Bagi sebagian masyarakat Jakarta, nama Kalijodo tak asing lagi untuk didengar. Kalijodo sesuai namanya, sejak dulu dikenal sebagai tempat mencari cinta. Ditahun 1930-an, banyak pemuda jomblo yang datang ke Kalijodo untuk mencari pasangan. Ada juga pasangan muda-mudi yang pacaran sambil menikmati sore di kalijodo.
Banyaknya pengunjung yang datang di Kalijodo kemudian diikuti munculnya warung-warung yang menjajakan aneka makanan dan minuman. Dalam perkembangannya. Warung-warung yang awalnya semi permanen kemudian berubah menjadi kafe-kafe dengan bangunan permanen. Pengunjung yang datangpun tak lagi muda-mudi yang saling berpasangan. Mayoritas pengunjung adalah perempuan yang menjajakan diri. Dan selanjutnya, Kalijodopun berkembang menjadi lokalisasi.
Lokalisasi yang berbatasan langsung dengan Kecamatan Tambora, Jakarta Barat, dan Penjaringan, Jakarta Utara ini sudah lama berdiri sejak tahun 1950-an.
Disisi lain, Kalijodopun dalam perjalanannya sempat mengalami perkembangan yang cukup pesat tak hanya prostitusi, penguasa wilayah Kalijodo akhirnya juga membuka lapak-lapak perjudian.
Dari perjudian inilah kemudian muncul sistem pengamanan alias premanisme yang dilakukan oleh kelompok-kelompok tertentu.
Saat ini, kalijodo tidak sejaya di masa lalu menyusul berakhirnya praktik perjudian yang menyebabkan preman-preman juga surut. Yang mencolok adalah kafe-kafe yang menjual miras dan tempat prostitusi.
Berdasarkan data Kecamatan Penjaringan yang dilansir oleh detikcom tahun 2016, total ada 3.052 jiwa dengan sejumlah Kepala Keluarga (KK) 1.340 yang menempati Kalijodo. Kalijodo berada disekitar bantaran Sungai Ciliwung. Dan Kalijodo yang terletak di RT 001, RT 003, RT 004, RT 005, dan RT 006 pada RW 05 Kelurahan Pejagalan Kecamatan Penjaringan merupakan permukiman kumuh liar.
Menurut PP No.38/2011 Tentang Sungai Pasal 1 Ayat 1 bahwa “Sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air didalamnya, mulai dari hulu ke muara, dengan dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan.”
Sedangkan, menurut PP No.38/2011 Tentang Sungai Pasal 1 Ayat 9 bahwa “Garis sempadan sungai yang selanjutnya disingkat GSS adalah garis maya dikiri dan kanan palung sungai yang ditetapkan sebagai batas perlindungan sungai.”
Berkaitan dengan itu, Isnaini (2006) berpendapat bahwa “Bantaran sungai adalah areal sempadan dan kiri-kanan sungai yang terkena/terbanjiri oleh luapan air sungai. Fungsi bantaran sungai adalah sebagai tempat mengalirnya debit sungai pada saat banjir.”
Selanjutnya, menurut PP No.38/2011 Tentang Sungai Pasal 22 Ayat 2 Butir B bahwa “dalam hal sempadan sungai terdapat tanggul yang diperuntukkan bagi kepentingan pengendali banjir, perlindungan badan tanggul dilakukan dengan larangan mendirikan bangunan di sekitarnya.”