Setiap satu minggu sekali mereka janjian di tempat itu. Sebuah teras toko kue yang atapnya berupa kanopi warna pelangi. Tidak terlalu besar, cukup untuk tiga pasangan seperti mereka yang berteduh menunggu hujan. Kadang-kadang mereka masuk ke dalam toko dan memesan sebuah muffin atau croissant dengan secangkir kopi atau teh hangat. Lumayan. Apalagi jika yang melayani mereka adalah si pelayan berwajah innocent langganan, tipikal orang-orang berhati baik. Untuknya, tak sayang mereka mengeluarkan banyak rupiah sebagai tip. Lantas, ia akan menerima uang itu dengan senyuman yang mengembang luas hingga mampu memenuhi ruang sekosong apa pun dalam diri.
Memang begitulah arti senyuman. Mengisi kekosongan.
Percaya atau tidak, mereka janjian di tempat itu setiap satu minggu sekali, memang hanyalah untuk mengisi kekosongan. Bercanda-canda di teras toko kue yang atapnya berupa kanopi warna pelangi membuat mereka kembali terisi. Setelah semingguan melalui rutinitas hidup, satu kali saja berdiri di teras itu, semua kembali tampak normal.
Meskipun tak ada yang normal dalam diri kita. Namun, jiwa punya titik keseimbangannya. Kita berhak mencari.
Satu pingkal tawa mengundang hujan turun semakin deras. Memaksa mereka untuk akhirnya masuk ke dalam toko dan memesan, kalau tidak muffin, croissant, dengan secangkir kopi atau teh hangat.
Menikmati senyuman si pelayan berwajah innocent.
Memberinya banyak rupiah sebagai tip.
Mengisi kekosongan.
Transfer energi, begitu mereka mengistilahkan.
Di tempat itulah setiap satu minggu sekali mereka bertransaksi, menagih jatah energi mereka dari apa yang alam semesta ini janjikan. Berpegangan tangan, melempar pujian, mengatakan, “I love you, Sayang!” Ha-ha, cara mentransfer energi memang unik. Tidak ada kaidah mutlak dalam metafisika. Cukup dari hal-hal yang sangat sederhana dan membumi, di sanalah sesungguhnya letak kekuatan.
Mereka kemudian keluar, tapi hujan belum juga reda. Di bawah atap kanopi warna pelangi, kaki mereka menjejak pasti di lantai teras. Ada gaya tarik bumi yang begitu kuat di tempat itu, membuat mereka selalu kembali, lagi dan lagi, mengisi kekosongan, menagih jatah energi dari apa yang alam semesta ini janjikan, menjadikan semuanya kembali normal.
Dan, ketika hujan mulai reda, semburat warna mulai tercipta di atas kepala mereka. Ialah kanopi warna pelangi yang berinkarnasi menjadi pelangi sungguhan. Awan mulai cerah, matahari sore mulai bersinar, dan mereka mulai melangkah lagi. Jalan di sepanjang malam ini belum habis mereka telusuri. Setelah segalanya terisi, mereka mulai berjalan lagi, menghabiskan energi yang sudah tertransfer penuh untuk kemudian menjadi kosong lagi, lalu mereka kembali ke tempat itu.
Begitulah kehidupan, tak ada habisnya. Tapi, mereka senang. Dua orang manusia yang bercinta.
Untuk membaca karya peserta lain silakan menuju akun Fiksiana Community (di sini)
Silahkan bergabung di FB Fiksiana Community (di sini)
Gambar diambil dari sini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H