Disisi lain, untuk membebaskan wanita dari dominasi pria maka yang dibutuhkan ialah keberanian dari wanita itu sendiri, karena keberanian dari wanita itulah yang menentukan bahwa wanita itu bisa lepas sebagai status objek dari kami kaum pria.
Selanjutnya, dalam memahami kasus Masinton –Dita, kasus Masinton-Dita adalah bentuk Patriarki di DPR karena melibatkan masalah antara Bos dan Asisten serta Pria dan Wanita dalam organisasi/lembaga DPR.
Â
Apa itu Patriarki?
Patriarki adalah sistem pengelompokan masyarakat sosial yang mementingkan garis keturunan bapak/laki-laki. Patrilineal adalah hubungan keturunan melalui garis keturunan kerabat pria atau bapak (Sastryani. 2007. hlm. 65).
Patriarki juga dapat dijelaskan dimana keadaan masyarakat yang menempatkan kedudukan dan posisi laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan dalam segala aspek kehidupan sosial, budaya dan ekonomi (Pinem. 2009. hlm. 42).
Di negara-negara barat, Eropa barat termasuk Indonesia, budaya dan ideologi patriarki masih sangat kental mewarnai berbagai aspek kehidupan dan struktur masyarakat. Bila dilihat dari garis keturunan, masyarakat Sumatera Utara lebih cenderung sebagai masyarakat yang patrilineal yang dalam hal ini posisi ayah atau bapak (laki-laki) lebih dominan dibandingkan dengan posisi ibu (perempuan). Contoh suku yang menganut faktor budaya patriarki adalah Batak, Melayu dan Nias (Syukrie, 2003, http://www.Glosarium-. Syukrie.com, diperoleh tanggal 20 Oktober 2009). Pada tatanan kehidupan sosial, konsep patriarki sebagai landasan ideologis, pola hubungan gender dalam masyarakat yang secara sistematik dalam praktiknya berkaitan dengan pranata- pranata sosial lainnya. Faktor budaya merupakan salah satu penyebab meningkatnya angka kekerasan terhadap perempuan. Hal ini dikarenakan terlalu diprioritaskannya laki-laki (maskulin).
Perbedaan gender sebetulnya tidak menjadi masalah selama tidak melahirkan ketidakadilan gender. Namun ternyata perbedaan gender baik melalui mitos-mitos, sosialisasi, kultur, dan kebijakan pemerintah telah melahirkan hukum yang tidak adil bagi perempuan. Pada masyarakat patriarki, nilai-nilai kultur yang berkaitan dengan seksualitas perempuan mencerminkan ketidaksetaraan gender yang menempatkan perempuan pada posisi yang tidak adil (Widiant 2005. hlm. 10).
Sikap masyarakat patriarki yang kuat ini mengakibatkan masyarakat cenderung tidak menanggapi atau berempati terhadap segala tindak kekerasan yang menimpa perempuan. Sering dijumpai masyarakat lebih banyak komentar dan menunjukkan sikap yang menyudutkan perempuan (Manurung. 2002. hlm. 83).
Yang mengakibatkan timbulnya ketimpangan pada budaya patriarki adalah :
Â