Di tengah hiruk pikuk pasca pilpres, rehat bersama dan menikmati kudapan di dapur menjadi selingan nikmat. Rehat nikmat ini di banyak kabar sering dipakai di ajang diplomasi.Â
Banyak cerita yang mengungkapkan diplomasi makan bersama sudah berkali-kali teruji menurunkan tensi dan membangun kesepahaman. Capres petahana dikenal memiliki rekam jejak ini semenjak menjabat walikota Solo.Â
Berkali-kali menjamu para pedagang yang hendak dipindahkan menampakkan hasil pada proses relokasi yang minim konflik malah menjadi selebrasi bersama.Â
Tentu pertama-tama bukan jamuannya, namun suasana kebatinan dan kebersamaan  yang terbangun pada saat santap bersama. Semoga di pilpres ini pun, diplomasi ini dapat dipraktekkan.Â
Ngopi dalam rasa sedulur di dapur dapat mencairkan kebekuan dan melumerkan ketegangan. Mengapa dapur? Siapapun yang punya dapur semoga memiliki pengalaman suasana dapur yang homy dan mengakrabkan.Â
Ruangan yang jaraknya hanya sepelemparan tahu dari ruang makan ini menjadi sumber sukacita salah satunya berkat hidangan dan aroma yang menyeruak.
Menyoal dapur akhir-akhir ini tidak terlepas dari perkembangan taraf hidup dan kemakmuran banyak warga. Hubungan keduanya adalah perkembangan taraf hidup mereduksi fungsi dapur. Ditambah lagi dengan kemajuan teknologi aplikasi pesan hantar makanan online. Banyak dapur yang kehilangan roh sebagai sumber hidangan yang mengundang selera.Â
Dapur rumah tangga sudah bergeser menjadi 'museum' perangkat memasak yang tergolek berdebu. Aktivitas dapur rumah tangga sudah berpindah ke dapur cafe, restoran, kedai bahkan warung tegal. Aktivitas memasak pun sudah berpindah ke aktivitas berbasis gawai-gawai masing-masing penghuni rumah di masing-masing ruangannya.Â
Tidak ada lagi aroma yang menyeruak dari dapur. Tidak ada lagi kunjungan anggota keluarga untuk menyapa dan membujuk nyonya rumah mengijinkan mencicip makanan. Masing-masing pribadi baru terkumpulkan ketika mendengar bel atau ketukan pintu yang menandakan makanan pesan hantar sudah tiba.
Fenomena ini tidak lantas hanya terjadi di lingkungan rumah tangga namun juga di kalangan mahasiswa. Peningkatan taraf hidup memungkinkan sebagian mahasiswa untuk tidak lagi akrab dengan aktivitas masak di dapur umum tempat kost, tempat interaksi saling comot makanan lumrah terjadi. Tidak ubahnya trend di rumah tangga, mahasiswa-mahasiswa ini merupakan pengunjung setia cafe atau kedai nasi atau bahkan pelanggan pesan antar makanan online.
Burukkah situasi ini? Bergantung dari sudut pandang. Dari perspektif daya beli, semestinya situasi ini mencerminkan  kemampuan rumah tangga yang berlebih secara finansial. Situasi ini mirip dengan gejala sosial di negeri Paman Sam 20 tahun yang lalu.Â