Sedari kecil kita sudah mengenal yang namanya mimpi, secara denotatif, maupun konotatif. Kata mimpi digunakan secara denotatif ketika kita menjelaskan tentang pengalaman kita saat tidur. Mimpi tersebut dialami oleh alam bawah sadar kita – oleh karenanya ia berada di dimensi maya – dan, biasanya, mimpi itu adalah hasil dari apa yang telah kita alami/pikirkan di masa lampau.
Sedangkan mimpi secara konotatif, yang bermakna angan atau cita-cita, dialami oleh kita secara fisik di dimensi nyata. Berkebalikan dengan makna mimpi secara denotatif, mimpi ini justru menjadi penunjuk atas apa yang harus kita lakukan/pikirkan supaya mimpi itu tercapai.
Ketika kata mimpi digandeng dengan sebuah kata sifat, indah misalnya, mereka akan menghasilkan sebuah frasa yang mengaburkan batas maya dan nyata. Mimpi indah, contohnya, digunakan untuk menggambarkan kejadian yang terlalu menyenangkan (nyata) sehingga terasa layaknya mimpi semata (maya). Atau mimpi buruk, frasa yang satu ini digunakan saat kita mengalami hal yang sedemikian buruknya (nyata) hingga kita berharap kejadian itu hanya mimpi belaka (maya).
Jika anda bertanya kepada kapten kebanggan Liverpool, Steven Gerrard, apa arti mimpi buruk, ia akan menjawab bahwa mimpi buruk adalah insiden terpelesetnya ia ketika berhadapan dengan Chelsea di Anfield Stadium.
Dan jika anda bertanya kepada pemain bertahan Liverpool mengenai arti mimpi buruk, mereka akan serentak menjawab insiden di Selhurst Park, kandang Crystal Palace, dimana mereka sudah unggul tiga gol hingga menit ke-78 dan kebobolan tiga gol di menit sisa pertandingan.
Dua insiden diatas mungkin akansangat membekas di ingatan pelatih, pemain dan juga parakopites. Peluang Liverpool menjuarai Liga Inggris musim 2013/2014 ini yang sudah dimimpikan selama kurang lebih 23 tahun, menguap begitu saja di pekan ke-37 karena insiden tersebut.
Pelatih Liverpool, Brendan Rodgers, pun sudah melemparkan handuk tanda menyerah seusai laga melawan Crystal Palace pekan kemarin. Ia meyakini Manchester City akan menyapu bersih dengan kemenangan di 2 pertandingan sisa (pada saat itu) dan memenangkan Premier League dengan selisih poin antara Manchester City dan Liverpool.
Perkataan Rodgers terbukti ketika Manchester City mengahadapi Aston Villa di tengah pekan ini. Cityberhasil menggilas tamunya dengan skor 4 gol tanpa balas dan menggeser Liverpool ke posisi dua klasemen dengan selisih 2 poin.
Di laga terakhir musim ini,The Citizen “hanya” akan mengahadapi tim peringkat 12, West Ham United di Etihad Stadium. Secara statistik, superioritas Manchester City memang tak terbantahkan. City mencatatkan 16 kemenangan dan mampu menorehkan 61 gol serta hanya kemasukan 13 gol di kandang musim ini.
Namun, pelatih Manchester City, Manuel Pellegrini, menyadari bahwa apa yang dikatakan Brendan Rodgers adalah sebuah perang urat syaraf yang diberikan kepada timnya. Vincent Kompany pun berpikir demikian. Mereka meyakini, the Anfield gank masih memiliki keinginan yang keras agar bisa menjuarai Liga Inggris bagaimana pun caranya.
Secara matematis, peluang Liverpool untuk menyalip Manchester City sangat kecil. Di samping selisih 2 poin antara mereka, Liverpool juga ketinggalan, setidaknya, 13 selisih gol.Hal ini membuat sebagian besar pendukung Liverpool mencoba realistis dengan kondisi tersebut dan menghibur diri dengan menengok kembali target mereka di musim ini, masuk Liga Champions. Target sudah tercapai maka tak ada alasan untuk tidak merayakan keberhasilan ini.
Saya bukan seorang kopite, namun saya menganggap Liverpool layak juara atas permainan yang atraktif selam musim ini. Akan sangat disayangkan jika tim semacam Chelsea yang menjadi kampiun Liga Inggris karena permainannya sungguh menjemukan. Dan untungnya itu tak akan terjadi.
Mengaca pada pengalaman hidup manusia, sudah banyak mimpi yang tercapai sebagai buah dari usaha dan keinginan keras. Tak jarang mimpi mengalahkan segala kemungkinan hasil dari perhitungan matematis. Dan itu juga bisa terjadi di dunia sepak bola.
Jadi, para pendukung Liverpool sebaiknya tidak memusnahkan asa untuk bisa menggandeng kata “indah” bersama kata “mimpi” yang sudah mereka pelihara selama ini. Karena kalian masih punya 90 menit untuk mewujudkan mimpi.
Ibnu Sina Meliala adalah penulis sepak bola di @bolarena dan @bolatotal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H