PT KAI (Persero) akhirnya angkat bicara tentang Grondkaart sebagai bukti atas kepemilikan lahan mereka yang sah dan kuat secara hukum. Pernyataan tersebut mereka jabarkan dalam Focus Group Discussion dan Media Gathering yang diselenggarakan pada 29 Agustus 2018 lalu di Grand Elty Kalianda, Lampung Selatan.Â
Sebelumnya, banyak diberitakan bahwa salah satu anggota DPD RI asal Lampung yakni Andi Surya mengatakan bahwa Grondkaart bukanlah bukti kepemilikan yang sah dan abal-abal. Ia juga mengatakan pada media bahwa PT KAI (Persero) adalah tuan tahan Belanda yang tak paham UUPA dan UUKA.
Ia bahkan menghadirkan beberapa pihak yang katanya seorang ahli hukum agaria dari beberapa universitas ternama. Pernyataan ahli hukum tersebut tidak berbeda jauh dengan ucapan Andi Surya, mereka menjelaskan pada publik bahwa Grondkaart tidak dapat dijadikan sebagai bukti kepemilikan. Bermodalkan keyakinan dan pendapat para ahli tersebut, Andi Surya berani mengeluarkan pendapat yang bersifat provokasi.
Kembali ke acara FGD Rabu lalu, kegiatan tersebut dihadiri oleh Dr Harto selaku Staf Ahli Direktorat Aset Tanah Bangunan, M. Noor Marzuki selaku Staf Khusus Menteri Pertanahan yang dulunya adalah Sekjen Kementerian ATR/BPN serta Deputi EVP Divre IV Tanjungkarang dan Direktur Utama PT KA Pariwisata Totok Suryono.
Dikutip dari Lampost.co, Dr Harto menjelaskan bahwa Grondkaart sangat kuat dijadikan alat bukti bagi PT KAI sebagai alas hak maupun bukti atas lahan. Ia juga menambahkan bahwa Grondkaart dibuat melalui proses legal, "Grondkaart itu dibuat berdasarkan surat ukur tanah oleh Kadaster yang sekarang dikenal BPN. Disetiap Grondkaart terdapat tanda tangan pemgesahan oleh ahli ukur tanah (landmeter) sehingga Grondkaart memiliki kekuatan hukum dan diakui negara," ucapnya.
Grondkaart merupakan hasil dari sistem hukum era kolonial yang bertujuan untuk membuktikan suatu objek milik negara. Terlepas perubahan sistem hukum baik kolonial maupun nasional, fungsi dan status Grondkaart tidak berubah karena dua faktor. Pertama objek masih ada dan statusnya masih sama, kedua Grondkaart itu sendiri merupakan produk hukum yang disahkan dengan dasar hukum makro dan mikro.
M. Noor Marzuki pun mengatakan bahwa Grondkaart merupakan bukti final sebagai alat bukti kepemilikan aset atas tanah negara, bahkan Grondkaart dapat dijadikan dasar untuk mensertipikatkan lahan karena semua yang tertera didalamnya memiliki kekuatan hukum materi dan administratif. Perlu diketahui juga, semua lahan dalam Grondkaart telah didaftarkan di Kementerian Keuangan sebagai kekayaan negara.
Surat dari Menteri Keuangan yang ditujukan pada Kepala BPN pada tanggal 24 Januari 1995 menyebutkan bahwa Grondkaart merupakan alas bukti kepemilikan aset Perumka. Surat ini cukup membuktikan bahwa Grondkaart diakui oleh hukum Indonesia.
Tidak hanya meragukan keabsahan Grondkaart, Andi Surya juga meragukan PT KAI (Persero) memiliki lembaran asli Grondkaart, ia mengatakan bahwa PT KAI hanya memiliki salinannya saja. Dalam FGD tersebut juga dijelaskan bahwa Grondkaart asli tersimpan di penyimpanan arsip PT KAI Pusat di Bandung dan hanya bisa ditunjukan untuk keperluan sebagai alat bukti di pengadilan sehingga hanya salinannya saja yang saat ini ditunjukan.
PT KAI (Persero) sebagai salah satu BUMN memiliki kewajiban untuk mengamankan Barang Milik Negara (BMN) sesuai dengan Permen BUMN No. 13-14 tahun 2014. Andi Surya sebagai Aparatur Sipil Negara bukannya turut serta menjaga aset negara tetapi malah memberikan informasi yang menyesatkan bahkan memprovokasi masyarakat Lampung untuk bersama-sama merebut lahan negara. Jangan jadikan UUPA atau kepentingan masyarakat sebagai alasan untuk menyerobot aset negara.
Metro Lampung, 31 Agustus 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H