Umurnya pun bervariasi, dengan range umur yang ckup lebar. mulai dari 0 tahun (beberapa hari setelah lahir, bahkan ada juga yang dilakkan beberapa saat setelah lahir), sampai umur menjelang 50 tahun.Â
Alasannya cukup bervariasi, mulai dari kesehatan sebagai alasan yang paling banyak banyak, kemudian diikuti oleh alasan tradisi, rekomendasi dokter atau orang tua, dan alasan-alasan lainnya.
Hal ini terjadi kemungkinan karena mulai terbukannya pengetahuan, laki-laki non muslim terhadap kesehatan organ reproduksinya. Sementara pada tahun 1980-an, tindakan sunat yang dilakukan diusia identik dengan berpindahkan keyakinan seseorang menjadi muslim, atau disebut mualaf.
Untuk alasan kesehatan dikaitkan dengan alasan  kebersihan, karena dengan dilakukannya pemotongan kulit penutup penis, maka kaum pria akan lebih mudah membersihkannya. Alasan kesehatan ini lebih bersifat preventif, agar mengurangi resiko infeksi dari patogen yang berkembang diantara kepala penis dan kulit penutupnya.Â
Dengan terjaganya kebersihan kepala penis dari sisa air kening, dan berkurangnya kelebaban di daerah kepala penis. Berkurangnya kelembaban kepala penis dapat menurunkan perkembangan bakteri dan jamur pada daerah tersebut. Maka hal ini berhubungan dengan kesehatan organ reproduksi bagian luar. Alasan Kesehatan dan kebersihan ini mencapai 50 persen lebih, sebagai alasan kam pria melakukannya.
Alasan berikutnya adalah tradisi, untuk alasan ini saya mendapat konfirmasi terutama dari temen-temen suku Jawa, Nias, dn Makasar, Â mereka melakukan sunat ini dengan alasana tradisi, Bagi suku tersebut, apapun agama mereka, hampir semua laki-laki dari suku-suku ini menjalani proses ini, sebagian bagian dari proses pendewasaan.
Berikutnya ditempati alasan-alasan kesehatan lain, yang lebih bersifat perngobatan. Umumnya, Â karena adanya perekatan kulit penis ata disebut phimosis. Pada responden yang mengalami ini, umunya mereka melakukannya disaat masih kecil karena rekomendasi dari dokter. Ada juga yang melakukannya karena ternjadinya infeksi di usia dewasa, kemudian setelah sembuh memutuskan untuk melakukan sunat.
Hampir setengah responden juga menjawab tidak melakukan sunat, namun pada umumnya kulit penutupnya tidak mengalami pelekatan dengan kepala penis, sehingga bisa ditarik ke arah belakang dan membuat kepala penis terbuka seluruhnya. Keadaan ini membuat kaum pria yang tidak disunat tetap bisa membersihkan.
Sedang kan responden yang tidak memberi tanggapan, kemungkinan besar memang tidak menjalani sunat, dan mereka malu untuk merespon. Biarlah ini menjadi bagian dari jawaban responden. Kita perlu menghargai pendapat mereka.
Jadi untuk pria non muslim, pilihat ada di tangan Anda, ma bersnat atau tidak, yang terlebih penting adalah menjaga kebersihan organ reproduksi Anda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H