Indonesia merupakan negara kepulauan dan memiliki sumber daya alam yang sangat mendukung untuk pembangunan energi terbarukan. Angin dengan bantuan turbin dan matahari dengan sistem solar photovoltaic (PV) menjadi alternatif untuk menuju 100% energi terbarukan. Faktanya, angin dan solar PV lebih murah daripada coal (minyak bumi) dengan sumber energi fosil, dan memiliki dampak yang baik bagi lingkungan dengan emisi yang sangat rendah.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Australian National University dan Institut Pertanian Bogor melalui ANU-Indonesia Project, Professor Andrew Blakers mengatakan bahwa, dengan dukungan pump hydro dan tegangan tinggi arus searah (DC) untuk menghubungkan wilayah di seluruh Indonesia.
Juga, PV di Indonesia sangat bisa dikembangkan secara bersamaan dengan melihat iklim di Indonesia adalah tropis, memiliki kualitas cahaya matahari yang bagus sepanjang tahun, dan tidak memiliki musim dingin. Artinya bahwa tidak ada masalah musim dingin yang boleh terjadi dan menyebakan minimnya energi matahari yang ditampung pada daerah-daerah yang berada pada dataran tinggi.
Karena PV adalah teknologi yang handal untuk mengalirkan energi, artinya bahwa PV bisa dipasang disetiap atap di seluruh wilayah, tidak terpusat dan bisa menjangkau masyarakat yang hidup di daerah pedalaman. Dengan memasang 50 MW, 50 Kw atau 50 w pada tempat-tempat tertentu, tergantung pada module solar panel yang dibutuhkan. Jadi dengan teknologi manusia yang berskala ini, teknologi generasi baru pertama, melalui tahap instalasi akan sangat mendukung distribusi energi ke masyarakat.
Dibandingkan dengan China dan India yang juga merupakan negara besar yang berkembang di Asia, PV di Indonesia hampir tidak ditemukan. China telah mengembangkan 77% energi terbarukan dengan sumber tenaga angin, matahari dan air dan India pun melakukan investasi secara besar-besaran dengan persentase berada dibawah China.
Sementara itu, untuk beberapa tahun belakangan ini Indonesia masih mengalami ketertinggalan dari pengembangan energi terbarukan meskipun potensial yang dimiliki lebih besar, karena Indonesia memiliki iklim tropis yang sangat jauh lebih baik dibandingan China dan India.
Kita berharap bahwa Indonesia dapat bergerak cepat menuju pengembangan energi terbarukan, sehingga pada tahun 2030 seperti yang telah ditetapkan oleh Sustainable Development Goal (SDG 7) Energy, akan lebih banyak kapasitas generasi baru untuk mengembangankan PV dan bisa jadi pada 2040 semuanya bisa dikembangkan dengan PV. Semua negara pun bisa mencapai ini, dengan juga bantuan angin pada daerah-daerah di dataran tinggi untuk menggerakan listrik.
Pump hydro, secara sederhana memiliki 2 reservoir (bak penampung), secara berdekatan tetapi terpisah oleh ketinggian pada jarak 200 -- 400 meter, dengan pipa dipasang diantara 2 bak penampung tersebut, dan pompa serta turbin dipasang pada bagian bawah pipa. Ketika energi matahari dan atau angin digerakkan, air tersebut dipompa dari permukaan rendah ke bak penampung yang berada pada permukaan yang lebih tinggi.
Untuk mendapatkan energi listrik air tersebut kemudian mengalir melalui pipa untuk menggerakkan turbin dan menciptakan kembali arus listrik. Pada sisi lain, Indonesia bukan hanya memiliki beberapa gunung saja, hampir dimanapun, permukiman dengan banyak gunung vulkanik.
Perbedaan diantara on-river dan off-river pump hydro adalah banyak daratan yang tidak berdekatan dengan sungai tetapi tidak membutuhkan sungai untuk untuk menggerakan pump hydro pada sistem yang berdekatan, dimana dengan sederhana air yang sama secara bolak balik mengalir diantara reservoir yang satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, dengan banyaknya gunung-gunung di Indonesia, besar kemungkinan Indonesia bisa mengembangkan off-river pump hydro.
Secara praktis, untuk menstabilisasi jaringan listrik di Indonesia , angin dan solar PV dengan level tinggi, dan diantara rumah-rumah warga, banyak persediaan listrik adalah arus searah (alternating current), secara umum untuk tegangan rendah dan sedang dan jarak dekat transmisi tegangan tinggi.
Jika kita memasang pada jarak 700 km untuk transmisi maka kita perlu merubah arus searah (direct currect), karena alasan-alasan fisik. Selanjutnya, kabel DC dengan tegangan tinggi dioperasikan diantara 500 dan 1000 Kv sekitar 1 Mega volts, dan sebuah sistem besar dibangun untuk mentransmisi 2 Gw pada jarak 3000 km dengan kehilangan hanya 10%. Dengan kata lain, kita bisa memindahkan tenaga listrik dari satu wilayah ke wilayah lainnya di Indonesia dan hanya kehilangan 10%.
Tetapi propinsi-propinsi di wilayah bagian timur memiliki cuaca yang baik, sehingga kita bisa menggerakan wind dan solar power dari timur ke barat dan juga sebaliknya. Semakin luas wilayah yang dintegrasi dengan kabel DC tegangan tinggi, semakin kecil penyimpanan yang dibutuhkan karena tidak ada tenaga listrik yang terbuang pada jaringan listrik (grid).
Delegasi dari Indonesia ke China dan Australia akan menjadi sangat bagus dan beberapa negara lainnya, dimana wind dan PV memiliki harga yang memenangkan kapasitas generasi baru. Langkah yang bisa ditempuh oleh Indonesia adalah mendukung untuk mulai mengembangkan rooftop solar photovoltaic industry, karena keterampilan sangat dibutuhkan untuk menempatkan ribuan bahkan jutaan solar panels pada atap secara langsung yang mampu mentransfer sistem  secara luas.
Disisi lain, pemerintah perlu menetapkan harga secara langsung, dimana perusahaan yang memenangkan harga terendah untuk persediaan Pv, akan dibayar secara subsidi jika harga pasaran turun dan akan dibayar pemerintah jika harga pasaran naik. Dengan demikian, wind dan PV bisa secara cepat dikembangkan di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H