Mohon tunggu...
天野美雨アドベンチャーOfficial
天野美雨アドベンチャーOfficial Mohon Tunggu... Foto/Videografer - UNSRAT MANADO

アニメ「ブレンド・S」の大ファン、天野美雨のキャラクター。 人生の輪は、悲しいものから幸せなものへと変化することもあります。

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kecakapan dalam Keperdataan

4 Oktober 2024   21:53 Diperbarui: 4 Oktober 2024   22:04 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh bertholdbrodersen dari Pixabay

Penulis : OBAJA JONATAN SINAGA (天野美雨アドベンチャーOfficial )

Pengantar

Pacta Sunt Servanda

Arti diatas menyatakan bahwa Janji harus ditepati

Hukum Perdata merupakan salah satu komponen yang sangat vital dalam sistem hukum yang diterapkan di Indonesia, karena ia berfungsi untuk mengatur dan memberikan pedoman bagi hubungan antara individu-individu dalam masyarakat. Dengan kata lain, hukum perdata mencakup semua peraturan yang berkaitan dengan hak dan kewajiban individu dalam interaksi sosial, termasuk tetapi tidak terbatas pada masalah kontrak, warisan, tanggung jawab, dan kepemilikan.

Salah satu pasal yang memiliki arti penting dalam kerangka hukum perdata adalah Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Pasal ini mengatur syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu perbuatan hukum dapat dianggap sah dan berlaku. Ada empat syarat utama yang dijelaskan dalam pasal ini, yaitu: kesepakatan para pihak, kecakapan untuk membuat perikatan, objek yang tertentu, dan sebab yang halal. Setiap aspek ini berkontribusi dalam menentukan validitas dan efektivitas dari setiap perjanjian atau tindakan hukum yang diambil oleh individu.

Dalam konteks ini, “kecakapan” individu menjadi salah satu aspek yang sangat krusial yang mempengaruhi kemampuan mereka untuk terlibat dalam hubungan keperdataan. Kecakapan merujuk pada kemampuan hukum seseorang untuk melakukan perbuatan hukum, yang mencakup pengetahuannya, keahlian, serta kematangan mentalnya. Kecakapan ini dibagi menjadi dua kategori, yaitu kecakapan penuh dan kecakapan terbatas. Individu yang memiliki kecakapan penuh, seperti orang dewasa yang tidak terikat status hukum yang menghalangi, dapat secara bebas membuat perjanjian. Sebaliknya, individu yang memiliki kecakapan terbatas, seperti anak di bawah umur atau orang yang sedang berada di bawah pengampuan, mungkin memerlukan persetujuan hukum atau pendampingan dalam melaksanakan perbuatan hukum.

Substansi Pasal 1320 KUHPerdata (1320 Burgerlijke Wetboek)

  1. Kesepakatan antara Para Pihak: Semua pihak yang terlibat harus menyetujui dan memahami kontrak atau perjanjian yang sedang dijalani.
  2. Kecakapan untuk membuat perikatan: Ini mengacu pada kemampuan hukum pihak-pihak untuk bertindak. Mereka harus memiliki kecakapan, yang akan dibahas lebih lanjut.
  3. Objek yang jelas: Objek dari perbuatan hukum harus jelas dan pasti.
  4. Causa yang halal: Tujuan dari perbuatan tersebut harus sah menurut hukum.

Dari penjelasan di atas, tampak jelas bahwa kecakapan atau capacity merupakan elemen kunci yang wajib menjadi perhatian utama dalam setiap transaksi keperdataan. Kecakapan di sini merujuk pada kemampuan hukum seorang individu untuk melakukan tindakan hukum, yang mencakup kemampuan untuk membuat keputusan, bertanggung jawab secara hukum atas tindakan tersebut, serta kemampuan untuk memahami konsekuensi yang mungkin timbul dari transaksi yang dilakukan.

Konteks Kecakapan dalam Hukum Perdata

Kecakapan, dalam konteks hukum perdata, merujuk pada kemampuan atau kapasitas seseorang untuk melakukan perbuatan hukum yang diakui dan dianggap sah oleh sistem hukum. Kecakapan ini mencakup berbagai aspek, seperti kemampuan mental, emosional, dan fisik seseorang, yang memungkinkan individu tersebut untuk memahami dan bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukannya.

Dalam hukum perdata, kecakapan seseorang sangat penting karena berpengaruh pada validitas dari perbuatan hukum yang dilakukannya. Misalnya, seseorang yang tidak memiliki kecakapan yang memadai, seperti anak di bawah umur atau individu yang mengalami gangguan mental, mungkin tidak dapat melakukan perbuatan hukum tertentu, seperti membuat kontrak.

Sebaliknya, individu yang memiliki kecakapan hukum diakui memiliki hak dan kewajiban dalam menjalankan perbuatan hukum, seperti melakukan perjanjian, membeli dan menjual barang, atau menyusun wasiat. Oleh karena itu, pemahaman tentang kecakapan adalah aspek fundamental dalam hukum perdata, karena hal ini berhubungan erat dengan pertanggungjawaban hukum dan pelaksanaan hak serta kewajiban individu.

