Dapur dengan fungsinya yang minim hanya untuk menggenapkan bahwa bangunan yang dihuni adalah sebuah rumah. Sebagian besar penghuni rumah tangga lebih memilih makan di luar rumah dibandingkan menyiapkan sendiri di dapur rumah.Â
Dari perspektif aktivitas rumah tangga terjadi pergeseran makna berkegiatan rumah tangga yang melibatkan stimulan indra ragawi - aroma, denting perangkat dapur, tampilan hidangan, rasa - yang mengkoneksikan anggota-anggota keluarga.Â
Kehangatan dapur yang bukan semata karena adanya alat pemanas - kompor, oven, microwave - namun karena suasana homy yang terbangun, menghilang dan tersisihkan oleh teknologi dan pola hidup modern yang memuliakan kepraktisan.
Perihal dapur dan pilpres, kita bisa bayangkan kalau kedua pasang calon presiden dan wapres memutuskan untuk masuk dapur dan menyiapkan hidangan bersama.Â
Tentunya dengan kesepakatan bersama atas apa yang akan disiapkan. Faktor ini krusial karena kalau keputusan menu yang akan dimasak baru dibicarakan ketika masuk dapur bisa berakibat runyam.Â
Salah-salah, situasi memanas tidak semata karena pilpres, tetapi juga soal menu. Â Alhasil sendok sayur bisa berubah fungsi menjadi pedang berlawankan spatula.Â
Membayangkan Pak Jokowi merajang bahan makanan dan Pak Prabowo menumisnya tentu membuncahkan harapan suasana akur, rukun dan bersahabat sekalipun mereka berkali bersaing dalam kontestasi politik. Karena dapur, kita pun akur sedulur.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H