Dunia ini bukan kadang-kadang, tapi memang sudah lumrah dan orang kerap kali menyebut Papua itu sebagai "tanah emas". Meskipun terasa asing kedengarannya, dalam benak saya penyebutan ini menggambarkan perasaan tentang dunia yang menjengkelkan. Sekonyong-konyong keadaannya menjadi mengerikan, peruntungan menjadi sengsara, saya menyadari bahwa dunia ini tidak sebagaimana mestinya.
Keegoisan dan keserakahan telah merasuki orang-orang yang melakukan kekejian yang merajalela di tanah emas, bahwa manusia telah melakukan tindakan kekerasan, penjarahan dan pemerkosaan dalam dunia yang penuh noda dan akan segera menjadi hampa, mengerikan tanpa sebab dan alasan.
Inilah dunia di Timur Indonesia, orang-orang akan menyapa kita dengan "selamat datang di dunia yang tak berdaya". Dunia dimana kita diperlakukan seperti mainan anak-anak yang hasilnya sangat melelahkan melihat orang lain memperlakukan hidup kita tidak adil dan tidak pantas.
Kebengisan di sini seperti tanaman yang tumbuh subur di musim hujan, yang tidak seberapa lama kemudian layu dan mengering di musim kemarau. Pada akhirnya bak anai-anai yang berterbangan ditiup angin. Sungguh, betapa cepatnya kehidupan dunia ini akan musnah.
Meski tinggal di negeri emas memang menyenangkan, semuanya memuaskan. Apa pun yang diinginkan oleh nafsu manusia, apa yang mereka cari dan apa yang mereka perjuangkan semua tersedia. Namun, pada kenyataannya manusia selalu merasakan lelah dan bosan saat hidupnya terculik oleh sempitnya dunia ini, sakitnya tidak tertahankan, sangat perih menatap dunia yang morat-marit.
Berbagai pergumulan hidup di negeri ini berakhir dengan ketidakpastian dan tragis. Banyak kewajiban menjadi sia-sia karena manusia yang tinggal memiliki niat yang jahat. Menjadikan tujuan hidup justru membawa manusia pada arah yang tidak menentu. Namun ironisnya, dunia yang melelahkan ini justru menjadi buah bibir karena kisah misterinya.
Tanah emas ini tampak menakjubkan bagi mata yang tidak tahu, layaknya orang yang memimpikan sesuatu yang menyenangkan. Apa yang dilihat yang adalah kenyataan, bukan fantasi. Oleh karenanya, banyak yang bekerja dengan mengecoh dan menggarap banyaknya harta dan bereuforia di atas penderitaan orang lain.
Banyak manusia berjuang dengan bertahan hidup untuk memenuhi hasrat. Tetapi mereka tidak pernah menyadari bahwa mereka sedang mencari kebahagiaan yang menipu dan kesenangan yang semu. Melihat orang lain miskin dan melarat di tepi jalan. Apakah mereka tidak tahu atau pura-pura tidak tahu?
Manusia tidak pernah sadar dan hidup dengan kesadaran, ketika orang lain menjadi pembenci, penjahat dan pengkhianat. Terkadang orang lain membutuhkan dan mencintai karena materi tidak dengan hati. Lupa diri karena menjalani kehudupan yang sibuk dan panik. Terjebak dalam pikiran orang lain dan tidak bisa melihat apa yang terjadi sekitar dunia ini.
Mereka berpikiran seperti jalan raya yang sibuk dan tidak pernah melambat. Tidak salah, kehidupan sehari-hari manusia menjadi tempat yang salah dan lupa. Banyak tindak-tanduk yang dilakukan menggiring manusia pada kesalahan, penderitaan dan berakhir dengan penyesalan, sulit untuk membedakan mana yang salah dan mana yang benar, mana yang hak dan mana yang bukan hak.