Ya, seperti yang saya ungkapkan sebelumnya, tingginya penguasaan bola yang tinggi, operan-operan pendek antar pemain, membuat Spanyol U-20 ini tak berbedah jauh dengan permainan Xavi dkk. Namun lagi-lagi, sorakan dan cemoohan dari penonton dialami juga oleh junior mereka. Penonton lokal pun justru mendukung Uruguay yang kerap melakukan serangan secara frontal dan cara permainan itu lah yang digemari kebanyakan penonton.
Pemain muda Barcelona, Deulofeu, pemain muda Athletico Madrid, Oliver dan juga Jese dan Suso, hanya mampu memainkan bola di lini kedua Uruguay. Selain masih minimnya kreatifitas pemain Spanyol, disiplinnya pertahanan Uruguay membuat Spanyol kian frustasi dari menit ke menit. Hinaan, cercaan, dan sorakan pun makin keras terdengar. Hingga akhirnya pada menit 103, pemain pengganti Felipe Avenatti yang memiliki tinggi 196 cm ini, berhasil menjebol gawang Spanyol dan mengakhiri perjalanan manis sepak bola Spanyol.
Dengan perjalanan ini saya belajar bagaimana kemenangan tak harus di tempuh dengan permainan menawan, atau permainan menawan menurut kita, tak selamanya menarik bagi orang lain ini. Kaca mata berbeda yang menjadikan sepak bola modern terus berkembang secara stategi filosofi dan sosiologi, membuat olah raga tersebut semakin menarik.
Yang jelas bagi sebagian orang, sepak bola Spanyol mereka anggap sebagai sebuah kenistaan.
Ibnu Sina Meliala adalah seorang penulis sepak bola di Bolatotal dan Bolarena.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H