[caption caption="QATAR, Sumber: koransindo.com"][/caption]
Â
Saya menangis ketika membaca koran Sindo ini [ http://www.koran-sindo.com/news.php?r=0&n=39&date=2016-04-05 ]. Dan saya malah merasa miris membacanya, dikarenakan jika dibandingkan  Indonesia dengan Qatar, justru Indonesialah yang seharusnya lebih kaya daripada Qatar. Kenapa demikian? Itu karena: [a] kekayaan alam dimiliki oleh Indonesia,[b] jumlah penduduk Indonesia terbesar ke empat didunia setelah Tiongkok dan Amerika Serikat,[c] Kesuburan tanah Indonesia terbaik didunia, [d] lautan Indonesia terluas didunia, dan [e] Tempat wisata Indonesia tereksotis didunia.
Tapi kenyataannya, Qatarlah yang lebih kaya menurut koran Sindo itu, dan ini sangat mempermalukan kita sebagai bangsa Indonesia yang memiliki segala sumberdaya yang berlimpah yang berasal dari Tuhan. Kenapa demikian? Itu karena: [a] ketidakmampuan kita dalam mengelola sumberdaya yang berlimpah itu selama ini. Â Dan [b] rendahnya penguasaan kita terhadap teknologi selama ini.
Betapa miris bukan, jika kita dihadapkan pada situasi yang sedemikian rupa? Dan inilah bentuk kemiskinan yang nyata didalam pembangunan. Kemiskinan karena ketidakmampuan kita untuk mengelola sumberdaya yang ada, dan kemiskinan karena rendahnya penguasaan kita terhadap teknologi yang berdampak pada ketimpangan didalam pembangunan.
Akan tetapi tenang dulu, karena kemiskinan didalam pembangunan kedepannya dapat segera teratasi, dikarenakan Jokowi saat ini, memiliki model pembangunan yang sama seperti Qatar yaitu model pembangunan yang berkelanjutan, dan ini dapat terlihat dari  kebijakan pembangunan Jokowi yang mengutamakan Pembangunan Ekonomi  berbasis Lokal [PEL].
Dalam mewujudkan pembangunan ekonomi berbasis lokal [PEL], Jokowi mencanangkan delapan strategi pembangunannya, yaitu:
1. Pemberdayaan ekonomi masyarakat secara Bottom UP dengan tujuan mengembangkan industri berbasis keunggulan lokal atau daerah.
2. Pemberdayaan ekonomi masyarakat yang didukung oleh segenap stakeholder kebijakan yang ada, baik itu ditingkat lokal maupun pusat.
3. Pemberdayaan ekonomi masyarakat yang dilaksanakan dengan cara memberdayakan industri rumah tangga atau industri kecil menengah padat karya [labour intensif] yang menitik beratkan pada potensi lokal, pengelolaan SDA yang menggunakan teknologi ramah lingkungan, pendampingan pemerintah, dan keharusan  penyertaan dana CSR, baik itu dari BUMN dan Swasta.
4. Pertumbuhan ekonomi dalam pembangunan nasional bukanlah menjadi ukuran akhir menilai keberhasilan pembangunan, tetapi lebih pada mengukur kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan yang pro poor, pro job, dan pro growth.