Mohon tunggu...
Seno Rocky Pusop
Seno Rocky Pusop Mohon Tunggu... Penulis - @rockyjr.official17

सेनो आर पूसॉप जूनियर

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Pranata Bakar Batu Suku Yallenang di Pegunungan Papua

20 Juli 2021   05:59 Diperbarui: 2 Oktober 2023   15:04 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pranata Sani di Kampung Hombuka, Yahukimo - Papua. (dokpri)

Secara keseluruhan di dataran tinggi Pegunungan Papua, umumnya bakar batu hanya dikenal di kawasan ini. Namun memiliki sebutan, tradisi dan prosedur memantek yang berparak dari tiap suku di masing-masing wilayah adat. 

Lebih eksklusif, untuk masyarakat suku Yallenang. Pranata bakar batu dalam bahasanya lebih dikenal dengan sebutan "Sani". Seperti itu, acap kali mereka menyebutnya dalam setiap perhelatan pesta adat. 

Sani adalah pesta adat yang dilakukan sebagai perayaan untuk berbagi interaksi sosial dan cenderung memperkuat standar budaya dalam kebersamaan hidup orang Yallenang. Tradisi ini dilakukan turun-temurun dan telah menjadi warisan leluhur dalam kebudayaan, baik itu yang dilakukan secara individu maupun kelompok. 

Adat-istiadat dalam proses perhelatan Sani memiliki nilai kultural bersifat magsi-religius yang dihormati dan dipatuhi dalam kehidupan budaya orang Yallenang. Sebagai makhluk budaya, tradisi ini diilhami sebagai kemampuan menciptakan kebaikan, keadilan, dan tanggung jawab. 

Sebelum menaja perhelatan Sani, terlebih dahulu akan disiapkan seekor Babi (Pham) ataupun Ayam (Winang), umbi-umbian (Am-Kwaneng), sayur-mayur (Ma'asu), dedaunan (Sua), juga kayu bakar (Kal), dan batu (Kirik). Sebuah lubang akan dikali cukup dalam. Biasanya proses memantek sampai siap saji menghabiskan waktu satu hingga dua jam.

Api akan dinyalakan, jaraknya terpisah dari galian lubang tadi. Kayu yang telah dibelah akan dibakar tersusun rapi di atas perapian yang menyala, kemudian batu ditaruh diatasnya. Disebut bakar batu karena,,, dibakar hingga benar-benar batunya panas membara.

Seorang pria akan memanah seekor Babi yang diikat, dan pria lain memegang sebuah Pisau bergegas menyembelih Babi tersebut sesuai pola potongan orang Yallenang. Para ibu-ibu duduk elegan dan membersihkan seluruh bahan masakkan yang telah disediakan. 

Setelah semuanya beres. Batu-batu yang telah panas membara, dipindahkan menggunakan kayu yang ujungnya dibelah menjadi dua bagian. Galian lubang tadi, dialasi dengan dedaunan dan menaruh batu yang telah dibakar.

Pada fase pertama digunakan untuk memasak daging bercampur sayuran, agar lemak babi mengenai sayuran dan santapan menjadi lebih nikmat. Sedangkan fase kedua digunakan untuk masak umbi-umbian dan lainnya. Yang menjadi pemisah fase adalah batu dan dedaunan yang dialas dan ditaruh pertahapnya, sering pada bagian tengah perfasenya ditaruh batu algojo yang dibungkus dengan daun. Yang menjadi juru utama dari Sani. 

Usai semuanya, Sani siap untuk ditutup sekukuh mungkin, agar segala makanan termasak dalam panasnya bara batu yang brilian. Kini tiba saatnya kalem sambil menunggu siap saji.

Sani akan dibuka, saatnya semua tamu yang hadir dalam perhelatan Sani akan duduk berdasarkan titik dimana telah ditaruhnya daun-daun. Kemudian kelompok atau keluarga yang bertanggung melaksanakan Sani akan membagi-bagikan makanan. 

Tiap Tamu perhelatan akan duduk melingkari dan menikmati santapan Sani. Iklim kebersaman, kekeluargaan, kerja sama yang harmonis dan budaya perdamaian akan tercipta disini.

Sekian lama hingga dewasa ini, pranata Sani telah mengajarkan orang Yallenang untuk tidak selalu hidup dalam keegoisan. Akan tetapi, Sani telah menjadi serikat budaya dalam berbagi rasa, kasih dan sayang.

Nilai sosial yang lama tertanam dalam kehidupan masyarakat melalui pranata Sani adalah sebagai prinsip serta wujud keyakinan yang berpedoman dan menjadi pandangan hidup dari identitas budaya yang membedakan suku Yallenang dengan suku-suku lainnya.

Penulis : Seno R. Pusop Jr.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun