Mohon tunggu...
Sinar RahayuPutri
Sinar RahayuPutri Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Menulis dan membaca untuk mengenal dunia

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Insomnia

16 November 2021   10:24 Diperbarui: 16 November 2021   10:30 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pukul sepuluh malam lebih lima belas menit aku sampai dirumah. Seperti yang sering bapak katakan kepadaku " Jangan langsung masuk ke rumah jika pulang larut malam". Mengingat hal itu, aku memilih duduk sebentar di kursi plastik yang ada di teras rumah sambil memainkan ponsel. Malam yang semakin larut dan udara yang semakin dingin membuat ku cepat beranjak memasuki rumah. Ku matikan ponsel dan cepat meraih gagang pintu. Belum sempat aku membuka pintu, terdengar langkah kaki yang berjalan mendekat dan membuat bulu kuduk berdiri. Tanpa menoleh aku langsung masuk kedalam rumah tanpa mengucapkan salam.

            Jantungku berdetak sangat kencang dan keringat dingin mengalir disela-sela rambut panjangku, bahkan kaki ku sampai lemas. Aku memang bukan seorang yang indigo tapi firasatku mengatakan bahwa suara orang berjalan itu jelas sekali bukan manusia, karena hanya ada aku seorang yang duduk diteras rumah. Bahkan sempat ku lihat dari pantulan kaca rumah ada seseorang yang berdiri beberapa meter di belakang ku.

            Ku balikkan badan untuk mengunci pintu, namun sayup-sayup terdengar lagi langkah kaki yang mendekat. Degup jantung yang mulai normal kembali berdetak kencang memacu hormon adrenalin. Seketika ku rasakan sebuah tangan perlahan menyentuh pundak yang membuat bulu kuduk ku berdiri lagi.

            " Aaaaakh!" Aku langsung berjongkok dan menutup mata. Ku yakin suara teriakan ku pasti membangunkan semua orang dirumah.  

            " Kak. Kamu kenapa teriak? Ini bapak"

            Perlahan ku buka mata dan menoleh kebelakang. Ku lihat bapak ikut berjongkok sambil memegang pundak ku. Raut wajahnya terlihat lelah dan khawatir.

            " Ada apa pak? Siapa yang teriak? " Ibu berlari kecil kearah kami dengan tatapan penuh tanya.

            Aku yang masih berusaha mengatur napas, perlahan berdiri dibantu bapak.

            " Nggak ada apa-apa bu" suara bapak menenangkan. " Tadi si kakak kaget makanya teriak" lanjut bapak.

            " Ibu kira ada apa. Kamu juga kenapa baru pulang jam segini kak?" ibu pertanya penuh selidik

            " Tadi masih ada rapat bu, sekalian dekor ruang untuk lomba besok "

            " Tapi lain kali kabarin bapak, biar nanti bapak jemput kamu " Aku hanya mengangguk mendengar perkataan bapak.

            " Ya sudah sekarang kamu istirahat, jangan lupa bersih-bersih dulu ya kak"

            " Iya pak" Aku pun berjalan ke kamar ku.

Melepaskan jaket dan ransel yang menjadi beban dipundak. Rasa lelah semakin terasa ketika aku selesai membersihkan diri dan berganti pakaian. Ku hempaskan tubuh keatas empuknya kasur yang sudah sedia menyambut. Perlahan ku tarik selimut untuk mengusir dingin yang semakin menusuk. Ingin rasanya segera tidur, tapi aku masih ingin berselancar didunia maya.

            Jam dinding menunjukkan pukul setengah dua belas, ku letakkan ponsel disamping bantal dan bersiap tidur. Suara jam dinding menjadi pengantar tidurku, tapi alih-alih berusaha tidur justru aku semakin terjaga. Berkali-kali ku ubah posisi tidur agar terasa nyaman, namun hasilnya nihil. Aku diserang insomnia.

            Kesal dengan insomnia yang menggangu akhirnya ku raih ponsel dan kembali bermain di dunia maya. Udara semakin dingin menusuk tulang, dan malam semakin larut tidak bisa menghilangkan insomnia, justru aku semakin terjaga. Suasana rumah pun semakin sepi, hanya suara dengkuran bapak dari kamar sebelah yang menemani.

            Rasa kantuk yang belum juga datang membuat ku semakin kesal. Ingin rasanya aku membuat segelas susu hangat, tapi membayangkan dapur yang gelap sudah membuat nyali ku ciut. Akhirnya ku paksakan diri untuk tertidur, menyetel alarm dan menarik selimut lebih dalam. Namun saat aku sudah mulai terlelap, sayup-sayup terdengar langkah kaki didepan pintu kamar ku. Mungkin itu ibu atau bapak yang lewat, pikirku dan kembali beranjak tidur.

            Aku terus mencoba berpikir positif dan berusaha melanjutkan tidur, tapi lagi-lagi aku mendengar suara langkah kaki didepan kamar. Awalnya hanya langkah pelan seperti orang berjalan pada umumnya, tapi semakin lama langkahnya terdengar semakin berat dan seperti sedang menyeret sesuatu.

            Srek.. Srek..

            Aku sangat yakin itu suara benda yang diseret atau benda yang digesek dengan kasar, tapi cepat-sepat ku alihkan pikiran dan berusaha memejamkan mata.

            Srek.. Srek..

            Suara itu semakin jelas terdengar dan seperti... mengarah padaku. Badanku mengigil, bukan karena dingin justru rasa takut yang tiba-tiba menjalar dengan cepat. Napasku seperti orang yang habis berlari ratusan meter, dan jantungku? Suara detaknya seperti memenuhi ruangan.

            Ku lafalkan segala doa yang ku bisa untuk mengusir rasa takut, terlebih lagi suara itu semakin terdengar jelas mendekat kearah ku. Dari celah kecil dibalik selimut ku intip sekitar, dan mataku tertuju pada daun pintu yang tertutup. Disana berdiri seorang wanita dengan baju putih lusuh, dan rambut panjangnya yang terurai berantakan. Dari ujung rambutnya yang basah menetes air, bukan lebih tepatnya seperti.. darah. Jari tangannya yang panjang seperti mencakar-cakar pintu kamarku, meninggalkan bekas dan noda darah.  

            Srek.. Srek.. Srek

            Suaranya gesekan kukunya terdengar seperti orang yang menyeret sesuatu, mungkinkah itu suara yang sebelumnya ku dengar? Badanku semakin menggigil, dan detak jantungku semakin tak beraturan. Sosok itu terus mencakar daun pintu kamar ku, dan setiap gesekan kuku dengan pintu menimbulkan suara yang membuat ku semakin merinding.

            Air mata ku menetes karena ketakutan, sebisa mungkin aku menahan suara agar tidak keluar. Ku intip lagi dari celah selimut, makhluk itu semakin cepat mencakar pintu hingga meninggalkan noda darah yang sangat banyak. Kuku makhluk itu sedikit demi sedikit terlepas dari jarinya, membuatku mual.

            Srek.. Srek.. Srek.. Srek

            Suara itu terus berulang dan semakin cepat, dan suara isak tangisku pun keluar. Entah karna mendengar suara tangis ku atau apa, tiba-tiba sosok itu berhenti mencakar pintu. Perlahan dia menoleh ke arahku, memperlihatkan wajahnya yang hancur berlumuran darah dengan satu mata yang hampir terlepas. Tatapan kami bertemu dan ia memperlihatkan senyum seringai dengan darah segar menetes dari mulutnya.

            Cepat-cepat ku pejamkan mata dan bersembunyi dibalik selimut. Lamat-lamat ku dengar langkah kaki yang diseret berjalan mendekatiku. Napasku semakin tak beraturan, detak jantung semakin cepat dan baju ku semakin basah karena keringat dingin yang mengalir deras.

            Srek.. Srek      

Langkah kaki itu semakin mendekat, semakin berat dan mendekat lalu tiba-tiba... hening. Kamarku menjadi hening, dan suara itu tidak lagi terdengar. Aku mengatur napasku perlahan, lega. Tapi kemudian tercium bau amis darah yang sangat menyengat hingga membuat ku mual. Dan rasanya selimutku semakin basah, seperti ada sesuatu yang menetes dari atas.

Perlahan ku buka celah kecil dari selimut untuk melihat sekitar. Tapi yang ku lihat justru sosok itu ada dihadapanku dengan senyum seringainya, dan bau amis darah yang sangat menyengat. Ingin rasanya berteriak tapi suara ku seperti tercekat ditenggorokan, yang ada hanya suara napas dari sosok dihadapanku. Dan gemeretuk giginya membuat ku semakin merinding.

Jari-jari runcing itu perlahan menyentuh rambutku. Ku pejamkan mata dan bersembunyi dibalik selimut. Berusaha menenangkan diri agar tidak diliputi rasa takut dan ku lafalkan segala doa yang pernah diajarkan bapak. Hingga akhirnya kamarku menjadi hening, lagi.

Ku tarik napas dan menghembuskan perlahan. Sebisa mungkin aku berusaha tenang meskipun jantung masih berdetak kencang. Baju ku semakin basah oleh keringat, juga rambut ku. Cukup lama aku bersembunyi dibalik selimut hingga akhirnya aku memberanikan diri kembali membuka celah kecil dari selimut untuk menghirup udara dan tentu saja memastikan keadaan sekitar.

Kamar ku kembali hening, dengkuran bapak dari kamar sebelah juga sudah tidak terdengar lagi. Dan disini aku benar-benar sendiri. Sosok menyeramkan itu juga sudah tidak menampakkan diri. Perlahan ku buka selimut yang menutupi seluruh tubuh. Ku hirup sebanyak mungkin udara segar agar perasaanku tenang.

Detak jantungku perlahan normal, juga napas ku sudah mulai beraturan. Perasaanku benar-benar sudah lebih tenang meskipun masih merasa was-was. Baju yang basah karena keringat membuatku tidak nyaman. Aku pun beranjak untuk mengganti pakaian. Namun, baru saja kaki ku menyentuh lantai, terdengar ada suara yang sangat keras mengetuk jendela kamarku.

Duk Duk Duk

Suara itu tidak seperti suara ketukan, tapi lebih mirip suara benda yang dibenturkan. Bulu kuduk ku kembali berdiri dan jantungku kembali berdetak sangat kencang. Tubuhku pun seperti membatu ditempat. Jendela kamar berada tepat dibelakangku. dan suara itu semakin keras menghantam jendela.

Ingin rasanya aku berlari keluar tapi sekujur tubuhku tidak bisa digerakkan. Badanku menggigil, aku ketakutan.

Duk Duk Duk

Suara itu semakin keras dan aku masih berdiam ditempat.

Duk Duk Duk Duk

Tubuhku semakin lemas dan napasku semakin cepat. Hingga akhirnya ku memberanikan diri untuk melihat kearah jendela. Dibawah lampu kamar yang temaram, ku lihat dengan jelas satu sosok yang dibalut dengan kain kafan lusuh berlumuran tanah dan darah sedang membenturkan kepalanya ke jendela. Wajahnya yang hitam seperti gosong, dan matanya.. makluk itu tidak memiliki mata, lubang matanya benar-benar bolong.  Seperti berusaha untuk masuk, pocong itu membenturkan kepalanya dan terlihat darah kental mengalir disela-sela ikatan kepalanya. Lagi-lagi suaraku tidak bisa keluar. Sedangkan sosok itu terus membenturkan kepalanya ke jendela.

Saat aku masih berusaha menggerakkan tubuhku, suara cakaran itu terdengar lagi dan terasa sangat dekat. Kaki ku seperti menginjak sesuatu yang basah. Dengan napas yang masih tersengal-sengal ku alihkan pandangan kebawah kaki, dan ku lihat sosok berbaju putih itu berjongkok dibawah sana dengan senyum seringainya. Darah mengalir dari mulut dan rambutnya, juga bau amis darah yang sangat menyengat membuatku mual.

Srek. Srek.. Srek..

Suara goresan kuku dan lantai itu terdengar sangat keras, dan darah yang menetes dari rambutnya juga semakin mengalir deras. Air mataku menetes, tubuhku menggigil. Dengan segenap tenaga ku gerakkan tubuh dan kaki ku untuk berlari keluar kamar. Namun, mataku justru bertatapan dengan sosok pocong diluar jendela yang masih membenturkan kepalanya.

Ketika hendak melangkah, kaki kanan ku ditarik oleh sosok berambut panjang itu hingga akhirnya aku terjatuh dan kepala ku membentur lantai dengan sangat keras, lalu kemudian semuanya gelap.

Cahaya matahari yang masuk kekamar membangunkan ku. Perlahan ku buka mata, dan melihat sekitar. Kepala ku terasa sangat sakit, juga sekujur tubuh. Di kamar aku benar-benar sendirian. Cepat-cepat ku tepis kejadian semalam yang membuat ku hampir mati ketakutan. Ku lirik jam dinding yang menunjukan pukul tujuh tepat, aku terlambat ke sekolah. Mungkin aku harus memberikan segudang alasan dari keterlambatanku, toh hari ini hanya ada event dan kegiatan belajar diliburkan.

Dengan sedikit tertatih aku berdiri, tidak terdengar suara bapak atau ibu yang biasanya sangat kencang membangunkan ku. Mungkin bapak sudah berangkat kerja sambil mengantar adikku ke sekolah, dan ibu mungkin sedang ke warung membeli sayur. Aku berusaha berpikiran positif meskipun sekarang sedang sendirian dirumah.

Perlahan aku beranjak ke dapur untuk mengambil minum, tidak lupa aku membawa ponsel,  berjaga-jaga jika teman ku menelpon. Ketika aku hendak menuangkan air, terdengar suara ponsel  berdering dan tertulis nama bapak disana. Biasanya bapak menelpon karena ada hal yang mendesak.

" Halo pak, ada apa?" tanyaku

" Halo kak, ini aku Asri" Suara diseberang sana ternyata adikku.

" Kenapa? Kok tumben kamu nelpon dari hp bapak?"

" Hp ku nggak ada sinyal"

Aku semakin penasaran, karena tidak biasanya ponsel adikku tidak ada sinyal apalagi ditengah kota.

" Iya, kemarin mau ngabarin kalo aku, ibu sama bapak pergi ke rumah bibi di kampung. Karena kemarin dapat kabar kalo nenek meninggal. Baru bisa ngabarin kakak sekarang karena aku lagi diluar, maaf ya kak" Adikku menjelaskan panjang lebar.

Aku masih tidak percaya dengan apa yang barusan ku dengar, karena semalam jelas bahwa bapak dan ibu ada dirumah. Kalau seluruh keluarga ku sedang pergi, lalu siapa yang menyambutku pulang? Seketika aku kembali terbayang dengan dua sosok yang tadi malam membuatku hampir mati ketakutan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun