Mohon tunggu...
Seno Rocky Pusop
Seno Rocky Pusop Mohon Tunggu... Penulis - @rockyjr.official17

सेनो आर पूसॉप जूनियर

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sarang Penyamun dalam Surga yang Terlantar

2 Agustus 2023   00:40 Diperbarui: 2 Agustus 2023   08:08 601
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar. Ilustrasi (pesat.org)

Terminologi surga yang terlantar sepertinya terdengar asing di sebagian telinga warga belahan bumi lain. Jika pun ada yang mengetahui keniscayaan ini, kesan yang dibicarakan tidak terlepas dari kriminalitas.

Negeri yang berdiri di atas emas yang melimpah kerap kali dikenal sebagai sarang penyamun, markas perampok dan pencuri. Kehidupan disini sangat memprihatinkan.

Orang sering mendengar dan menanggapi peristiwa-peristiwa mengerikan dan menakutkan seputar surga yang terlantar dengan acuh tak acuh. Semua peristiwa yang lahir dan diproduksi di negeri ini dari rezim berganti rezim terus membuat hidup manusia lebih pelik, semakin mempertebal keyakinan bahwa manusia hidup di bagian tergelap surga kecil.

Pada tajuk ini, kita akan disuguhkan dengan dinamika kehidupan dan carut-marut kejahatan manusia dalam surga yang terlantar bernama "Papua" yang menjadi target pencurian, perampokan, penculikan dan penindasan. Semuanya berawal dari dampak stigma kelam yang hidup dan bersarang sejak lama. Citra negatif yang terlanjur mengental di kepala masyarakat.

Eksposisi istilah penyamun digunakan untuk pengertian mengambil harta orang lain dengan menggunakan kekerasan atau mengancam pemilik harta dengan senjata atau pun alat tajam, terkadang juga disertai mutilasi dan pembunuhan yang paling sadis. Perbuatan ini merupakan kejahatan yang serius (the most serious crime), selain merampas hak orang, juga mengancam jiwa orang.

Kejahatan terus meningkat sejak aneksasi, di saat persamaan detik surga mulai terlantar. Bumi Cenderawasih yang dipenuhi hutan hujan yang tumbuh lebat menjadi sarang dan persembunyian para penjahat yang serakah, tanah ini menjadi angker. 

Stigma kelam ini dikondisikan dalam bentuk teror dan intimidasi. Manusia yang hidup merasa tidak nyaman, dirampok, nyawa dipertaruhkan, hasil bumi dan harta benda menjadi rampasan.

Berbagai fenomena yang terjadi menunjukkan bahwa masyarakat pribumi tidak mengindahkan perilaku menyimpang, nilai-nilai moral tidak dapat dijadikan sebagai landasan utama kehidupan. Masyarakatnya tinggal dalam keadaan yang amat menyayat, marginal, miskin dan terisolasi. Kejahatan pun tumbuh subur dalam keleleran.

Pamor "surga kecil yang jatuh ke bumi" ditelanjangi oleh kedurjanaan dan keserakahan, tidak sesuai tuntutan. Menjadi ramai didatangi para pencoleng dengan tujuan mencari dan mencuri keuntungan materialisasi. Motivasi mereka tidak lain adalah harta dan kekayaan. Semangat mereka adalah menjadikan surga yang terlantar sebagai sumber penghasilan dan laba. Harapan mereka diletakkan di atas bisnis.

Banyak orang serakah yang egois, bengis, buas dan tak mengenal iba, tidak segan-segan melakukan kejahatan terhadap orang lain demi meraup keinginan. Para pencoleng membagi hasil jarahan, bereuforia diatas penderitaan orang lain, bertengkar satu sama lain dan merencanakan berbagai aksi kejahatan mereka berikutnya yaitu mencuri, merampok dan menindas.

Konflik dan perselisihan yang tidak sewajarnya dilakukan, menimbulkan keresahan di hati masyarakat. Di sisi lain, ada perebutan jabatan dan posisi kepemimpinan, persoalan hasil bumi dan harga diri yang terluka, persoalan hak politik, ekonomi dan berbagai konflik sosial lainnya. Lebih parahnya lagi, para penyamun menyembunyikan kejahatan dari hasil kejahatan mereka.

Surga yang terlantar masih dipenuhi dengan berbagai konversasi yang kosong, sembrono, tawar-menawar dengan banyak perdebatan sengit dan hanya sibuk mengerok keuntungan pribadi. 

Perilaku yang tidak rohani dan memuliakan, tidak mencerminkan kehidupan sorgawi, hanya merancang kejahatan dan euforia, menyebabkan hadirat Sang Khalik menyingkir dari surga kecil.

Hadirat Sang Khalik tidak lagi hidup dan tinggal dalam surga kecil yang jatuh ke bumi. Hanya roh kudis, roh kuda, roh halus, dan roh-roh jahat lainnya yang mulai gentayangan dan melanggengkan berbagai skenario dan kezaliman yang banyak meresahkan dan merajalela di seantero surga yang terlantar.

Realitas yang berkecamuk di surga yang terlantar, demi mengejar sesuatu yang tidak abadi dan atau sifatnya murni duniawi dengan berbagai cara, penipuan, pencurian, perampokan, penculikan serta penindasan tanpa memedulikan hak hidup dan eksistensi manusia. Betapa sadisnya kriminalitas, sesuatu yang bertentangan dengan hukum di belahan dunia mana pun.

Sekedar cakal Papua dianggap negeri yang transendental, padahal realitasnya kekejian yang terjadi mendominasi surga yang sama sekali terlantar. Julukan "surga kecil" bersifat bombastis dan digunakan oleh para penyamun demi keegosian, tanpa menciptakan suasana surga yang sesungguhnya.

Seyogianya manusia mencari dan memperjuangkan kehendak Sang Khalik dan apa yang menjadi cita-cita mulia dalam surga kecil. Tapi semuanya berbalik dari ekspektasi dan interpretasi. Berubah menjadi ajang pemenuhan dan pemuasan kepentingan pribadi. Sibuk dengan keegosian, tidak lagi memperhatikan kesyahduan surga kecil di bumi.

Kebajikan menghilang dari surga kecil, suasana tidak lagi bersahabat. Seolah-olah kita hidup tidak terlalu penting di sini. Semua yang indah menjadi ternoda, apa yang baik dan berharga tidak berguna, surga telah menjadi sarang penyamun dan telah merusak kesakralan. 

Memenjarakan hidup dalam pusaran pertempuran tanpa akhir yang tak terhindarkan, meleking dan tidak perduli ekspresi siapa yang paling istimewa. Surga tanpa kedamaian niscaya akan menjadi tempat yang hampa dan menakutkan.

Dalam benak kecil kita, kita insaf apa yang harus kita lakukan? Surga yang terlantar membutuhkan keindahan, kemewahan, kekayaan, bahkan segala kebajikan serta kejujuran, ketulusan dan cinta untuk menunjukkan jalan kembali ke kehidupan yang damai dan sentosa. Menapaki jalan kebaikan melalui pertobatan yang sejati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun