Meningitis adalah penyakit yang di menyerang selaput otak akibat patogen (virus, bakteri atau jamur) sehingga mengakibatkan infeksi pada selaput otak.
Mengutip dari situs Alodokter, meski gejalanya awalnya mirip dengan flu, meningitis tetap harus diwaspadai, karena juga dapat menimbulkan kejang dan kaku pada leher. Pada bayi di bawah usia 2 tahun, meningitis umumnya ditandai dengan memunculkan benjolan di kepala.
Ada beberapa faktor yang dapat memicu meningitis, antara lain:
Infeksi kuman (patogen).
Penyakit kanker dan lupus.
Efek samping obat dan operasi otak.
Berdasarkan pengalaman kami, ketika anak kami didiagonis mengalami infeksi di selaput otaknya. Dokter yang menangani DR. Evelin Simanjuntak, Sp., dari RS Sint Carolus, menjelaskan bahwa patogen yang menyebabkan infeksi pada selaput otak bisa bermacam-macam, ada lebih dari seratus jenis patogen.
Awalnya anak kami hanya mengalami muntah-muntah, dan hari itu kami langsung bawa ke dokter spesialis anak. Sekitar pukul 12 siang anak kami mendapat menangana, kemudian dokter memberinya anak kami obat pencegah muntah, dan meminta kami ntuk menunggu sekitar 30 menit setalh obat diberikan. Jika anak kami tetap muntah, maka kami harus segera membawanya ke rawat inap. Saat it, temperatur tubh anak kami sekitar 37 derajat Celsius, dan setelah 30 menit tidak mengalami muntah, shingga dokter mengizinkan kami untuk pulang. Namun di luar dugaan, ketika menjelang sore, temperatur tubuhnya semakin meningkat, kami coba beri minum dan obat demam. Hal ini tidak memberikan hasil yang signifikan, hingga saya mencoba memeluk anak kami sambil bertelajang dada untuk menyerap panas tubuhnya.
Dalam kondisi seperti ini, anak kami dibuat tertidur, karena harus menggunakan alat bantu pernapasan (ventilator). Jarum infus yang langsung dipindah dari tangan ke daerah leher, juga  sonde yang memjadi saluran untk memberikan ASI.
Sebagai orang tua baru, kami sempat kuatir dan sedih luar biasa, anak yang baru 6 bulan apakah akan diambil dari kami. Puji Syukur, anak kami dapat melewati masa kritisnya saat berjuang di ruang PICU (Pediatric Intensive Care Unit). Dan kami dapat mambawanya hidup bersama kami,  dengan  spesial dibanding anak-anak seusianya. kondisi ini terjadi karena infeksi di selaput otak tersebut meninggalkan bekas, sekalipun sudah dinyatakan sembuh.
Dengan kondisi seperti ini, dokter mengelompokan anak kami dengan diagnosis global delay development ( keterlambatan perekembangan. Untuk menstimulasi perkembangannya, diperlukan terapi.  Dan lebih lanjut dikelompokkan dalam Anak berkebutuhan Khusus (ABK), Cerebral palsy (CP). Saat ini anak kami telah berusia 6 tahun, dan masih terus menjalani terapi di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangnkusmo (RSCM). Sungguh, masa anak yang penuh perjuangan, dan sebagai orang tua rasa sedih itu tidak dipunggiri sering kali hinggap ketika melihat anak-anak seusianya yah sudah bisa berlari, berbicara dan bersekolah.
Saat ini kami berlajar  berdamai dengan kondisi ini, kami menganggap saat anak kami terapi itu adalah waktunya dia sekolah. Dan terus berharap bahwa suatu saat nanti anak kami bisa mandiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H