Mohon tunggu...
Sindi Darmawan Prasetyo
Sindi Darmawan Prasetyo Mohon Tunggu... Freelancer - Pembaca yang ingin menulis

Menulis sedikit tapi bermanfaat, karena memberi inspirasi lebih penting dari sekedar menjadi viral

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

VAR dan Tanggung Jawabnya dalam Mendewasakan Sepak Bola Indonesia

28 Februari 2020   17:17 Diperbarui: 1 Maret 2020   15:01 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : pixabay.com

Sepak bola Indonesia sedang dalam krisis kepemimpinan di atas lapangan. Wasit sebagai pemimpin pertandingan sedang kehilangan wibawa. Mulai dari kasus kerusuhan yang pecah akibat kontroversi kepemimpinan wasit hingga yang terakhir kasus pengaturan skor yang melibatkan komisi wasit, mencoreng citra wasit.

Bagaimanapun wasit tetaplah pemimpin pertandingan, segala keputusannya harus dihormati. Tapi apakah pemain dan suporter bisa bersikap dewasa dan layak menghormati setiap keputusan kontroversial? Di tengah pelaku sepak bola yang sedang belajar untuk dewasa, PSSI mengupayakan cara terbaik.

Beragam cara dilakukan PSSI untuk meningkatkan kualitas 'fair play' setiap pertandingan. Seperti yang dilakukan pada 2017. PSSI dan PT LIB mulai menggunakan wasit asing untuk memimpin laga-laga penutup Liga 1. Wasit dari Australia, Jepang, Iran dan Kyrgistan ditunjuk untuk memimpin empat laga terakhir klub-klub papan atas.

Itu dilakukan untuk menjaga independensi wasit dan menghindari kemungkinan terjadinya pengaturan skor jika menggunakan wasit lokal. Apalagi dalam fase krusial penentuan juara. 

Di satu sisi PSSI sedang kekurangan wasit lokal berkualitas, dimana hanya ada lima wasit yang berlisensi FIFA, yaitu Handri Kristianto, Oki Dwi Putra, Thoriq Alkatiri, Dwi Purba dan Hamim Tohari.

Di musim 2018 jasa wasit asing sudah tidak digunakan lagi. Sebagai gantinya PSSI merekrut tiga wasit asal Jepang untuk menjadi penasehat teknis di komisi wasit. Mereka bertugas menjadi instruktur untuk memberikan materi-materi pelatihan kepada wasit Indonesia.

Jika tingkat kualitas kepemimpinan wasit dinilai dari surat protes yang dilayangkan klub atas hasil pertandingan, maka PSSI mulai berhasil melakukan perbaikan. 

Dilansir dari Indosport (23/9/2019), pada musim 2017 terdapat lebih dari 10 surat protes dari klub, tapi di musim 2018 jumlahnya berkurang signifikan dengan hanya 3 surat protes. Tapi catatan negatifnya adalah masih tetap ada protes.

Menuju Sepak Bola 0 Kontroversi
Tapi PSSI tidak ingin berhenti sampai di situ. Semangat untuk mewujudkan sepak bola tanpa kontroversi terus digaungkan. Momentum kepengurusan PSSI baru di bawah M. Iriawan coba melanjutkan langkah tersebut.

Ide penggunaan teknologi Video Assistant Referee (VAR) mengemuka. PSSI bahkan telah membuat time line. VAR ditargetkan siap digunakan pada musim 2021.

Kita agak tertinggal, jika melihat apa yang sudah dilakukan Thailand dan Malaysia. Liga Thailand sudah lebih dulu menggunakan VAR sejak musim lalu, sedangkan Liga Malaysia musim ini sudah memulai penggunaan VAR dengan dukungan kerja sama dengan Iflix.

Tapi implementasi VAR memang butuh proses, terutama dalam mempersiapkan SDM. Para wasit akan menjalani pelatihan selama sembilan bulan. 

PSSI juga perlu menyiapkan anggaran yang cukup besar untuk infrastruktur VAR, agar bisa memastikan ketersediaan perangkat VAR pada setiap pertandingan. Untuk itu, bisa dimaklumi akan butuh waktu untuk melihat VAR ada di sepak bola kita.

Sejatinya yang diharapkan publik sepak bola bukan hanya sekedar VAR ada di tepi lapangan. Lebih dari itu, semua pihak berharap agar wasit bisa menggunakan VAR untuk membuat keputusan terbaik. Wasit jadi punya peluit ke dua di dalam monitor VAR. Praktik intervensi wasit akan semakin sedikit mendapat ruang. 

Suap kepada wasit tidak akan efektif karena keputusan wasit bisa dikoreksi oleh VAR. Jika dulu penggunaan wasit asing berhasil menjalankan misi mengurangi kontroversi, maka VAR di masa datang punya misi untuk menghilangkan semua kontroversi.

Harapan yang paling besar adalah agar semua pelaku sepak bola di Indonesia bisa menjadi lebih dewasa. Memahami kasus kerusuhan di masa lalu akibat tidak puas atas keputusan wasit adalah cara yang salah untuk alasan yang benar. Suporter, pemain bahkan semua pelaku sepak bola berhak mendapat keputusan terbaik dari wasit. 

Keputusan terbaik layak diapresiasi dengan sikap terbaik pula. Di saat itu kita akan menjadi suporter yang dewasa. Dan kalah atau menang dalam sepakbola adalah suatu kewajaran.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun