Mohon tunggu...
Seno Rocky Pusop
Seno Rocky Pusop Mohon Tunggu... Penulis - @rockyjr.official17

सेनो आर पूसॉप जूनियर

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ayah Ajari Aku Doa

1 Agustus 2022   00:00 Diperbarui: 1 Agustus 2022   08:51 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Ilustrasi. Doa Kristen : worldvision.org

Cerita menarik ini, berasal dari pinggiran Timur, mungkin bumi Cendrawasih, bisa dibilang, tempat pertama kali aku bertemu ayah mengajariku cara berdoa.

Sebuah nama yang cukup menggoda untuk disapa "Kosarek Valley", aku tahu benar hiruk-pikuk masa kecil di sini, meski sangat jauh dari kata mewah, tapi di sini kita kaya dengan berbagai kenangan dan renungan.

Kehidupan dimulai dari rumah yang beratapkan seng-aluminium, dindingnya dilapisi papan, meskipun memberi kesempatan untuk angin melalui celah-celah kecil, kami cukup nyaman dengan selimut tebal yang dibelikan ibu, menutupi seluruh bagian tubuh, sehingga kami merasa hangat kala dinginnya hawa malam dingin di pegunungan.

Sebuah jendela yang sering kami intip aktivitas orang yang lalu lalang, dengan kepala kecil diangkat ke samping rumah, di dalamnya terdapat dua kamar, ruang tamu dan ruang makan, ruang Single Sideband (SSB)  serta sebuah dapur. Semuanya diapik sebaik mungkin.

Tapi yang tak kalah menarik lagi dari kehidupan ini adalah toiletnya, sepertinya kami berada bersebelahan rumah, di sini mereka menyebutnya dengan nama "Kakus", meski kedengarannya lelucon, begitulah kira-kira sebutannya, hmmm.

Aku merindukan teman masa kecilku dalam tulisan ini, kami tumbuh bersama, meskipun memiliki rahim yang berbeda, dia adalah sahabat karibku yang paling galak, tidak ada yang bisa mendekati rumah, ketika dia menjadi pengawal yang setia. Namanya "Blacky" seekor anjing yang gede, semua orang takut dan menjauh darinya.

Jauh sebelum gumaman tentang doa di meja makan, mungkin pengantar cerita untuk permulaannya seperti itu, aku harus melakukan itu jika ingin melanjutkan. Rasanya tidak sudi, pergi tanpa pamit

Sejenak ibuku menyajikan makanan di atas meja yang terbuat dari kayu, ketika tiba waktunya makan, bersama ayah kami semua duduk mengelilingi meja makan.

Sesaat sebelum itu, semua orang menyuruh aku untuk memimpin doa makan, dan itu adalah pertama kalinya dalam hidupku, sejak kecil. Tapi tidak sedikit pun aku merasa gugup untuk berdoa.

Karena aku yakin pasti ada Ayah di dekatku, jadi aku bisa bertanya kata-kata untuk mengucapkan doa, semua orang di meja terdiam sembari menatapku.

Aku tersenyum hanya mengarahkan pandangan ke Ayah, masih terlalu polos pada masa kecil sebuah pertanyaan pun muncul di benakku, pada saat yang persamaan aku tiba-tiba berkata, "Ayah bagaimana aku menggunakan kata-kata dalam doa?".

Kemudian sahut Ayah, "Mulai sekarang di meja makan, sebelum menikmati hidangan yang selalu tersedia ingatlah dan ucapkanlah doa ini".

Ayah menyuruh aku untuk mengikuti kata-katanya "Ya Mohon, Berkatmu ini, Amin" dan aku memimpin doa makan hari itu, mengikuti isyarat Ayah.

Kiranya, di meja makan itulah, untuk pertama kalinya di masa kanak-kanak, ayah mengajari aku cara berdoa sebelum makan.

Sepanjang hari-hari berikutnya, doa itu membekas dalam benakku. Setiap kali makan siang tiba, aku terlebih dahulu mengangkat tangan untuk memimpin doa. Ibu sangat bangga dengan giliranku.

Meja makan, barangkali hanya sekedar perabot rumah tangga, di sini aku akan mengatakan bahwa Ayah telah melatih kami lebih banyak di meja ini. Meskipun, bagi orang lain, tidak menghiraukan meja makan dalam rumah.

Bagi ayah, kehidupan dalam dalam rumah jauh lebih berarti daripada tinggal di luar rumah, karena di luar rumah, ayah selalu sibuk melayani banyak orang, saat dibutuhkan.

Sehingga tidak ada waktu luang untuk bersama, mungkin saat-saat itu adalah saat terbaik kami bisa bersama Mom dan Dad, terutama di atas meja makan.

Sampai detik ini, doa ini selalu aku ingat dan sebelum makan aku selalu berdoa. Lebih dari itu, mengingatkan aku pada Ayah, kala ia mengajariku berdoa, untuk pertama kalinya dalam hidupku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun