Mohon tunggu...
Andry Harianja QWP
Andry Harianja QWP Mohon Tunggu... Konsultan - Perencana Keuangan

Dealer dan Head of Diemasin Academy. Bantu kamu punya RUMAH tanpa KPR meski gaji UMR

Selanjutnya

Tutup

Financial

Harga Rumah Tidak Pernah Naik

2 Oktober 2022   22:14 Diperbarui: 2 Oktober 2022   22:35 459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Seberapa sering kamu mendengar orang menyarankan untuk ambil KPR? Katanya kalau gak nekat ambil KPR, harga rumah bisa naik gila-gilaan.

Ada banyak narasi yang disebarkan mengenai kenaikan harga rumah. Padahal sebenarnya harga rumah tidak pernah mengalami kenaikan.

"Hahhh.. seriusan? Ini gimmick supaya orang mau baca tulisanmu kan?"

Dihh.. kenapa sih curigaan mulu. Kamu kebanyakan makan gimmick ya? 

"Mana mungkin harga rumah ga naik, fakta dilapangan harga rumah naik kok"

Harga rumah tidak pernah mengalami kenaikan.

"Gausah ngarang deh, apa buktinya?"

Oke aku jelasin apa dasarnya saya mengatakan harga rumah sebetulnya tidak pernah naik.. 

Time value of money

Dalam ilmu perencanaan keuangan dikenal istilah Time Value of Money (TVM). Bahkan ada kalkulator khusus untuk menghitung TVM.

TVM adalah sebuah konsep yang menyatakan bahwa uang yang dimiliki saat ini memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan uang dalam jumlah serupa di masa depan.

Masih belum nangkap? Sini saya kasi kalimat lebih simple. Nilai uang yang kita pegang saat ini akan menurun dari waktu ke waktu.

Lah kok bisa? Bukannya nominal uang sama aja ya?

Betul nilainya memang sama, tapi daya beli uang itu akan menurun dimasa depan. Buktinya biaya untuk membeli barang yang sama antara hari ini dan dimasa depan, akan membutuhkan uang yang lebih banyak.

Nah berarti harga barang naik donggg?

Ehhhhh fergusooo.. bukan harga barangnya yang naik. Tapi daya beli uangmu yang turun.

Oooo.. iya juga yaa.. berarti bukan harga barangnya yang naik..

Selama ini kan orang-orang mengeluhkan kenaikan harga barang

Padahal nilai uang mereka yang turun dari waktu ke waktu

Sebetulnya barang bisa juga kok mengalami kenaikan, tapi kenaikan itu terjadi ketik sedang ada kelangkaan. 

Seperti kasus minyak goreng yaaa..

Yes.. sesuatu bisa naik ketika dia "SEDANG LANGKA"

Kenapa mata uang mengalami penurunan?

Harga ditentukan oleh seberapa banyak barang tersebut beredar dipasaran. 

Contoh sederhana, Durian akan lebih mahal ketika sedang tidak musim durian. Sedangkan ketika musim durian, harganya relatif lebih murah. Sebab ada begitu banyak durian yang sedang beredar. 

Hal yang sama terjadi kepada nilai tukar uang dipasaran. Semakin banyak uang beredar, semakin rendah pula nilai tukarnya.

Ketika masyarakat memiliki uang lebih banyak dari biasanya, daya beli masyarakatpun meningkat. Sehingga mereka cenderung akan belanja. Karena masyarakat barbar dalam belanja, stock barang-barang akan habis dari pasaran.

Ketika terjadi kelangkaan barang.. harganya pun naik. Begitulah roda ekonomi terus berputar semakin kencang.

Belum lagi bank dan perusahaan financing senang mengguyur masyarakat dengan pinjaman dalam bentuk KPR, KTA, dll. Akibatnya jumlah uang yang beredar membuat masyarakat semakin hyper consumtif.

Uang lahir dari bunga-bunga pinjaman yang disebarkan.. yang juga membuat jumlah uang semakin lama semakin bertambah banyak.

Apa yang terjadi ketika jumlah uang semakin banyak? Yes... daya belinya menurun. Kita membutuhkal lebih banyak uang untuk membeli barang yang sama dimasa depan.

Inilah yang disebut dengan INFLASI! Inflasi dapat diartikan sebagai kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus.


21 kilogram emas tahun 1950 hanya 80rb saja

Hardjanto Tutik, warga Padang yang memenangkan gugatan utang negara tahun 1950 mengirimkan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo. 

Negara berhutang sebesar 80rb kepada orang tua Hardjanto, kalau dikonversikan dalam bentuk emas. Hutang 80rb ini setara dengan 21.1 kilogram emas. Bayangin aja.. hari ini 1 kilo emas sudah 900 jutaan. Dari 80rb ke 900jt itu jauh banget lohh

Artinya inflasi menggerogoti uang kita begitu parahnya. 


Fix harga rumah tidak naik, daya beli uang kita yang turun

Cukup dengan ngerem laju inflasi kita bisa menunda beli rumah tanpa harus takut harga rumah itu naik. Seperit yang sudah saya jelaskna diatas, bukan harga rumah yang naik. Tapi daya beli uang kita lah yang mengelami penurunan.

Buktinya emas 21 kilo tahun 1950 masih bisa kok membeli rumah elit di Jakarta. Emas 21 kilo itu kalau dirupiahkan saat ini bisa mencapai 20 miliar. Uang 20 miliar ini kan bisa beli 1 blok rumah di Jakarta. Wkwkwkwk..

Nah kita kan ga perlu beli rumah satu blok.. tugas kita cuma beli 1 saja. So kita tidak perlu mengumpulkan emas sampai 21 kilo juga. Wkwkwkwk.

Sampai kapanpun sekilo emas tetap bisa membeli 1 rumah yang tidak jauh dari perkotaan..


Kita bisa kok ngerem laju inflasi

Inflasi hanya menghantui mereka yang memegang uang tunai/tabungan biasa. Sebab uang yang kita pegang semakin lama semakin tidak berharga akibat AKTIFITAS ekonomi yang rumit.

Apabila kita ingin menghentikan laju inflasi. Kita harus segera menukarkan uang dalam bentuk aset/barang yang kebal terhadap inflasi.

Sebetulnya ada banyak pilihan. Bisa dalam bentuk saham, reksadana, tanah, emas. Namun kalau kita salah memilih instrumen, kita akan mengalami kerugian yang lebih besar daripada kerugian yang ditimbulkan oleh inflasi.

Setiap instrumen ini punya kekurangan dan kelebihan masing-masing. Ada instrumen yang bisa memberi keuntungan besar, tapi dia bisa juga memberi kerugian besar. Bukan hanya kerugian.. uang kita bisa lenyap tak berbekas.

Sebelum memilih instrumen apa yang cocok untuk kita, sebaiknya kita memang harus mengenal diri sendiri. Seberapa besar toleransi kita terhadap resiko kerugian.

Pelajari resiko setiap instrumen

Belakangan saya sering mendengar teman membahas saham, apakah saya harus ikutan juga?

Gimana yaa.. namanya juga lagi tren, biasanya orang-orang pasti ngikutin tren lah.. kalau mau ikut silahkan.. tapi kamu harus ingat before invest your money.. invest your time to learn how to invest your money.

Di dunia saham ada sebuah istilah terkenal: High Risk High Return. Semakin tinggi resikonya semakin besar potensi keuntungannya.

Saya tidak setuju dengan paham ini. Seakan-akan kalau kita ingin memperoleh imbal hasil tinggi, kita harus memaksakan diri untuk menghadapi resiko yang sebetulnya belum kita ketahui.

Di pasar saham uang kita bisa lenyap dalam sekejam mata, hitungan detik. Apakah kamu siap dengan cara bermain seperti itu?

Memang ada banyak metode investasi di pasar saham, seperti Value Investing. Namun metode ini kurang diminati, orang-orang yang bermain di pasar saham biasanya ingin kaya dalam waktu cepat.

Ahh.. ngga dulu deh, sepertinya saya belum siap main saham.. bagaimana kalau investasi properti?

Harus diakui, properti memang investasi terbaik sampai saat ini. Sayangnya 90% orang yang invest diproperti sama sekali tidak mengetahui cara investasi properti yang benar.

Sepengetahuan mereka properti itu investasi terbaik, namun mereka bukan investor properti yang baik. Sehingga banyak diantara investor properti ini mengalami kerugian yang lebih besar.

Ternyata dunia properti itu sangat ribet, pajaknya lah, beli bayar pajak, jualnya juga bayar lagi. Sogok sana sini.. 

Apalagi kalau suatu hari mereka tiba-tiba butuh uang, satu-satunya yang harus dijual ya propertinya tadi. Itupun kalau langsung laku. Banyak juga properti yang bertahun-tahun tidak laku.

Akhirnya terpaksa dijual rugi deh.. namanya juga lagi kebelet butuh duit.

Nah.. sebelum memutuskan berinvestasi di properti.. kamu harus belajar dulu ilmunya. Kamu ga bisa mengandalkan capital gain saja. Karena kalau mengharapkan capital gain saja, properti balik modalnya diatas 10 tahun loh.


Jadi harus pilih instrumen apa dong, bukannya investasi terbaik itu saham dan properti?

Oke dari 2 cerita diatas kita mendapat pemahaman baru mengenai toleransi resiko / selera resiko

Toleransi / selera resiko

Bertahun-tahun hidup dilingkungan korporat, membuat saya mempelajari Enterprise Risk Management (ERM). Risk Management ini sangat krusial bagi para direksi dan top leader. 

Kita wajib menentukan selera resiko dan memilih resiko terberat yang siap kita tanggung. Apabila resiko itu terjadi.. kita tidak kaget dan tetap merasa nyaman hidup didalamnya.

Kebanyakan investor (apalagi pemula) tidak pernah menetapkan besar resiko yang bisa mereka toleransi. Dipikiran mereka hanya  untung-untung dan untung. Mereka tidak berpikir seberapa besar kerugian yang siap mereka terima. 

Misalnya saham deh. Saham tidak mengenal istilah batas atas dan batas bawah kerugian. Uang kita bisa benar-benar lenyap 100%.

Memang Bursa Efek memberlakukan ARB dan ARA, sayangnya pada saat pembukaan market keesokan harinya.. penurunan masih bisa terus berlanjut. Hingga akhirnya perdagangan saham tersebut di suspend. Nah trader saham sama sekali tidak memiliki kendali atas resiko penurunan harga yang terjadi.

Pandemi mengajarkan saya betapa pentingnya mengelola resiko

Sejak terjadi pandemi saya semakin mengenal ada begitu banyak kelebihan terpendam dari emas. Salah satunya kita bisa mengelola resiko dan menetapkan toleransi resiko.

Berbeda dengan properti dan saham penurunan harganya tidak bisa diprediksi. Harga properti yang satu dengan properti yang lain berbeda. Harga saham yang satu dan saham yang lain juga berbeda. Tidak ada standar harganya.

Artinya kita bisa salah dalam memilih properti/saham mana yang menguntungkan. Sedangkan emas harganya lebih stabil karena sudah ada standar harganya dan berlaku diseluruh dunia.

Tinggal masalah kita mencari penjual emas yang jujur saja. Karena kalau kita mendatangi toko emas yang serakah, harga kita bisa dibanderol dengan harga yang rendah. Kalau tidak suka dengan penawaran toko A, kita kan masih bisa mencari toko B yang menyediakan harga buyback lebih tinggi.

Ada banyak orang yang bersedia membuyback emas kita. Karena sebetulnya pihak yang melakukan buyback emas akan memperoleh keuntungan besar. Sebab harga buyback emas selalu lebih rendah dari harga pasaran.

Berbeda dengan properti.. pembeli properti kita sangat sedikit. Itupun belum tentu langsung deal.

Memang properti itu investasi terbaik, sayangnya dia tidak liquid. Sedangkan emas itu sangat liquid. Sebab orang-orang yang membeli emas di harga buyback, mereka pasti hepi banget membeli aset dibawah harga pasaran.

Kita pun sebagai pemegang emas tidak perlu cemas karena batas buyback emas sudah jelas. Kerugian buyback paling cuma 10-12% dari harganya saat dijual.

Sedangkan penurunan harga saham.. benar-benar tidak bisa diprediksi.

Andry Harianja., S.Kom., AWP., QWP

(Dealer dan Head of Diemasin Academy)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun