Konflik dan perselisihan yang tidak sewajarnya dilakukan, menimbulkan keresahan di hati masyarakat. Di sisi lain, ada perebutan jabatan dan posisi kepemimpinan, persoalan hasil bumi dan harga diri yang terluka, persoalan hak politik, ekonomi dan berbagai konflik sosial lainnya. Lebih parahnya lagi, para penyamun menyembunyikan kejahatan dari hasil kejahatan mereka.
Surga yang terlantar masih dipenuhi dengan berbagai konversasi yang kosong, sembrono, tawar-menawar dengan banyak perdebatan sengit dan hanya sibuk mengerok keuntungan pribadi.
Perilaku yang tidak rohani dan memuliakan, tidak mencerminkan kehidupan sorgawi, hanya merancang kejahatan dan euforia, menyebabkan hadirat Sang Khalik menyingkir dari surga kecil.
Hadirat Sang Khalik tidak lagi hidup dan tinggal dalam surga kecil yang jatuh ke bumi. Hanya roh kudis, roh kuda, roh halus, dan roh-roh jahat lainnya yang mulai gentayangan dan melanggengkan berbagai skenario dan kezaliman yang banyak meresahkan dan merajalela di seantero surga yang terlantar.
Realitas yang berkecamuk di surga yang terlantar, demi mengejar sesuatu yang tidak abadi dan atau sifatnya murni duniawi dengan berbagai cara, penipuan, pencurian, perampokan, penculikan serta penindasan tanpa memedulikan hak hidup dan eksistensi manusia. Betapa sadisnya kriminalitas, sesuatu yang bertentangan dengan hukum di belahan dunia mana pun.
Sekedar cakal Papua dianggap negeri yang transendental, padahal realitasnya kekejian yang terjadi mendominasi surga yang sama sekali terlantar. Julukan "surga kecil" bersifat bombastis dan digunakan oleh para penyamun demi keegosian, tanpa menciptakan suasana surga yang sesungguhnya.
Seyogianya manusia mencari dan memperjuangkan kehendak Sang Khalik dan apa yang menjadi cita-cita mulia dalam surga kecil. Tapi semuanya berbalik dari ekspektasi dan interpretasi. Berubah menjadi ajang pemenuhan dan pemuasan kepentingan pribadi. Sibuk dengan keegosian, tidak lagi memperhatikan kesyahduan surga kecil di bumi.
Kebajikan menghilang dari surga kecil, suasana tidak lagi bersahabat. Seolah-olah kita hidup tidak terlalu penting di sini. Semua yang indah menjadi ternoda, apa yang baik dan berharga tidak berguna, surga telah menjadi sarang penyamun dan telah merusak kesakralan.
Memenjarakan hidup dalam pusaran pertempuran tanpa akhir yang tak terhindarkan, meleking dan tidak perduli ekspresi siapa yang paling istimewa. Surga tanpa kedamaian niscaya akan menjadi tempat yang hampa dan menakutkan.
Dalam benak kecil kita, kita insaf apa yang harus kita lakukan? Surga yang terlantar membutuhkan keindahan, kemewahan, kekayaan, bahkan segala kebajikan serta kejujuran, ketulusan dan cinta untuk menunjukkan jalan kembali ke kehidupan yang damai dan sentosa. Menapaki jalan kebaikan melalui pertobatan yang sejati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H