Mohon tunggu...
Seno Rocky Pusop
Seno Rocky Pusop Mohon Tunggu... Penulis - @rockyjr.official17

सेनो आर पूसॉप जूनियर

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Setelah 40 Tahun, Apa Jadinya Bumi Cendrawasih Tahun 2062?

22 Agustus 2022   11:33 Diperbarui: 31 Agustus 2022   23:31 571
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah anjangsana yang panjang di atas samudera Pasifik selama 40 tahun, tidak terlihat dengan jelas pulau yang berdampingan untuk berlabuh. Banyak harapan dalam tantangan mengarungi perjalanan yang sangat membosankan.

Jika mesin waktu dapat membawa kita,  berada tepat pada satu abad di 2062 yang akan genap menjadi 100 tahun pencaplokan. Apakah sekarang kamu kepikiran? Kira-kira apa yang akan dikenang generasi disana?

Aku selalu beriming-iming bahwa mimpi itu sesuatu yang mustahil, mustahil untuk tidur dan mustahil untuk bangun. Tapi kali ini diajak bukan untuk berlarut-larut dalam sandiwara lagi, melainkan berpikir kembali.

Pada goresan lain, ada sebuah asesmen dengan tajuk "Papua akan Berkeping-keping di Samudra Pasifik". Barangkali yang hancur luluh di sini adalah kehidupan manusia tanpa amarah dan marwah, hanya arwah-arwah yang akan gentayangan.

Kedengarannya kayak dongeng dari negeri kayangan, setiap hari perjalanan ini hanya dipenuhi kabut, di atas langit dari bumi Cendrawasih, tidak bisa melihat keindahannya dengan jelas karena penuh dengan kesuraman. Situasinya pun tidak pernah membaik.

Jadi apa yang harus disalahkan? Film fiksi atau epik? Atau memilih jalan pintas menuju masyarakat Chronicle pada tahun 2067. Meski hanya terpaut lima tahun dengan 2062. Mungkin begitulah adanya, perbedaan tujuan yang tidak membawa diskrepansi.

Walau dianggap sesat, satu kejanggalan yang signifikan menjelang tahun 2062 adalah tidak bisa berpikir untuk membedakan, karena lebih banyak sibuk untuk menyatukan.

Masalahnya, kebanyakan dari kita suka hancur oleh pujian daripada diselamatkan karena kritikan. Bahkan tidak bisa lagi untuk membedakan antara sesuatu yang harus terjadi dengan sesuatu yang harus berhasil.

Kejadian dengan keberhasilan memang sangat berbeda. Pikirkan tentang itu? Bukan berhalusinasi! Bedakan antara apa yang gagal dan apa yang berhasil. Konteks ini akan membawa kita jauh lebih dalam untuk memahami kehidupan di masa depan.

Pada hari-hari tertentu Cenderawasih akan menjerit, selama belum punah dan langka. Hinggap pada titik nadir, terlihat rentetan tragedi berdarah yang telah mewarnai bumi Cendrawasih bertahun-tahun, gema pekikan "Suara Jalanan" tidak pernah hengkang.

Bukan regenerasi saat ini yang mengidap, mungkin luka ini akan terasa disana. Begitu dalam kesakitan dan penderitaan, apakah mereka bertekad kuat untuk membuat rasanya ingin melepaskan diri dari belenggu? Akankah mereka putus asa memiliki kehidupan yang lebih baik di sana?

Tahun 2062 masih sangat jauh dari harapan dan kenyataan. Untuk mengetahui seluk beluk disana pasti kita akan membuat lebih banyak teka-teki dan paradoks agar tidak tersesat dalam perjalanan menuju satu abad.

Kenyataan yang kita hadapi saat ini adalah bahwa warna kulit gelap dan keengganan terhadap arang, dianggap hanya percikan kecil dari konflik yang telah berkecamuk selama 60 tahun terakhir. Sebuah keniscayaan yang meledak karena ketidakadilan.

Akankah mereka mengenang bekas luka dari warna kulit? Atau ketidakadilan? Apakah mereka akan terabaikan? Tertinggal Jauh di belakang? Menjadi daerah yang tersisih dan terpinggirkan? Penuh kemiskinan dan jauh dari kehidupan yang layak? Itulah gambaran bumi Cendrawasih yang kaya, tanahnya beremas, tetapi kehidupannya tetap nadir.

Meski masih ada harapan, kesangsian sebuah hati selalu menggeliat. Lantas bagaimana jadinya nasib mereka di tahun 2062? Kepada siapa harus mengadu? Kepada siapa harus berharap? Nyatanya, dunia hanya melihat mereka sebagai objek dominion.

Melihat mirisnya realita yang terjadi. Haruskah berbenah diri lagi? Apapun segala upaya yang dilakukan untuk menghapus air mata dari mata mereka. Sebaliknya, itu akan menimbulkan pertanyaan baru. Benarkah semua permen kids itu bisa membuat mereka bahagia? Nyatanya, alih-alih mendapati peran seseorang, yang tampaknya berperan penjahat serakah yang dzalim.

Sayang sekali, apa yang dibanggakan dari negeri serpihan surga, meskipun mereka sedih, suara batin mereka tidak jelas, rasanya dunia ini tidak akan pernah tahu bahwa mereka sedih, dengan meninggalkan ketimpangan yang menganga.

Generasi hari ini bermimpi dan merenung. Akankah mereka memiliki kehidupan yang baik? Apakah mereka juga mendambakan kesejahteraan hakiki? Semoga mereka tidak lagi menjadi pengecut dan pecundang, tidak lagi memohon belas kasihan dan keadilan. Tidak terukir di hati mereka bahwa orang lain pernah berkasih. Sayangnya, dunia turut mengamini bahwa mereka pasti bisa.

Jika tahun 2062 datang, itu menunjukkan cita-cita luhur dari bumi Cendrawasih untuk membangun kembali kehidupan yang bermartabat, dan mengangkat harapan setinggi langit, dan meringankan semua urusan dan kesusahan hidup. Maka dengan kejayaan dan kemuliaan peradaban mereka akan bersatu teguh dan bangkit selayaknya bumi lain yang tak tergoyahkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun