Mohon tunggu...
Seno Rocky Pusop
Seno Rocky Pusop Mohon Tunggu... Penulis - @rockyjr.official17

सेनो आर पूसॉप जूनियर

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Wajah Baru Melihat Peta Konflik di Papua

22 Juni 2023   19:02 Diperbarui: 6 Februari 2024   19:19 550
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (YouTube/Harian Kompas)

Salah satu dosa asal umat manusia adalah ketidakmampuannya untuk hidup damai. Sejak awal sejarah, konflik perebutan wilayah, kekayaan, kekuasaan dan prestise hampir selalu berulang. Memang, banyak dari apa yang terjadi di masa lalu hanyalah serangkaian konflik. Papua yang kita kenal sekarang, dari negeri tempat kita tinggal hingga berbagai konflik yang kita lihat dan dengar setiap hari, dibentuk oleh perjuangan yang penuh kekerasan.

Dari berbagai data observasi yang saya rampung, sangat menolong dalam mendeskripsikan tulisan ini. Berawal dari sejarah peralihan kekuasaan sampai konflik berkepanjangan di Papua. Hingga dewasa ini, banyak menyisihkan nanah dari luka nurani yang tidak dapat disembuhkan, menjadi penyakit sosial-politik yang dapat dilihat, masih dirasakan dan sedang terjadi.

Coba lihat seperti apa wajah baru Papua sekarang? Melalui berbagai proses dan tahapan yang dilalui tidak pernah ada jalan tengah atau sebuah resolusi untuk mengakhiri konflik Papua. Gejolak yang kian memanas sejatinya merupakan ketimpangan dalam persoalan hak politik Papua di masa lalu yang terabaikan dan tidak sejalan dengan hasrat rakyat pribumi.

Berbagai konflik tidak lenyap begitu saja, menghadapi beragam kemelut yang tidak mudah, seperti halnya orang yang tidak pernah merasa kenyang, selalu dahaga dan lapar akan konflik dan peperangan. Dalam berbagai realitas yang terpampang di mata publik, baik secara fisik maupun daring terlihat percikan api yang selalu membara dan tak kunjung padam.

Menguaknya nasionalisme di Papua memunculkan berbagai peta konflik yang tidak dapat dihindari dalam proses penyelesaian sengketa tanah Papua. Perang ideologi yang dilakukan antara pro-kemerdekaan dan pro-integrasi, dalam pencarian jati diri dalam konsep dan semangat nasionalisme, berhasil memetik percikan api di dalam diri rakyat Papua.

Memasuki pertengahan abad ke-20, menjelang kekalahan Jepang pada tahun 1945 melawan sekutu dalam Perang Dunia II, sejarah Papua memasuki babak baru. Dalam sidang kedua BPUPKI 10-17 Juli 1945, pembahasan status tanah dan sengketa politik Papua menjadi topik menarik, sekaligus memicu perdebatan sengit kala itu. Menjadikan bekas wilayah Belanda dianggap sebagai bagian dari Republik Indonesia.

Setelah hengkangnya penduduk Belanda pada tahun 1949, Papua menjadi wilayah tarik-menarik akibat pengaruh antara rezim nasionalisme dan ekspansionis Sukarno dan Amerika, yang disusul oleh pendudukan brutal rezim Soeharto yang merupakan sekutu kepentingan ekonomi dan politik Amerika.

Selain kepentingan Indonesia dan Amerika, adapun Australia, Uni Soviet, Belanda, Inggris, termasuk PBB juga berperan dalam menentukan nasib wilayah dan rakyat Papua. Dengan dibentuknya Komisi PBB untuk Indonesia dan diselenggarakannya Konferensi Meja Bundar (KMB) 27 Desember 1949, Indonesia memulai pergolakan untuk mendominasi Papua.

Pada tanggal 1 Desember 1961 di Hollandia (sekarang Jayapura), para tokoh Papua yang terpelajar mendirikan dan mendeklarasikan “Kemerdekaan Republik Papua Barat” yang ditandai dengan pengibaran bendera Bintang Kejora di samping bendera Belanda dan menyanyikan lagu kebangsaan Papua “Hai Tanahku Papua” dan lagu kebangsaan Belanda “Wilhelmus”. Deklarasi ini disiarkan langsung oleh radio Belanda dan Australia.

18 hari pasca proklamasi kemerdekaan Papua Barat, Soekarno geram dan mengeluarkan Tri Komando Rakyat (Trikora) 19 Desember 1961 di Alun-alun Utara Yogyakarta, berisi perintah untuk membatalkan negara boneka Papua buatan Belanda, bahkan merencanakan dan menyiapkan operasi militer dalam skala besar untuk menyatukan Papua Barat dengan Indonesia dan melepaskan wilayah jajahan dari cengkeraman imperialisme Belanda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun