Tepat di bulan Desember ini, usianya mencapai 64 tahun. Ibuku sudah tua, ya? Cucunya ada dua, keduanya dariku. Sebelum memutuskan menikah dan mempunyai anak, aku sebenarnya khawatir juga. Apakah perceraian menular? Aku merasa mempunyai banyak trauma yang harus aku obati.
Belum lagi, orang tua suamiku juga akhirnya bercerai setelah sekitar 25 tahun lebih berumah tangga. Jadi, ketika itu, pernikahan menjadi semacam gerimis yang dingin yang mungkin juga kelak menyeberangkanku, lalu membuatku menangis sambil menggoyangkan payung. Aku tidak mau.
Ibuku sendiri kerap mengatakan bahwa pernikahan terkadang bagaikan sebuah perjudian. Lantas, apakah aku sedang gambling sekarang?
Aku tidak tahu. Bisa saja aku menjelma gadis kecil itu juga. Tapi, aku bukanlah teks seperti ibuku. Aku adalah seseorang yang menulis teks. Aku tak perlu menginterpretasi lagi karena si Gadis Kecil itu pun telah menjelma menjadi hakikatnya sendiri, yaitu makna. Mengapa aku tak bisa berdamai dengan semua ini? Pada akhirnya, memang tak ada yang perlu diinterpretasi lagi.
Ibuku menjelma makna yang sangat berharga, seperti sebuah sekolah dengan ruang belajar yang dingin dan hampa. Tapi, di situ kita semua mendapatkan sesuatu: pemaknaan atas hidup yang bukan teoretis, melainkan pengalaman sebagai guru yang terbaik.
Ibu
Setiap manusia, pada dasarnya adalah "perempuan". Secara sistem, kromosom yang menghasilkan kelahiran bayi laki-laki baru terbentuk pada usia 6---8 minggu kehamilan.** Sementara itu, sebelum itu, seluruh embrio dalam rahim ibu hamil memiliki jenis kelamin perempuan. Protoperempuan inilah yang menjelaskan kenapa laki-laki mempunyai puting di dadanya dan sebuah pernyataan: we were all female.
Pengakuan sains ini hanya salah satu dari sekian hal yang dapat menunjukkan betapa mulianya konsep seorang ibu itu. Ibu, seorang perempuan, adalah derajat pertama dari kumpulan senyawa bernama manusia. Itulah barangkali sebabnya mengapa ibu kemudian maknanya identik dengan nilai-nilai kemanusiaan, inti dari segala sesuatu, kasih sayang tanpa batas.
Aku berada dalam rahim perempuan ini sebelum terlahir sebagai perempuan juga. Ini foto ibuku yang diambil di tahun yang sama dengan kelahiranku, 1985. Berapa jarak foto ini diambil dari kelahiran, aku kurang tahu.
Cantik, ya, ibuku? Dalam balutan PDH-nya, sebagai ibu baru yang berpangkat Serka pada waktu itu, ia tidak terlihat seperti perempuan yang baru melahirkan, kurasa. Tidak tampak kegemukan di bagian tertentu tubuh atau kantong mata yang menghitam akibat kurang tidur mengurus bayi yang biasanya suka begadang.