Dalam prakteknya, penilaian kecakapan seseorang dapat melibatkan pertimbangan berbagai faktor, termasuk usia, kondisi mental, serta konteks situasional yang memengaruhi kemampuan individu untuk memahami konsekuensi dari perbuatan hukum yang dilakukannya. Oleh karenanya, menurut Teori hukum, orang yang sudah dianggap "Cakap" adalah sebagai berikut:

  • Berusia 21 tahun atau lebih,
  • Belum dicabut kecakapannya oleh hukum atau pengadilan,
  • Dalam keadaan sehat mental pada saat melakukan perbuatan hukum.

Kecakapan adalah syarat mutlak dalam melakukan perbuatan hukum, karena tanpa kecakapan, suatu perjanjian tidak dapat dilaksanakan.

Dampak Kecakapan dalam Perbuatan Hukum

Dalam konteks hukum perdata, hak dan kewajiban individu yang memiliki kecakapan hukum sangat beragam dan terikat oleh perundang-undangan. Kecakapan hukum merujuk pada kemampuan seseorang untuk melakukan tindakan hukum, seperti membuat kontrak, memiliki harta, atau mengajukan gugatan di pengadilan. Individu yang memiliki kecakapan hukum, yang biasanya ditentukan oleh usia dan kemampuan mental, memiliki hak-hak tertentu, seperti hak untuk memiliki dan mengelola harta benda, hak untuk mendapatkan pendidikan dan pelayanan publik, serta hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial dan politik.

Di sisi lain, kewajiban juga melekat pada setiap individu, seperti kewajiban untuk menghormati hak orang lain, memenuhi kontrak yang telah disepakati, dan mengikuti ketentuan hukum yang berlaku. Selain itu, terdapat pula kewajiban untuk membayar pajak dan memberikan laporan kepada pihak berwenang terkait harta yang dimiliki.

Setiap individu, baik yang berstatus sebagai warga negara maupun sebagai entitas hukum, terikat pada peraturan dan norma yang ditetapkan dalam perundang-undangan. Hal ini mencakup berbagai aspek, mulai dari hukum perdata yang mengatur tentang hubungan antarindividu, hingga hukum tata usaha negara yang mengatur interaksi antara individu dengan pemerintah. Oleh karena itu, pemahaman yang menyeluruh mengenai hak dan kewajiban tersebut sangat penting untuk memastikan bahwa setiap tindakan yang diambil dapat mempertahankan keadilan dan ketertiban dalam masyarakat.

Hak dan Kewajiban yang HARUS diperhatikan dalam kecakapan:

  • Hak-hak:
  1. Hak untuk Menetapkan Perjanjian: Setiap individu yang cakap memiliki hak untuk menyetujui perjanjian apa pun.
  2. Hak atas Ganti Rugi: Jika perjanjian tidak dilaksanakan oleh pihak lain, individu yang cakap berhak untuk menuntut ganti rugi.
  3. Hak atas Rumah dan Harta: Setiap individu cakap memiliki hak hukum atas kepemilikan rumah dan harta.
  • Kewajiban:
  1. Kewajiban untuk Mematuhi Perjanjian: Setiap individu cakap wajib mematuhi apa yang telah disepakati dalam perjanjian.
  2. Kewajiban untuk Bertanggung Jawab atas Kerugian: Apabila melanggar perjanjian dan menyebabkan kerugian, individu tersebut wajib mengganti kerugian tersebut.
  3. Kewajiban untuk Menjaga Kesepakatan: Individu harus menjaga kesepakatan dan berkomunikasi secara baik dengan pihak-pihak terkait.

Kontroversi Kecakapan Hukum

  • Perspektif Filosofis

Dari sudut pandang filosofis, masalah kecakapan berkait erat dengan konsep otonomi individu. Banyak pemikir hukum beranggapan bahwa setiap individu memiliki hak untuk membuat keputusan sendiri, termasuk dalam konteks perjanjian. Namun, konsep ini sering bertentangan dengan ide-ide terkait perlindungan masyarakat terhadap individu yang rentan.

Kecakapan hukum adalah wujud dari kebebasan manusia untuk bertindak, tetapi harus diimbangi dengan tanggung jawab.

Setiap keputusan yang diambil oleh individu seharusnya tidak hanya mempertimbangkan haknya tetapi juga dampak terhadap orang lain.

  • Perspektif Sosiologis

Secara sosiologis, kecakapan tidak hanya ditentukan oleh faktor-faktor hukum tetapi juga oleh norma dan nilai dalam masyarakat. Dalam beberapa budaya, ada persepsi yang berbeda mengenai usia dan kesiapan seseorang untuk terlibat dalam perjanjian hukum. Misalnya, di beberapa komunitas, menikah pada usia muda dianggap normal, sementara di masyarakat lain hal ini bisa dipandang sebagai tindakan yang merugikan.

