Mohon tunggu...
Sunanti PutriKusumawati
Sunanti PutriKusumawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

olahraga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kasus Nenek Minah dalam Hukum Positivism di Indonesia

29 September 2023   22:25 Diperbarui: 29 September 2023   22:59 564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

SOSIOLOGI HUKUM

HUKUM POSITIVISM

Sunanti Putri Kusumawati_212111311_Hes 5E

      UIN RADEN MAS SAID SURAKARTA

               Kasus Mbah Minah Karena tidak berpendidikan dan buta huruf, nenek Minah mengawali kasus ini dengan mengumpulkan tiga biji kakao yang jatuh dari pohon di perkebunan PT. Rumpun sari antan dibawa pulang dan ditanam sebagai bibit. Begitu buahnya sudah menyentuh tanah, ia kembali mencabuti rumput liar di kebun kakaonya. Mandor kebun menemukan ada tiga bibit kakau yang kabarnya bernilai 30.000, dan nenek Minah mengambilnya. Namun nenek Minah langsung meminta maaf dan mengembalikan adiknya setelah mandor menuduhnya mencuri. Namun sumber lain menyatakan bahwa setiap benih berharga Rp 6.000.

               Setelah mandor kebun memberikan 3 kg buah kakau sebagai barang bukti, yang mengubah jalannya kasus, kantor kejaksaan di Purwokerto, Indonesia, memerintahkan penahanan rumah selama tiga bulan. Pada akhirnya, pengadilan negeri memutuskan nenek Minah bersalah dan memberinya masa percobaan serta hukuman penangguhan satu bulan 15 hari. Bukti-bukti sah yang mendukung pencurian tiga bibit kakau yang dilakukan oleh nenek Minah memungkinkan KUHP menilai perbuatan tersebut memenuhi syarat Pasal 362 yang menyatakan: "Barangsiapa mengambil sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain dengan maksud untuk menyita barang tersebut." sesuatu dari orang itu, dikenakan hukuman pidana."

               KUHP, khususnya Pasal 1 Ayat 1 KUHP, tetap menjadi landasan sistem hukum bangsa ini. Artinya, suatu perbuatan dianggap melanggar hukum apabila sesuai dengan norma hukum yang berlaku pada saat perbuatan itu dilakukan. Berdasarkan asas legalitas, perbuatan nenek Minah dianggap melawan hukum karena melanggar isi dan jiwa undang-undang serta peraturan perundang-undangan yang ada pada saat pelanggaran terjadi.

Dengan demikian, boleh dikatakan bahwa perbuatan Nenek Minah jika ditinjau dari segi hukum ansih juga terbilang menguntungkan. Tentu saja, semua pakar hukum akan menjawab bahwa tindakannya melanggar.

               

 

               Menurut aliran positivisme hukum, hukum harus dibedakan antara nilai positif dan negatif, serta nilai adil dan tidak adil, karena hukum berfungsi sebagai praduga untuk mencapai kepastian hukum. Positivisme hukum merupakan aliran pemikiran yang hanya memandang hukum sebagai standar yang otoritatif. Positivisme berpendapat bahwa moralitas, etika, dan keadilan tidak ada hubungannya dengan hukum. Kepastian hukum pada hakikatnya merupakan hasil hukum yang ideal atau diinginkan. Hukum harus dipatuhi, adil atau tidak adil. Oleh karena itu, undang-undang ini harus dipatuhi karena diperintahkan oleh penanggung jawabnya.

Menurut John Austin, otoritas yang lebih tinggi hanya dapat membuat undang-undang positif untuk otoritas yang lebih rendah. John Austin juga menggunakan "perintah" sebagai sumber informasi utama bagi hukum. John Austin menekankan hal ini lebih jauh.

Argument tentang mazhab hukum positivism dalam hukum di Indonesia

               Demi menegakkan hukum dan keadilan bangsa ini, Mahkamah Konstitusi juga berkali-kali membatalkan undang-undang positif. Salah satunya adalah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 41/PHPU-D-VI/2008 tahun 2008 yang membahas persoalan hasil Pilkada Jatim. Mahkamah Konstitusi dalam musyawarahnya menyatakan telah terjadi pelanggaran secara luas, terkoordinasi, dan sistemik yang berdampak pada hasil pilkada. KPUD Provinsi Jawa Timur diperintahkan Mahkamah Konstitusi untuk menyelenggarakan pemilu baru di sejumlah daerah. Tidak ada ketentuan perundang-undangan yang memperbolehkan Mahkamah Konstitusi memerintahkan KPUD Provinsi Jawa Timur menyelenggarakan pemilu baru. Namun Mahkamah Konstitusi mempertahankan pilihannya dengan alasan demi menjaga hukum dan keadilan.

 


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun