Mohon tunggu...
Si Murai
Si Murai Mohon Tunggu... Editor - Itu, burung kecil berekor panjang yang senang berkicau!

“Do not ask who I am and do not ask me to remain the same. More than one person, doubtless like me, writes in order to have no face.” ― Michel Foucault

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Menjadi Anak, Menjadi Ibu

13 Agustus 2019   08:48 Diperbarui: 13 Agustus 2019   08:49 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku akan membawa keluar ia, melihat langit pada malam hari, susuri bau alam di jalanan. Aku tidak akan menyimpannya di kamar cantik, apalagi mewah, dengan spring bed, mainan banyak, terhalang dinding yang padat. Ia bukan bayi. Ia adalah jiwa. Ia adalah jiwa. Ji-wa.

Aku menyesal rasanya. Telah terlalu lama aku meninggalkan diriku sendiri, terkungkung dalam hidup yang bukan aku. Kadang aku ingin menemaninya lebih lama, tapi aku sungguh tak bisa. Mungkin karena aku tak dibawanya pergi, melihat petang yang cantik, hanya dongeng tentang yang baik, sehingga kemudian ada yang jahat. Lantas ia berperan sebagai yang jahat dan aku hanyalah dongeng bagi kehidupan ini.

Aku bukan ia dan aku sama sekali tak berniat ingin menjadi sepertinya. Aku punya ia yang lain yang perlu kubawa keluar dan kuceritakan banyak kisah. Ia bebas memilih cerita untuk belajar nantinya bahwa pilihan itu pun tak ada. Bahwa hitam hanyalah warna, putih hanya keadaan, dan segala sesuatu bisa menjadi nisbi.

Aku hanya perlu memahami, kelak aku akan ditinggalkan. Dunia pamit pergi, kehidupan menjauh berjalan. Tapi, selagi aku tetap menjadi diri sendiri, semua akan baik-baik saja. Karena, sejatiku adalah memberi jiwa, bukan hiasan, bukan menjadi ibu, melainkan teman.

Ada dua ia, dan aku di antaranya. Masaku tak akan habis, menjadi siapa pun itu: anak, ibu. Seandainya ada yang mau mengerti, tapi aku tak berharap itu. Tugasku hanya menemani sebab selamanya jiwa tetaplah jiwa, yang bebas, mencari-cari, rindu pada pemiliknya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun