Mohon tunggu...
Ryan rifai
Ryan rifai Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

seorang mahasiswa program studi bahasa korea sekolah vokasi universitas gadjah mada yang telah lulus dan menikah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Selamatkan Mainan Kami

9 Desember 2013   11:50 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:09 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di Indonesia ini, sekarang sedang marak dengan munculnya berbagai macam teknologi, mulai dari smartphone, tablet PC, dan lain sebagainya. hal ini menjadikan mainan tradisional yang sudah ada sejak jaman dahulu mulai terancam punah, anak-anak zaman sekarang cenderung lebih menyukai game-game yang berbasis software baik online maupun offline. sungguh sangat disayangkan warisan oleh pendahulu kita ini sekarang sudah jarang ditemui dan di mainkan oleh putra-putri Indonesia, padahal jika terus di lestarikan, ini akan menjadi identitas bangsa yang khas, selain itu mainan ini juga dapat di jadikan media memperkenalkan Indonesia di kancah internasional.

Tak hanya nasib mainannya  juga yang terancam punah tapi juga kehidupan para pengrajin mainan ini, sangat miris melihat para pedagang ini tidak memiliki kehidupan yang layak, mengingat mereka adalah para pejuang yang sedang berjuang melawan jajahan teknologi masa kini yang semakin memerosotkan jiwa Bangsa Indonesia.

salah satu contohnya adalah Pak Paino, pria berusia 70 tahunan ini masih giat menjajakan mainan berupa alat musik tradisional berupa gasing yang jika diputar akan mengeluarkan bunyi nyaring, sempritan (semacam peluit), seruling, etek-etek (alat musik putar), pria tua ini biasa berjualan keliling dan biasanya berhenti di sekitar kampus Sekolah Vokasi UGM untuk menjajakan jualannya. "ya saya itu tidak pernah ke SD-SD untuk jualan, cuma keliling gini aja mas" tutur pria asli wonosari, Gunung Kidul ini. "biasanya saya jualan di sini selama 3 hari,dan barupulang setelahnya" jadi pria tua ini berjualan keliling selama 3 hari, dengan menumpang tidur di masjid-masjid dan baru pulang ke rumahnya yang berada di Wonosari setelah mendapat cukup uang untuknya. Modal untuk membuat berbagai macam mainan inipun tergolong murah hanya sektar 150-200 ribu, dan biasanya mainan ini dijual seharga 3000-5000 rupiah per itemnya. Harga yang sangat murah di bandingkan dengan sebuah smartphone dan lebih bermakna.

Apa jadinya jika para pejuang ini telah tiada? siapa yang akan menggantikan dia dan bagaimanakah nasib mainan tradisional indonesia? tanyakan kembali kepada diri kita masing-masing "apakah aku cinta indonesia?" dan mulailah menjawab dengan bertindak untuk hal kecil dengan menyelamatkan mainan tradisional kita.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun