Mohon tunggu...
Simon E Sirait
Simon E Sirait Mohon Tunggu... Kuli Tinta -

TERUSLAH MENULIS

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kampanye Hitam Membingungkan Masyarakat

9 Juni 2014   15:42 Diperbarui: 16 September 2015   13:08 433
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

BOGOR (9/6). Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Indonesia akan dilaksanakan pada tanggal 9 Juli 2014 secara bersamaan atau serentak. Hiruk pikuk persiapan Pemilu dan kegiatan kampanye terlihat di sana-sini. Para kandidat dan tim suksesnya berlomba-lomba untuk menarik simpati masyarakat melalui gaya dan cara masing-masing. Seluruh mediapun terlibat dan digunakan oleh si empunya kepentingan, baik media cetak, media elektronik hingga media online. Dilakukan di dalam ruangan yang mewah hingga di pinggir jalan. Papan baliho, spanduk dan tempelan poster di sembarang tempat ; di angkutan umum dan tiang listrik atau tempat strategis lainnya sudah banyak dijumpai. Masyarakatpun sudah disuguhkan tontonan perdebatan yang kadang arif kadang seru hingga ‘perang mulut’, baik antar pendukung ataupun antar tim sukses kandidat di layar kaca. Orang dewasa hingga anak-anak adalah saksi dan para pemirsanya. Ada yang memperhatikan meski tidak mengerti tujuan perdebatan atau hanya ikutan nongkrong di TV sekedar mengejar bayaran hingga yang ‘cuek-cuek bebek’ alias tidak peduli.

Sekilas bila mengingat kekisruhan dan dampak pemilihan anggota Legislatif sebelumnya, sangatlah memprihatinkan dan kronis. Pelanggaran ketentuan waktu berkampanye atau ‘curi start’ kerap dilakukan para kontestan , kesepakatan (deal) dalam rangka ‘tukar-beli suara’ juga terjadi. Ketidakmampuan Lembaga terkait mengumumkan hasil tepat waktu sampai dengan bertambahnya pasien di Balai Pengobatan Alternatif, dirasa cukup menimbulkan keresahan dan keragu-raguan masyarakat terhadap hasil dari kegiatan tersebut. Sesuai pantauan yang terjadi di Bogor, beberapa suami juga bertikai keras dengan para isteri, karena harus kehilangan rumah dan tempat usahanya disebabkan gagal memperoleh suara atau kursi anggota Dewan (DPRD).

Kini pelaksanaan Pilpres dan Wakil Presiden sudah di depan mata. Pesta demokrasi dan ajang akbar satu kali dalam lima tahun inipun tetap terkotori oleh semaraknya kampanye hitam (black campaign), terdengar menarik memang bila kita mencoba menelusurinya, namun akan berakhir membingungkan. Bagi kalangan pekerja, pebisnis, mahasiswa dan pelajar, dipastikan istilah ini bukanlan hal baru. Namun bagi masyarakat yang sehari-harinya bekerja di pasar dan ladang, penarik becak dan ojek ataupun masyarakat yang terisolir jauh dari sinyal dan frekuensi, ‘jangankan untuk mengerti apa maksud dan tujuan dari kampanye hitam tersebut, mendengarkannya sajapun belum pernah’.

Kampanye hitam (black campaign) adalah perilaku atau perbuatan tidak terpuji, dilakukan satu atau sekelompok orang yang tidak bertanggungjawab dengan cara menyebarkan isu, gambar, rumor atau pemikiran ke berbagai media dengan tujuan untuk menyerang dan menjatuhkan kredibilitas seseorang, lawan politik atau kubu yang berseberangan. Isu, gambar dan rumor tadi terlebih dahulu dikemas dengan baik lalu ditampilkan ke beberapa media, dengan harapan dapat mempengaruhi resistensi dan reaksi masyarakat/target/calon pemilih.  Kampanye hitam adalah  salah satu satu cara atau upaya membentuk opini guna menumbuhkan antipati, mengetahui kekuatan lawan dan tanggapan masyarakat terhadap seseorang/kelompok. Cara tersebut seringkali dianggap sah dan jitu oleh si pelaku/orang/kelompok yang sedang berseteru.

Masyarakat di negeri ini memang memiliki tabiat ‘gampang terpancing’ dan dapat diarahkan melalui sebuah umpan yang telah dipersiapkan sebelumnya dan tersamar. Setelah umpan terpasang dan kail dilemparkan ke dalam air (media massa), lalu mendapatkan respon dari masyarakat atau para pendukung salah satu kandidat, barulah si pelaku memainkan perannya dengan sesegera mungkin menggulung dan menghentakkan kail untuk menangkap ikan yang tengah tersangkut di ujung kait, dengan kata lain, menyerang dan menjatuhkan kredibilitas seseorang atau pertahanan lawan.

Sebenarnya, maksud dan peruntukkan kampanye hitam tidak hanya ditujukan kepada lawan atau musuh saja. Kampanye hitam juga bisa ditujukan kepada diri sendiri, tinggal tergantung situasi dan kondisi serta target atau sasarannya. Jika sasarannya adalah masyarakat berpendidikan dan memiliki akses mudah ke media, biasanya umpan yang efektif adalah dengan mengolok-olok diri sendiri/kelompoknya. Golongan masyarakat seperti ini diyakini memiliki respon yang besar dan kedangkalan analisa dikarenakan akses yang mudah dan keterbatasan waktu. Melalui berita negatif tentang diri/kelompoknya sendiri akan dapat menumbuhkan pemahaman bahwa umpan atau olok-olok tersebut berasal dari kubu yang berseberangan. Dengan demikian, memudahkan si pelaku untuk menggiring target untuk membentuk persepsi lalu menimbulkan rasa simpati terhadap tokoh yang diolok-olok’ tadi, sementara disisi lain, tumbuh kebencian terhadap tokoh/kelompok yang diasosiasikan target sebagai dalang/pelaku kampanye hitam.

Jika targetnya adalah masyarakat dengan tingkat pengetahuan dan pendapatan rendah, maka umpan ditujukan langsung kepada atau mengenai keburukan pihak lawan. Mengapa demikian ?. Karena, keterikatan dan tingkat ketersinggungan masyarakat golongan ini terhadap norma sangat kuat/tinggi dan merupakan karakter/kepribadian asli mereka. Hal-hal yang bertentangan dengan norma (sosial dan agama), secara otomatis dengan cepat akan terserap sebagai sesuatu yang harus dihindari. Kelompok masyarakat inipun biasanya sangat mudah tersulut oleh iklan atau pemberitaan miring perihal tokoh/kelompok yang dimaksud. Dengan demikian, target (masyarakat) akan beranggapan bahwa tabiat dan perilaku tokoh tersebut tidak dapat diterima dan tidak pantas untuk dijadikan Pemimpin, dan pada akhirnya kebencian akan berwujud pada sebuah penolakan untuk memilihnya.

Terlepas dari cara dan peruntukkan kampanye hitam diatas, aura pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara psykis dan kognitif diprediksi akan diwarnai sikap, perilaku dan pola pikir dikotomi (mengarah hanya kepada satu pilihan), dimana sebelumnya saat melakukan kampanye kedua kelompok sangat bertolak belakang dan saling menjatuhkan. Dalam pengertian sederhana, masyarakat hanya diajak untuk memilih ‘jauh atau dekat’, ‘benar atau salah’, ‘hitam ataupun putih’, ‘menerima atau menolak’ dan seterusnya. Pemilihanpun hanya akan dilaksanakan satu kali atau sering disebut ‘sudden death’. Kepuasan dari masing-masing pendukung akan sangat sulit terpenuhi. Disinyalir, pendukung kelompok atau simpatisan yang kalah dalam perolehan suara nanti  akan mudah tersulut dan biasanya berujung keributan atau pertikaian, selanjutnya menabrak dan merobohkan nilai-nilai atau dinding pembatas demokrasi.

Kembali kepada konteks kebingungan masyarakat tadi, sesungguhnya cara-cara kampanye hitam harus segera diredam sedini mungkin, karena tidak sesuai dengan falsafah dan dasar Negara kita Pancasila. Indonesia adalah bangsa yang berdaulat dan menjadikan hukum sebagai Panglimanya. Sejarah juga mencatat, bahwa musyawarah untuk mufakat dan saling menghargai, merupakan ‘kelebihan tersendiri dan unik’ yang tidak dimiliki oleh bangsa lain dalam upaya memerdekakan dirinya. Untuk itu kita harus mampu mengurangi keresahan dan kebingungan tersebut sekaligus mengajak segenap komponen masyarakat untuk tidak pernah melupakan sejarah. Negara ini mampu berdiri adalah karena kebersamaan dan perjuangan dari seluruh anak bangsa di setiap penjuru tanah air. Bukan hanya hasil perjuangan Djong Java saja atau Djong Aceh, Djong Ambon ataupun Djong Sulawesi. Rakyat dan berbagai Djong telah menebusnya lewat tetesan darah dan airmata demi kemerdekaan dan mempertahankannya.

Ke depan apapun yang akan terjadi, tokoh dan koalisi partai politik manapun yang akan menang, sudah selayaknya bangsa ini bisa dewasa dalam menyikapinya. Bagaimanapun juga, tetap tegaknya NKRI adalah prioritas pertama yang harus didahulukan dengan menghindari perpecahan dan buruk prasangka serta mengisinya dengan ragam pembangunan yang adil dan merata. Siapapun kita, jika masih memiliki nasionalisme yang baik, pasti tidak menginginkan ketenteraman dan kemakmuran rakyat untuk menjadi taruhannya, atau setidaknya marilah berupaya untuk tidak mengkhianati pesan dan jasa para pendiri Bangsa.

Berpikir dengan jernih bukan saja dapat membantu untuk memahami kebutuhan bangsa ini. Meski tampak kecil faedahnya, menetapkan satu pilihan dan memilih sesuai hati nurani masing-masing adalah sudah merupakan kontribusi besar dalam peran serta mengisi kemerdekaan ini, dan sudah barang tentu hal itu adalah perbuatan yang bijak dan terpuji bila dibanding tidak melakukannya sama sekali. Mengutip peribahasa lama versi terbaru ‘semut di ujung pulau dapat terpantau dengan jelas, gajah di depan bola mata hampir-hampir tak terlihat’, kiranya dapat dijadikan pedoman bersama untuk melakukan kompetisi secara sehat dan mengisi pembangunan yang merata pada hari-hari berikutnya. Hati yang bersih mampu melihat kelebihan seseorang, hati yang tercemar akan mudah memandang kekurangan yang sebenarnya tidak perlu diperhatikan dengan seksama. (SeSJaya)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun