIFA juga mengatur batas waktu pendaftaran pemain atau transfer window. Beberapa liga membuat jadwal dimulainya kompetisi mengikuti deadline transfer window.
Tapi tatanan waktu yang sudah paten bertahun-tahun itu terancam berantakan kali ini. Pandemi Covid-19 membuat liga di seluruh dunia berhenti.Â
Belum jelas bagaimana mengakhiri musim sekarang, penyelenggara liga sudah dipusingkan bagaimana memulai musim depan.
Kompetisi Eropa termasuk yang paling terdampak, dimana mayoritas kompetisi di Eropa berlangsung Agustus-Mei.
UEFA secara prinsip mengharuskan semua kompetisi di Eropa musim ini diselesaikan. Dilansir dari Radio Spanyol Cadena SER (14/4) Asosiasi Klub Eropa (ECA) telah sepakat dengan UEFA untuk menyelesaikan musim pada Agustus. Kompetisi domestik di Eropa akan selesai lebih dulu sebelum kompetisi UEFA berakhir.
Pertandingan akan dilakukan secara tertutup tanpa penonton dan mungkin digelar di tempat netral.
Tapi bagi kompetisi yang tidak memungkinkan untuk dilanjutkan maka UEFA memberi opsi penghentian kompetisi secara prematur dan menentukan hasilnya melalui sporting merit. Sporting merit adalah cara yang dilakukan oleh liga untuk menentukan hasil akhir kompetisi.
Setiap liga harus menentukan sendiri parameter sporting merit. Nantinya UEFA akan mempertimbangkan menerima atau menolak sporting merit yang diajukan oleh liga. Sporting merit juga digunakan untuk menentukan wakil liga di kompetisi Eropa musim berikutnya.
"Prosedur memilih klub harus berdasarkan prinsip-prinsip objektif, transparan dan tidak diskriminatif. Asosiasi dan liga nasional harus punya kemampuan untuk menentukan posisi akhir dalam kompetisi domestik mereka, dengan memperhatikan kondisi khusus," bunyi pernyataan UEFA di laman resminya.
Artinya penggemar sepak bola mungkin tidak lama lagi akan kembali menikmati pertandingan sepak bola. Tapi dengan atmosfer berbeda di stadion yang tanpa penonton. Atau bahkan akan kehilangan musim 2019/2020 lebih cepat jika liga-liga di dunia banyak yang memutuskan berhenti lebih awal.
Kita juga bisa membayangkan musim baru yang akan berlangsung tanpa jeda. Dan transfer window yang tidak banyak kejutan, karena waktu yang terbatas dan kas klub yang masih terpukul akibat dampak ekonomi penghentian kompetisi.
Momen wait and see seperti ini adalah kesempatan untuk mengeksplor semua kemungkinan yang bisa diambil untuk memperbaiki sepak bola.
Pandemi ini memberi pelajaran bagi regulator untuk menghadapi unsur ketidakpastian dalam sepak bola. Bukankah bola itu bundar, apapun bisa terjadi dalam sepak bola sebelum peluit akhir berbunyi
Semoga nantinya lahir regulasi yang fair jika suatu saat terjadi situasi darurat di sepak bola.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H