Mohon tunggu...
Aditya Sinatriya
Aditya Sinatriya Mohon Tunggu... -

suka menikmati tulisan Kompasianer ... belajar tentang hidup yang tak berkesudahan ... salam persahabatan untuk semua :)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Belajar ‘Halal’ dari Penjual Es Gula Aren

11 September 2013   11:47 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:03 436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_287305" align="aligncenter" width="500" caption="Es gula Aren. (Foto Pribadi)"][/caption]

Segar dan manis, itu rasa gula aren dagangan Pak Akuat di bawah tol jembatan Semanggi, Jakarta. Bapak yang memiliki tiga orang cucu ini, telah berjualan es sejak anaknya masih kecil-kecil.

“Seingat saya, saya jualan sejak anak dari anak saya ini masih sekolah di SD,” katanya kepada penulis saat mencoba segarnya es gula aren sembari rehat di teduhnya jembatan layang itu, beberapa hari lalu.

Wah berarti sudah puluhan tahun Akuat jualan gula aren. Waktu yang tidak sedikit. Fakta dari perjuangan keras Akuat untuk menghidupi keluarganya. Mungkin tak ada profesi lain yang bisa dilakoninya hingga Akuat menjalani profesi jualan es itu. Ia mengaku hanya pekerjaan ini yang dia kenal dan bisa lakukan. Ia bersyukur bahwa dengan menjual es gula aren ini, dapat menghidupi keluarganya.

1378874675353012958
1378874675353012958

Lalu berapa penghasilannya?

Akuat menuturkan bahwa setiap harinya rata-rata bisa memperoleh antara Rp. 100 ribu – Rp. 150 ribu. Tergantung cuaca. Segelas es gula arennya dia jual seharga Rp. 3000,- Tentunya kalau musim hujan penghasilannya akan menyusut. Namun ia selalu mensyukuri berapapun uang hasil jualannya yang berhasil dikumpulkan setiap harinya.

“Yang penting halal untuk menghidupi anak istri, Mas,” tuturnya.

Kata-kata sederhana, namun sangat berarti maknanya, ‘halal’. Kata yang semakin langka didengarkan orang. Mengingat berapa banyak orang-orang di sekitar kita yang masih mempunya sikap mental demikian. Banyak yang memburu uang dengan membabi buta, bahkan tak peduli lagi halal atau haram. Seakan hanya jargon ‘dapat duit banyak,’ tak peduli caranya, sudah menjadi kebanggaan di era gaya hidup hedonis ibukota.

Salut buat Pak Akuat yang tetap bersahaja, dan berusaha lurus hati diantara dunia yang semakin kental dengan ego manusia. Meski hidup pas-pasan Pak Akuat menikmati pekerjaannya dengan tulus senyuman. Pelajaran sederhana namun layak untuk kita renungkan.

Yah, begitu saja. Salam

[caption id="attachment_287309" align="aligncenter" width="500" caption="Pak Akuat sedang melayani pembelinya. (Foto pribadi)"]

13788747431280968062
13788747431280968062
[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun