Karena terpatri akan membuat setiap orang selalu datang berlibur dan menikmati setiap suara alam pegunungan yang ada di kawasan ini.
Seikat ilalang mulai mengering, setelah dibabat untuk berkebun, halaman dan seluruh rumah menjadi lebih bersih dan rapi. Bagasi tergantung di dinding, tingkat langit-langit rumah diisi dengan kayu bakar.Â
Di sinilah kehidupan baru akan dimulai. Api dinyalakan di tengah tungku untuk menghangatkan rumah yang lembap, asap putih akan keluar melalui celah-celah papan.
Parasakh memiliki nama-nama dusun tersendiri (Sekhmakh lomakh, Pisirongko, Howelengka, Komperekh, Pangkik, Masa'angkola, dan lain-lain), seperti yang kerap disebut oleh masyarakat Folmimpi.Â
Satu sungai besar (Sesom) dan sungai kecil lainnya membelai dusun itu hingga terletak terpisah.
Hidup terpampat di sini, mereka akan membuka halaman baru, melihat dunia baru. Tanpa ragu hidup akan teranyar, pikiran dan perasaan tidak akan menyita batin.Â
Akan ada lebih banyak kenikmatan, keindahan, kebahagiaan dengan ketenaran mereka sebagai orang yang berbudaya. Inisiatif untuk rute rekreasi dan piknik ditata dan diatur dengan baik.
Hutan akan menjadi tempat berburu, gemuruh sungai akan menarik empati untuk berdandan atau berenang dalam dinginnya air yang persis dengan es batu. Pada belahan dusun tersebut, rangkaian kebun yang berjejer dan bersusun dibubuhi tanaman semakin asri.
Orang-orang Folmimpi menikmati masa liburan mereka di Parasakh. Sejauh langit dari bumi, kehidupan di hutan mempertemukan mereka dengan musim Pandan (Yaluk li), musim Merpati (Yalma li), musim Kusu (Mana li), musim Jamur (Wa'ale li).Â
Sementara di desa akan ada Musim Petatas (Kwaneng li), musim babi (Pham li)Â dan segala sesuatu yang membentuk dan memberi kehidupan seakan datang persamaan termasuk kehidupan dimana bayi-bayi kecil akan lahir.