Aspek lain yang perlu diperhatikan adalah pendidikan dan pengetahuan hukum. Seseorang yang tidak memiliki akses terhadap pendidikan yang memadai mungkin tidak sepenuhnya memahami isi perjanjian yang diteken, sehingga meragukan kecakapannya dalam tindakan hukum.

  • Perspektif Yuridis

Dari sudut pandang yuridis, aturan mengenai kecakapan dapat dianggap sebagai alat untuk melindungi kepentingan publik. Dalam konteks ini, hukum berfungsi sebagai penjaga stabilitas dalam pergaulan masyarakat. Namun, terdapat kritik yang menyatakan bahwa penegakan hukum terkadang dapat mengabaikan aspek keadilan sosial.

Sebagai contoh, bisa saja individu yang dianggap tidak cakap secara hukum kehilangan kesempatan untuk mendapatkan hak mereka hanya karena penilaian hukum yang kaku tanpa mempertimbangkan faktor sosial dan ekonomi.

Apakah "Gila" Mempengaruhi Kecakapan Hukum?

Seseorang yang dianggap "gila" atau tidak waras menurut hukum perdata, mengacu pada keadaan di mana individu tersebut tidak memiliki kemampuan untuk bertindak secara hukum. Hal ini berarti bahwa setiap pernyataan, kesepakatan, atau tindakan yang dilakukan oleh individu tersebut dapat dibatalkan atau dianggap tidak sah di mata hukum. Pada prinsipnya, hukum menilai kecakapan seseorang dalam melakukan tindakan hukum berdasarkan kemampuannya untuk memahami dan menyadari apa yang terjadi serta konsekuensi yang dapat timbul dari tindakan tersebut.

Namun, penting untuk dicatat bahwa dalam konteks hukum, istilah "gila" tidak selalu merujuk pada individu yang menderita gangguan mental yang parah atau terlihat. Sebaliknya, istilah ini lebih berkaitan dengan ketidakmampuan individu untuk memahami atau menyadari konsekuensi dari tindakan yang diambil, baik karena masalah kesehatan mental, kondisi emosional, atau faktor lain yang mempengaruhi kemampuan kognitif mereka.

Oleh karena itu, hukum memberikan perlindungan kepada individu yang tidak mampu untuk menilai situasi dengan jelas dan memahami implikasi dari keputusan yang mereka buat. Dengan adanya pengaturan ini, sistem hukum bertujuan untuk melindungi individu dari potensi kerugian atau penipuan yang dapat terjadi akibat ketidakmampuan mereka dalam mengambil keputusan yang berbasis pertimbangan rasional dan logis. Kecakapan bertindak secara hukum menjadi aspek yang sangat penting dalam menentukan validitas suatu tindakan atau pernyataan hukum, dan memastikan bahwa semua pihak terlibat dalam perjanjian atau transaksi hukum berada dalam keadaan yang diizinkan oleh hukum untuk memberikan persetujuan yang sah.

Jenis-jenis Ketidakwarasan dalam Hukum:

  1. Ketidakwarasan Tetap: Kondisi ketika individu secara permanen kehilangan kemampuan untuk bertindak, misalnya, orang dengan gangguan mental berat.
  2. Ketidakwarasan Sementara: Situasi di mana individu hanya tidak waras pada waktu tertentu, misalnya, karena pengaruh obat-obatan atau kondisi emosional yang sulit.

Dampak / Akibat dari Ketidakwarasan dalam Perjanjian:

Apabila seseorang yang tidak waras terlibat dalam suatu perjanjian, hukum memberikan perlindungan kepada pihak-pihak yang terlibat agar mereka tidak dirugikan. Hal ini berarti bahwa jika salah satu pihak dalam perjanjian tersebut tidak memiliki kapasitas mental yang memadai untuk memahami konsekuensi dari tindakan yang diambilnya, maka perjanjian tersebut dapat dianggap tidak sah. Dengan demikian, pihak-pihak lain yang terlibat akan dilindungi dari potensi kerugian yang mungkin timbul akibat ketidakmampuan pihak yang tidak waras.

Kecakapan hukum adalah landasan yang membuat perjanjian dan kesepakatan berfungsi sebagai jaminan bagi keadilan dalam bertransaksi. 

Kesimpulan

Kecakapan hukum dalam konteks keperdataan sangat penting. Hal ini bukan saja berfungsi sebagai syarat supaya perbuatan hukum sah dan mengikat, namun juga menjadi dasar di mana hak dan kewajiban dapat dieksekusi. Dengan memahami pasal 1320 KUH Perdata, individu dapat lebih bijak dalam melaksanakan perbuatan hukum di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Semoga bermanfaat bagi kita semua.#VIVAGORELA!

Daftar Kepustakaan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun